Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pornografi Anak dan Paranoid

18 Maret 2018   05:20 Diperbarui: 18 Maret 2018   15:58 2431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kintakun Collection

Pornografi anak dan paranoid, sangat miris dan mengagetkan ketika ada anak di bawah umur asyik menonton bokep. Tentu hal ini koleksi orang tuanya. Apakah perlu heboh, menuding sana-sini, apalagi sampai berbicara soal penilain moral tanpa tahu sebab akibatnya? Usai beberapa waktu lalu ada "industri" pornoaksi dengan pemain anak-anak dan perempuan dewasa.

Ada kisah dalam sebuah buku inspirasi. Seorang bruder, biarawan dalam Gereja Katolik jelas ia tidak menikah. Suatu hari mengantar murid-muridnya melakukan lintas alam. Namanya anak-anak, mereka cepat mendahului langkah gurunya, si biarawan. Si guru bersama murid lain jauh tertinggal. Di sebuah tempat sepi, beberapa anak terdepa, biasanya juga rombongan anak bengal. Mereka berjumpa dengan pelacur, kata orang dewasa.

Mereka hanya tahu bahwa perempuan ini bisa dan mau melakukan apa saja asal dibayar. Maka  mereka urunan dan membayar perempuan itu untuk menari, mereka bertepuk tangan dan si perempuan menari. Tidak ada apapun. Bayar dan melakukan. Tiba-tiba dengan ngos-ngosan biarawan itu sampai ke sana dan menghardik mereka.

Menyambuki diri merasa gagal mendidik dan mengawasi murid-muridnya biarawan itu juga melakukan ceramah panjang lebar mengenai pelacur dan perilaku mereka. Anak-anak hanya gowoh,termasuk yang membayar perempuan tadi.

Kisah yang mirip, menjadi alur utama novl Ronggeng Dukuh Paruk,karya Ahmad Tohari. Di Dukuh Paruk orang mengatakan, asu buntung, bajingan,hal yang lumrah, karena padukuhan itu didirikan oleh bromocorah yang bernama Ki Secamenggala. Pun Srintil si ronggeng, ketika usai belasan tahun demi teman-temannya mau nabuhidia menari. Ciuman hal yang sangat lumrah, bahkan anak kecil sekalipun. Jika ada suami ketahuan meniduri istri tetangga, tidak akan ada parang melayang, gampang saja datangi rumah laki-laki itu dan tiduri istrinya. Sesederhana itu.

Rasus, yang biasa berciuman dengan Srintl itu merasa kecewa dan pergi ke lain dukuh. Ia gemas dengan seorang gadis dan ia cubit pipinya. Ia dilempar ketela dan ditertawakan orang se pasar. "Ini bukan Dukuh Paruk, tidak semua  bisa kamu sentuh pipinya...."

Dua kisah yang mau mengatakan bahwa ada masing-masing tempat dengan kondisi dan kepercayaan etis dan ranah susila yang berbeda. Kisah pertama tadi, si bruder yang memiliki pengetahuan dan pemahaman yang jauh lebih luas mengenakan takarannya pada siswanya. Para siswa hanya "menyewa" si pelacur untuk menari, tidak lebih. Padahal biarawan itu sudah merasa berdosa bahwa ia gagal mendidik muridnya. Tentu apa yang biarawan itu pikirkan bukan yang terjadi.

Rasus dalam kasus yang sama juga merasakan gagap budaya yang sama. Ia merasa apa yang menjadi kebiasaan dan budaya di dukuhnya akan sama dengan daerah lain. ternyata berbeda. Hal yang jamak terjadi.

Mengenai pornografi dan pornoaksi, apa yang dilakukan untuk memeranginya sangat susah. Mengapa? Itu adalah masalah manusia yang paling primitif. Sejak manusia ada, bahkan alat kemain atau (sex),itu pada minggu pertama janin sudah mengalami pertumbuhan, jauh lebih dulu daripada pancaindra. Memang sangat vital. Bijaksana dan paling ampuh adalah membentengi diri dan anak dengan iman.

Iman untuk bisa memilih baik dna buruk, apapun agamanya. Jika iman kuat, sebesar apapun pengaruh dunia luar tidak akan mempengaryhi diri sendiri. Apakah orang yang memiliki film porno pasti moralnya jelek dan sebaliknya? Tidak sesederhana itu. Jika demikian, memangnya manusia hanya satu aspek saja?

Toh ada orang yang berwenang dalam hal itu (urusan porno-pornoan), bahkan gencar mengatakan atas nama agama, eh ketahuan menyukai laman yang berkaitan dengan apa yang ia dengungkan sebagai penyebab kebobrokan moral. Memang semudah itu moral bisa bobrok? Biasa ngeelsnya kalau tidak tahu mana bisa menilai. Basi.

Saya sering dikirimi hal pornoaksi atau gambar porno oleh teman, hanya saya yang dikirim, privat, namun untuk lucua-lucuan, bukan yang lain. Hanya akan  ada jawaban smile ngakak dan sejenisnya, tidak ada kemarahan. Mengapa? Tahu bukan masalah pelecehan atas kemanusiaan, atau masalah mempengaruhi iman dan sejenisnya. Toh iman saya, dia juga mungkin tidak terpengaruh.

Seksualitas termasuk di dalamnya masuk pada ranah pornografi sejatinya adalah keberadaan diri. Bagaimana coba jika orang itu tidak terangsang melihat lawan jenisnya. Melihat lawan jenis seperti melihat patung atau ya sudah begitu saja demikian? Tidak akan ada kehidupan baru yang terjadi. Nafsu yang terlembaga dalam pernikahan, bisa saja membutuhkan bantuan film biru.

Pendampingan bagi anak dan remaja seturut perkembangan usia. Hal ini menjadi penting dan mendesak sehingga tidak malah menjadi gagap akan kediriannya sendiri. Seksualitas bukan barang yang jauh dari jati diri manusia.  Melekat dan utuh, hanya karena adanya norma yang sering tidak dipahami dengan baik malah menjadi kacau balau.

Keberanian untuk mempelajarinya, sehingga bukan soal tabu, saru, atau norma yang abu-bau, bahkan tidak jelas. Identik dengan orang buta menuntun orang buta. Sesuatu yang vital, wajar, menjadi heboh karena kebiasaan saja. Bisa diakses di sini

Tentu hal ini bukan membela orang tua yang lalai, namun menghakimi apalagi menghukum tidak bermanfaat, mendampingi dan membuat seksualitas sebagai hal yang alamiah jauh lebih penting.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun