Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Simalakama KPK dan Kebusukan Partai Politik

17 Maret 2018   06:35 Diperbarui: 17 Maret 2018   07:55 847
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Simalakama KPK dan kebusukan partai politik, hal yang berkali terulang. Usai drama berlama-lama soal Pansus, kini menjelang pilkada ada lagi hal baru. KPK tetap akan melakukan tugas mereka, baik OTT, menaikan status dari apapun kondisi mereka. Reaksi dunia parpol tetap sama saja, pun yang ada di pemerintahan. Susah juga memang karena akan lahir dugaan, tuduhan, dan kecaman kalau KPK main politik.

Sangat mungkin memang kondisi itu terjadi, karena memang banyak kader yang maju menjadi calon pimpinan daerah memang sejak awal telah terindikasi main uang. Main uang dalam artian yang sangat luas. Mulai suap surat dan dokumen yang harus dilengkapi, jangan kira ini gratis lho, semua pakai uang. Belum lagi rekomendasi partai politik. Geger kemarin itu jelas ada faktanya. Diam karena tahu sama tahu semata. Apalagi kalau pejabat atau calon pejabat itu tidak punya pretasi, tidak dikenal, potong kompas beli suara. Gampang, praktis, dan lingkaran setan kembali tercipta, maling.

KPK memang tidak mudah menetapkan tersangka, OTT, atau menetapkan status baru dengan waktu tertentu. Misalnya, kenapa tidak dulu-dulu, kog sekarang mendekati pelaksanaan pemilihan? Lha kalau memang kejadiannya sekrang, seperti OTT, atau bukti baru diketemukan sekarang. Memangnya bisa bukti ditemukan itu ditentukan, eh bukti, datang jangan dekat pemilihan ya.... Akan menjadi preseden buruk jika memang bukti itu sudah lama ada dan baru kali ini dinyatakan sebagai tersangka. Contoh, yang lama disebut-sebut dapat 600 juta dan sekarang dinyatakan tersangka, jelas main politik.

Menjelang gelaran pemilihan akan banyak kasus terjadi, jelas iya, karena memang awal untuk menjadi pejabat dengan kejahatan keuangan. Mereka mengumpulkan dana dan mendistribusikan juga saat seperti ini. Jika dulu-dulu mengumpulkan sudah habis untuk memelihara selir uangnya. Habis tanpa bekas. Gaya hidup hedonis dan menjual kemewahan mewabah dan biasanya gaya pejabat minim prestasi dan maaf bodoh.

Distribusi juga waktu seperti ini, mengapa? Ya biar orang yang "dibeli" masih ingat. Kalau masih lama dari masa pemilihan ya uangnya menguap entah ke mana. Identik dengan mengumpulkan sekarang. Ini sudah menjadi gaya baru hidup  dengan kemewahan dengan berbagai levelnya.

Kebusukan parpol. Semua tentu paham kalau partai politik miskin inovasi, termasuk soal pengempulan dana operasional. BUMN dan kawan-kawan adalah tambang jika memerintah, jika tidak jelas dari kader yang menjadi ini dan itu. Tidak mengagetkan jika parpol dan dewan menjadi tempat yang paling buruk soal indek kepercayaan dan korupsinya.

Kinerja dan dana yang modelnya demikian, jangan harap akan bisa menjadikan bersih negara. Uang keluar harus lebih kecil dari uang masuk. Mereka mencari banyak dana demi partai dan tentu diri sendiri. Dan ujungnya jelas, ngemplang, suap, dan malak.

Ekonomi politik beaya tinggi menjadi salah satu masalah krusial yang masih dianggap biasa saja. Mengapa mahal? Pertama kaderisasi lemah dan memang seolah tidak ada. Mengandalkan menemukan anggota baik dan menjual kemudian dipoles dan jadi. Ya sudah akhirnya kalau tidak menjanjikan ditutupi dengan uang. Korupsi lagi muaranya.

Kedua, minim prestasi. Untuk mengatrol suara dengan menjual banyak carra, iklan, banner yang mengotori lingkungan, andaln paling ampuh membeli suara. Jangan kaget seragam PKK atau arisan ini itu memiliki seragam  baru musim seperti ini. Uang dari mana?  Calon lah nanti cari kemplangan. Serangan fajar makin variatif.

Ketiga, kultur politik dna pemilihan dengan model pembagian kaos dan tetek bengek dengan alasan ucapan terima kasih sudah menjadi kebiasaan. Hal ini harus dihentikan. Untuk akar rumput kaos yang sangat jelek itu, level atasnya beda lagi, hingga berjenjang, dan itu uang semua. Saatnya diubah kalau mau memperbaiki keadaan negeri.

Kemalasan parpol untuk melakukan pendidikan dan pembinaan, KPK menjadi tersandera, jika parpol tidak membebani kader dengan uang tidak jelas, mereka tidak akan maling, dan KPK malah sudah bisa bubar. KPK serba salah bukan karena mereka salah di dalam bekerja, namun karena parpol yang asal-asalan membuat mereka harus hati-hati di  dalam bekerja.

Kejahatan dan keburukan jauh lebih mudah menular. Susahnya kebaikan sulit menular. Iklim dan kondisi memang lebih menjanjikan keburukan untuk menyebar dengan mudah. Subur dan sangat kondusif. Dulu diyakini kalau kebodohan dikikis kemungkinan ada perubahan. Ini bukan soal pengetahuan namun soal kemauan dan kehendak baik yang rendah.

Kecurigaan parpol sangat bisa dimengerti karena memang yang ada dalam pemikiran, tindakan, dan orientasi mereka memang demikian. Mereka merusak semua sendi berbangsa dan bernegara karena mereka abai akan etika.

Ranah moral mereka terjang. Hukum mereka kangkangi, persepsi publik mereka reduksi dengan jargon mereka. Penyederhanaan parpol sangat mendesak untuk mengurangi kebocoran ini.

Taat azas dan konsensus menjaid tugas pendidikan dan agama untuk memberikan pemahaman dan pendidikan masyarakat. Sangat berat karena kemauannya saja hampir tidak ada.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun