Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pak Beye, Maaf Cobalah Belajar ke Pak Ahok

4 Januari 2018   10:14 Diperbarui: 4 Januari 2018   10:19 847
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pak Beye, Maaf Cobalah Belajar ke Pak Ahok

Pak Beye, maaf cobalah pelajar ke Pak Ahok, meskipun di penjara beliau bisa banyak membantu. Janganlah panjenengan mengambil moment Pak Ahok yang sedang bisa "banyak" berarti meskipun di balik penjara. Bisa dimengerti kejengkelan dan kemarahannya, wong yang lebaran kuda sampeyan  kog yang dapat peran, nama, dan bahkan kisah panjang malah Pak Ahok.

Mencari kambing hitam penegak hukum, kali ini bukan lagi Pak Jokowi atau pemerintah. Jerih juga rupanya dengan kisah Hambalang dan lebaran kuda dan dijawab menunggang kuda, kini aparat penegak hukum. 

Pak Beye, Mas Agus masih bisa jalan-jalan, gagah ke mana-mana, malah Pak Ahok lho mendekam di penjara. Begitu saja tidak banyak mengeluh dan eh bisa berarti dengan berbuat baik melalui banyak hal. Begitu saja masih banyak dicela, dicurigai, dan sebagainya lho. Soal remisi yang haknya saja dipertanyakan. Karena tempat yang tidak ada dalam hukum dan perundangan menyatakannya. Toh diam saja kog Pak Ahok.

Pak Beye, penjenengan bisa melakukan banyak hal dengan Demokrat dan presiden yang panjenengan sandang lho. Stop ngeluh dan menjual derita. Semua tahu, namanya politik itu ya begitu. Dulu selalu saja mengeluhkan perlakuan Pak Jokowi, kenapa kini tidak lagi, namun menyasar ke penegak hukum?

Coba bayangkan posisi Mas Agus dan Pak Ahok, mana lebih mengerikan, tragis, dan merana, jujur dan obyektif, benarkah perlakuan itu? Toh Pak Ahok menjalani sesuai konsekuensinya. Mas Agus kalah bukan semata karena Bu Sylvi dan Pak Antasari lah. Semua juga melihat kalau Mas Agus sangat belum siap. Pak Beye janganlah merasa menyesal kemudian menyasar dan menyalahkan orang lain.

Panjenengan itu presiden lho, apapun yang dikatakan itu banyak didengar, dan banyak juga yang sudah paham, bahwa tidak lagi mempan apa yang dilakukan itu. Usai kehilangan Ruhut, Demokrat limbung, tidak lagi punya corong komunikasi yang piawai dan sekaligus tajam di dalam bersikap.

Suara Demokrat tidak akan jauh berkembang dengan model pendekatan kuno dan sudah banyak yang paham. Menjual derita, merasa diperlakukan tidak adil, ada konspirasi dan sebagainya dan sebagainya. Sudah tidak lagi payu,lagu lama yang semua hapal. Lebih elok buat saja lagu baru, toh selama pensiun belum menelorkan album lagi.

Apa yang lebih bijak  bagi Demokrat dan Pak Beye adalah menatap persaingan politik ke depan dengan dewasa, bukan lagi kanak-kanak yang jelas sudah tidak laku. 

Ingat Jakarta bagaimana optimisme menjebloskan Ahok ke penjara malah Agus yang tereliminer. Apakah hal yang sama akan berlaku pada pilkada Papua yang disebut secara langsung dan kasus baru.  Stop merengek dan tantrum.Mosok presiden dua periode tidak tahu laku politik yang model demikian.

Konsolidasi partai bukan dengan menjual derita namun membangun program dan prestasi. Malah mengulik kekurangan pengganti, itu kesalahan fatal. Masiha da waktu, kritis, bukan nyinyir pada pemerintah jauh lebih bermartabat. 

Selama ini belum ada yang bersikap kritis obyektif. Mengapa tidaka Demokrat mengambil sisi itu? Mengapresiasi pembangunan dan juga memberikan masukan kekurangan-kekurangan yang ada. Lihat BPJS, KTP-el, dan juga infrastruktur itu bukan semata gawe Pak Jokowi dan jajaran saja, sudah ada sejak era Pak Beye. 

Sayangnya KTP-el lebih heboh malingannya daripada prestasi dan prestisenya. Coba jual bagaimana baiknya BPJS dan KTP-el jika tidak untuk bancaan. Pak Jokowi dan jajaran tidak akan bisa membantah bahwa itu memang sejak era Pak Beye.

Jangan pula kaget, jika kemudian ada sasaran tembak ke kader baik langsung atau tidak ke partai Demokrat soal KTP-el, ingat susah lho mendagri lepas tangan soal kisruh KPT-el ini. 

Jangan kemudian mengatakan pemerintah dan penegak hukum beralku tidak adil lagi. Apalagi juga nyaring terdengar ketua dewan yang lalu pun sering diucapkan. Demokrat lagi, meskipun masih jauh sih.

Penegak hukum tidak perlu beretorika atau berwacana, kembali lanjutkan apa yang dikatakan Demokrat dan Pak Beye sebagai hal yang politis itu. Buktikan bukan politis namun memang korup dan soal Pak Antasari biar terbuka apa yang sebenarnya terjadi. 

Warga negara juga geram kog mengapa bisa demikian, kalau benar pembunuhan nyatakan tidak ada lagi kecurigaan karena fakta yang tidak jelas. Kalau memang ada skenario sebagaimana ungkapan Pak Antasari ya sudah, biar semua jelas. Siapa yang main politik dan  benar siapa yang kriminal jelas.

Pak Ahok memberi contoh, berani bertanggung jawab atas apa yang ia ucapkan, tidak banding, tidak cari kambing hitam, dan sebagainya. Toh masih bisa berbuat meskipun tidak menjadi gubernur sekalipun.

Efek luar biasa memang bisa terjadi, namun jangan kemudian nanti menyalahkan lagi presiden kalau dipanggil, diperiksa, dan malah berujung pada tersangka. Siapkah dengan itu semua? Riak mungkin badai bisa terjadi, namun penting daripada ada tantrumdan drama yang mengusik di dalam keadaan tenang-tenang saja.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun