Wiranto, kandidat wapres Jokowi, kekurangan dan kelebihannya, menarik makin marak soal siapa wakil bagi dua kandidat terkuat untuk pilpres mendatang. Baik kubu PDI-P dan kawan-kawan ataupun kubu Prabowo yang hingga kini masih adem ayem, meskipun tetap telah melakukan gerilya politik dengan senyap tentunya.
Kubu pendukung presiden, ada nama yang cukup santer terdengar yaitu Pak Wiranto. Layak dilihat beberapa hal yang sekiranya bisa mendukung pendapat itu. Pun ada catatan dan kelemahan yang  bisa menggerus posisi pencalonan Pak Jokowi.
Wiranto dan kelebihannya, jelas jenderal berpengalaman sangat panjang bahkan sejak era Orde Baru berjaya, hingga kini menduduki pos menteri, bukan hal yang mudah dan banyak yang bisa melakukannya. Ini yang pertama, soal pengalaman dan kemampuannya mengikti arus zaman. Saksi dan pelaku pergantian rezim dengan ada di dalamnya. Nuansa negatif atas ini pun nyaris tidak terdengar, misalnya gila kuasa, menjadi duri dalam daging, penghianat atas suatu rezim, dan sejenisnya.
Kedua, loyalitas di dalam memilih. Hal yang jauh lebih loyal dibandingkan PDI-P sendiri, Golkar apalagi PAN. Ketika menyatakan mendukung, berarti di dewan pun demikian. di pilkada juga relatif sejalan dengan gerbong kebersamaan di pusat, memang tidak seratus persen namun lebih baik dibandingkan partai lain, bahkan Golkar sekalipun. Ini menunjukan gaya baru dan berbeda. Komitmen di dalam berpolitik bukan hanya asal-asalan saja.
Ketiga, pengalaman panjang sebagai pejabat militer dan sipil tentu menjadi modal baik, di mana kemarin, kondisi negara bisa dinilai relatif bisa dipermainkan banyak pihak. Dikotomi militer dan nonmiliter memang masih kuat. Jangan sok-sokan bicara demokrasi dan sipil berdaulat lah, nyatanya memang demikian kog. Kondisi yang belum memungkinkan meminta militer tetap nyaman di tempatnya, barak saja. Puluhan tahun berkuasa secara langsung, dan orang-orangnya pun masih banyak yang berkecimpung, baik langsung ataupun berganti baju menjadi politikus, toh jiwanya tidak jauh berbeda.
Keempat, relatif bersih dari pembicaraan mengenai penyakit kronis bangsa, korupsi, kolusi, dan sejenisnya itu. Meskipun susah juga untuk mencari sosok bebas ini di negeri ini. Nyatanya bisa saja kog yang tiba-tiba sudah terbukti menumpuk harta dengan upeti dan sejenisnya. Hal ini masih relatif lebih baik daripada pihak lainnya.
Kelima, di antara elit partai politik yang memiliki popularitas dan keterpilihan cukup mumpuni. Ditambah catatan dengan kebersamaan presiden selama ini, cukup unggul. Apalagi jika dibandingkan dengan PAN. Hanura cukup konsisten dengan pilihan di dalam gerbong pemerintahan. Baik sebagai eksekutif dan legeslatif. Sikap yang tidak banyak dipertunjukkan partai politik di Indonesia.
Keenam, sosok yang bisa menghadapi isu PKI dan sejenisnya, karena dugaan para penyebar isu ini adalah eks "korban" pergantian rezim kala itu, dan sebagai pribadi yang terlibat langsung, bahkan di dalam kekuasaan saat itu, bisa dengan mudah meredam isu ini. Sebenarnya isu yang tidak mendasar namun jika masif dan terus menerus, ya jelas merugikan. Pun isu soal presiden, pemerintah, dan Pak Jokowi memusuhi agama tertentu.
Ketujuh, kalau Pak JK dua syarat untuk wapres adalah pengalaman di pemerintahan dan meningkatkan keterpilihan. Dua syarat dari wapres ini masuklah bagi Pak Wiranto. Â Â
Tentu ada  beberapa hal yang bisa menjadi catatan kelemahan,
Beberapa hal bisa menjadi bumerang, namun jika  bisa menolah dengan baik akan menjadi juga peluang mendulang suara.
Satu, keduanya dari Jawa, Yogja dan Solo, bahkan Pak Wiranto, remaja di Solo. Memang bukan hal yang besar, namun bisa membuat masalah jika tidak dikelola dengan semestinya. Politik identitas dan SARA masih kuat.
Dua, militer, banyak pihak yang antimiliter, namun tidak mau tahu kondisi dan fakta yang ada. Hal yang cukup krusial jika menghadapi  massa yang sangat masif sebagaimana 2016 akhir hingga 2017 awal itu. Kembali kalau bisa mengemas akan apik, namun jika gagal, cukup riskan.
Tiga, HANURA tidak cukup punya kekuatan yang bisa "berkelahi dan bertempur" untuk bisa menjadi peraup suara yang signifikan. Berbeda dengan partai lain yang memiliki tokoh-tokoh populer kadang kontroversial namun memiliki cukup banyak pendengar dan pengikut. Memang tidak dignifikan, namun cukup membantu. Misalnya Ruhut, duet F, itu cukup membantu. Meskipun kadang asal dan tidak berdasar, toh ada juga pengikut setianya.
Kelemahan yang ada, toh oleh tim sukses bisa dipoles dan dijadikan bahan kajian untuk meminimalisir, dan menguatkan apa yang menjadi kekuatan. Toh kekuatan pun jika salah dalam mengelola bisa menjadi bumerang dan lobang yang cukup besar untuk lawan politik menggorengnya.
Tentu nama ini bukan menafikan nama lain yang juga cukup potensial, bahkan belum terdengar sekalipun. Toh 2014 nama Pak Jokowi baru naik daun, pun Pak JK yang sudah mundur dalam politik bisa naik lagi.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H