Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mencerna Pola Pikir Zulkifli Hasan Mengenai Korupsi

5 Februari 2018   05:21 Diperbarui: 5 Februari 2018   06:06 906
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Tribunnews.com

Mencerna pola pikir Zulkifli Hasan  mengenai korupsi, dalam sebuah pemberitaan Ketua MPR dan juga sekaligus ketua PAN ini menyatakan kalau ZZ yang kadernya sedang terkena kasus korupsi, ia nilai ia anak muda, perlu mendapatkan bantuan hukum, ada yang perlu diluruskan....Saya mencoba mencari, nampaknya pernah dikatakan mengenai hal tersebut. 

Ternyata memang selalu mengatakan ada sistem yang salah, perlu diperbaiki, dan sejenisnya. Apanya yang menarik? Jelas saja menarik karena dinyatakan orang yang ada di dalam sistem tersebut, memiliki kesempatan untuk mengubah keadaan, namun hanya begitu saja, berulang lho, bukan hanya kali ini.

Sepakat, memang dalam teori Analisis Sosial,tidak ada pribadi, individu, atau personal yang salah, yang salah adalah sistemnya. Menjadi luar biasa karena yang mengatakan adalah orang yang bisa berbuat untuk mengubah keadaan. Namun memilih untuk mengulangi ketika hal yang sama terjadi lagi. Bisa dibaca dalam ulasan kompasiana.com/paulodenoven

Kecenderungan enggan berbuat karena tidak mau susah atau tidak mau menyakiti pihak lain. Dalih bahwa  sistem yang salah itu jelas menyatakan kalau sebenarnya tahu, namun tidak mau tahu, dan enak untuk berlindung dari keharusan dan kewajibannya untuk memperbaiki keadaan.

Selaku ketua umum partai politik, jika memang maunya sistem yang lebih baik, bisa menginstruksikan kepada fraksinya di dewan untuk memperbaiki keadaan. Bagaimana korupsi itu terjadi, kalau yang menjadi tertuduh adalah beaya tinggi dalam politik, bagaimana diubah menjadi murah. Namun apa iya sih soal beaya tinggi semata?

Anak itu baik, artinya bisa saja bahwa politik yang membuat dia buruk, kalau demikian, keji banget politik dan yang tua-tua merusaknya? Waduh jika demikian. Tahu kalau ada yang rusak namun diam saja, apa artinya coba? Kalau bukan menggunakan demokrasi sebagai ajang unjuk egoisme pribadi dan kelompok.

Pembenar sebagai beaya tinggi, yang benar saja, sudah tahu kalau memang beaya tinggi, toh masih banyak yang berbondong-bondong, dan akhirnya cari balikan modal dengan maling. Jelas bahwa hal ini hanya dalih atas perilaku tamak dan tidak pernah puas atas apapun yang didapat. Sikap ini mempertontonkan kalau tidak mau berubah dan malah mencari pembenar. Apa ini sikap seorang politisi dan negarawan yang dibutuhkan bangsa dan negara ini.

Karena tahu kalau sistemnya salah perlu diperbaiki? Mengapa malah merespons OTT KPK dengan pernyataan, jika OTT terus, orang baik  yang menjabat akan habis?Mana baiknya coba kalau demikian, apa iya KPK itu gendeng sehingga menangkapi pejabat baik? Atau baik menurut ketua MPR berbeda dengan paham umum? Sehingga yang baik di dalam penilaian ketua MPR itu ditangkapi oleh KPK?

Bagaimana mau bersih dari korupsi, jika pengertian korupsi saja sudah dan terus menerus digerogoti untuk dikesampingkan. Persepsi masyarakat mengenai perilaku menyimpang korup itu mau diubah bahwa pelaku korup  itu bukan karena jahat,namun karena keadaan.

Pemikiran, sejak awal sudah niat untuk melakukan perilaku jahat melalui korupsi dengan berbagai model ini, kemudian kalau ketahuan jurus andalannya adalah ngeles. Mengatakan hal yang suci, saleh, agamis, merasa sedang dicobai Tuhan, dan sebagainya. Ini jelas kejahatan yang jauh lebih jahat dari pada korupsi itu sendiri. Sudah maling, tidak mau tanggung jawab, eh malah memfitnah Tuhan segala.

Perilaku tanggung jawab masih sangat rendah. Pengin banget membaca ada pejabat di lain tempat itu sedang diselidiki saja atau ada yang mengucapkan bahwa ada indikasi korup, sudah malu mundur dan ada yang bunuh diri. Eh di sini yang mengagung-agungkan agama, jelas-jelas saja maling masih bisa berdalih, dibela mati-matian dengan kalimat suci, bak pahlawan.

Penegakan hukum yang sangat lemah. Bagaimana perlu tindakan tegas, bahwa yang membela pelaku korupsi tanpa bukti yang kuat dinyatakan juga sebagai ikut terlibat atau menghambat penyelidikan. Banyak banget pejabat negeri ini berbusa-busa menuduh pihak lain sebagai jahat demi membela kroni, konco, atau saudaranya yang memang akhirnya juga terbukti maling. Ketegasan sangat mendesak agar negeri ini bisa bebas dari perilaku korup, pun sejak dalam pikiran.

Pengacauan persepsi dan membentuk opini dengan berbagai-bagai cara jelas jauh lebih bobrok daripada sekadar korupsi. Kalau maling anggaran atau menerima suap, itu jumlahnya jelas, rupiah atau dollarnya jelas, sedangkan kerusakan pola pikir ini? ribuan bahkan jutaan orang diracuni dan akhirnya bangsa ini ambruk karena salah menilai.

Mana yang benar dan mana yang salah itu jelas parameternya Pancasila dengan turunannya dalam perangkat perundang-undangan bukan tafsir sendiri yang sering sesat dan terbukti sesat, pun mau dipakai untuk menyesatkan diri.

Saatnya tidak lagi banyak bicara dengan wacana namun melakukan tindak nyata. Korupsi itu perilaku jahat bukan karena keadaan kepepet semata. Tamak dan rakus, berapa pun akan kurang.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun