Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menegakkan "Benang Basah" Antihoaks dan Antikorupsi

5 Maret 2018   17:20 Diperbarui: 5 Maret 2018   17:27 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menegakkan "benang basah" antihoax dan antikorupsi, bagaimana tidak ketika hoaxdan korupsi begitu masif, namun beberapa pihak dan kelompok seolah membela dan menyurigai pihak yang mau menghentikannya. Hoaxdan korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa. Pun pembelanya tidak kurang-kurang. Saracen sudah digulung, kembali ada MCA kena tangkap juga, toh pembelaan tidak kurang banyak. Korupsi juga setali tiga uang. Selalu dalih demokrasi yang menjadi panglima, atau gaji kecil yang menjadi dalih rasionalisasi. Ketua MPR hingga pimpinan dewan yang seharusnya bertanggung jawab, namun malah seolah menari di atas "derita" eksekutif yang pontang-panting mengatasi itu semua.

Saat ada anak kecil yang merebut mainan anak lain, sikap apa yang akan dipilih, ada tiga biasanya. Pertama akan membela yang merebut, dengan alasan masih kecil, anak sendiri, atau karena memang tidak punya. Kedua, akan membela yang direbut karena merasa benar, berhak, dan pembenar lain, misalnya sudah besar lebih baik mengalah, bahasa lain, cuma pinjam sebentar. Ketiga akan mengatakan merebut  tidak baik, lebih baik pinjam kalau tidak boleh ya sudah melihat saja. Pilihan yang sama-sama ada di sekitar kita, pilihan yang logis, dan memang itu hasil pendidikan dan didikan.

Suka atau tidak, baik saracen, MCA, dan korupsi,bagi yang masih waras adalah salah. Benar mereka salah, membela bukan pada perilakunya, tapi pada orangnya. Kemanusiaannya yang bisa saja karena ia memiliki tanggung jawab atau tulang punggung misalnya. Namun jika mengatakan demokrasi tidak boleh membungkam kebebasan, wah ini sudah membela seperti anak kecil yang merebut mainan tadi.

Sepanjang  masih saja ada celah untuk membela dengan berbagai cara, merasa seolah benar dan mereka sebenarnya tahu kog kalau itu salah. Namun demi sahabat, sama-sama dalam kelompok, ya akhirnya membela. Apalagi bisa "menjatuhkan" pihak lain. Coba kalau mereka itu memang benar, pembelaannya akan jauh lebih cerdas, mereka akan membela mati-matian, toh mereka hanya bicara dan berwacana saja. Apa yang dilakukan bukan membela si pelaku ataupun korban, namun menyasar pihak lain, dalam hal ini pemerintah. Artinya, saracen, MCA,pun korupsi itu hanya alat bagi mereka.

Usaha mati-matian menegakan benang basah ini menjadi jauh lebih sulit karena adanya pihak yang tidak ingin benang itu kering dan tegak. Selalu ada yang ngipasi dan nyemprot pada benang itu. Laiknya perang bantal acara tujuh belasan. Ketika tidak ada kehendak baik untuk menghentikan dua kebejadan itu ya sudah sayonara bangsa ini.

Lihat apakah para "pendukung" hoaxdan korupsi itu pernah berbicara sisi korban, perbuatan yang sangat merugikan, dan kisaran keberadaan bangsa dan negara? Sama sekali tidak. Mereka hanya menari demi kepentingan bahwa pihak lawannya lemah, ada delegitimasi sebagai pihak yang gagal, dan tidak bisa mengatasi masalah. Padahal  ketika masalah akan diatasi mereka datang untuk menggganggu dan sebisa mungkin mereka lari, kalau posisi sangat susah akan ikut menghantam mereka dengan berbagai cara.

Apa yang ditampilkan ini sebenarnya jelas model, mental, dan kualitas mereka.

Kekuasaan saja yang mereka incar. Cara yang dipakai, karena memang tidak ada yang mereka miliki, atau mampu memikirkannya, mudah ya antitesis yang sangat murah dan meriah. Apa yang mereka tawarkan yang katanya kritik itu? Nol besar.

Pengawasan dan kritik? Yang mana? Kalau kritik dan pengawasan akan memberikan yang lebih baik mana, bukan semua salah, dan bahkan membela bak babi buta atas kejahatan dan kesalahan. Sasaran pun jelas bukan pada penegak hukumnya, tapi pada cara yang perlu perbaikan. Pembelaan pada pelaku dan perbuatan yang jelas melanggar hukum, ya baru ada pada elit bangsa ini.

Tidak akan ada kaitan dengan demokrasi sebenarnya pelaku ujaran kebencian bagi yang mau berpikir. Yang dikendalikan bukan soal kebebasan bersuara tapi pada apa yang disuarakan tidak sesuai fakta dan data.

Ciri pihak dan orang yang merobohkan upaya penegakan hukum adalah;

Orang yang akan mengatakan itu antidemokrasi ketika merugikan pemerintah dan negara dan akan menilai sebagai demokrasi ketika menguntungkan mereka. Siapa mereka? Jelas orang-orangnya tidak perlu tunjuk hidung segala.

Membela dengan seolah logis, padahal jelas nampak bahwa mereka salah secara umum. Seperti gaji kecil, seolah benar, padahal sisi lain mereka tahu beaya mahalnya untuk menjadi pejabat.

Kedodoran ketika mendapatkan  balasan termasuk memperkarakan hukum. Jika cepat dikatakan karena kepentingan pemerintah, ketika lambat apa sih kerjanya. Tidak ada yang benar di mata mereka.

Orientasi pada kepentingan sesaat dan kelompok atau pribadinya. Lihat bagaimana mereka pernah berbicara tentang negara? Sama sekali tidak. Negara menjadi alat bagi mereka. Pembenci fasisme tapi menjadi pelaku fasisme.

Maling teriak maling paling kencang. Heran, apakah mereka pernah jadi kelompok copet di bus antarkota kog perilakunya mirip. Mereka pelaku yang selalu mengatakan pihak lain yang melakukan. Seolah ini gaya hidup mereka karena selalu saja terulang kog.

Apakah akan selalu dan terus begini?

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun