Caci maki gambaran diri yang sangat buruk. Kepribadian yang sakit dan perlu penyembuhan, dan jika itu adalah gaya hidup dan tabiat bangsa, artinya apa? Bangsa sakit? Mengerikan, apalagi media internet ini internasional pun bisa menyaksikan, terjemahan pun tersedia. Bayangkan, apa tidak dilihat Bangsa Indonesia ini bar-bar atau apa sih? Mengaku beradab eh perilakunya biadab.
Perbedaan itu bukan kesalahan dan apalagi permusuhan. Aneh saja sebenarnya ketika orang tidak bisa melihat perbedaan, mencaci, memaksakan kehendak, dan merasa diri lebih benar. Lebih parah jika memasuki ranah dogma agama lain.
Ketika tidak mau diperlakukan demikian, janganlah memperlakukan demikian, meskipun belum tentu akan mendapatkan perlakuan yang seperti yang sudah dilakukan. Hal yang coba dilakukan meskipun jengkel ketika dikata-katakan, oleh orang yang belum menulis lagi, paling tidak menjawab dengan bahasa yang sama. Tidak suka ya sudah tidak perlu masuk, mengapa orang kog suka usil dan merusak dinamika orang lain.
Unsur iri bisa juga terjadi. kalau dalam K karena interaksi yang banyak, banyak votedan kunjungan bisa orang menjadi jengkel dan "merusak" dengan caciannya. Hari-hari ini hampir semua masih tiarap akun demikian, masih satu dua, makin dekat gawe nasional dengan pemilu, akan makin banyak.
Media dan penanggung jawab memiliki peran sentral untuk menjadi pelopor media yang beretika dan dewasa. Jangan pampang kebiadaban dan caci maki di dunia internasional dengan gaya preman demi iklan dan pembaca.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H