Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lepaskan "Label" Anda dan Kebahagiaan Tercapai

23 Desember 2017   07:17 Diperbarui: 23 Desember 2017   08:31 955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lepaskan  "Label" Anda, dan Kebahagiaan Tercapai

Lepaskanlah label Anda dan kebahagiaan akan tercapai. Label-label dalam kehidupan ini sering menjadi awal derita. Bangun, sadar, dan akan menjadikan bahagia ketika berani melepaskan satu demi satu label yang menyelubungi jati diri kita. Memang tidak akan sampai mampu menemukan jati diri kita yang sejati, kecuali sampai masuk ke liang lahat. Label bisa karena kita sematkan, bisa pula kita peroleh dari orang lain.

Begitu banyak rupa label yang ada di sekitar kita. Pengusaha dan pengemis jelas label yang jauh berbeda bahkan bertolak belakang pada ranah materi mungkin, dan jelas dinamika berusaha. Namun sejatinya, sama saja. Mereka juga punya klien, coba ada pengemis berkisah pada orang lain dengan pakaian lusuh mereka memiliki klien akan ditertawakan. 

Padahal sama saja bukan? Atau mereka juga mengusahakan agar mendapatkan hasil. Mereka perlu upaya. Demikian juga pengusaha. Namanya meeting ketemu klien, tidak akan ada yang tertawa atau mencibir. Padahal sama bukan? Mereka sama manusianya. Label yang mereka sematkan dan peroleh berbeda. 

Bisa saja berangkat dari rumah dengan harga bermilyard, satu dari rumah dan kasur empuk, satunya dari emperannya. Kan sama saja bukan? Si miskin lepas dari kecemasan tanggungan pajak dan angsuran, si kaya jelas tidak cemas akan makan, kedinginan, dan jaminan enak di dalam rumah. Mereka sama memiliki kecemasan dan kebahagiaannya.

Label yang sangat identik di dalam interaksi kita bersama di Kompasiana ini. Bagaimana kalau orang memuja untuk mendapatkan label biru, hijau, atau terpopuler, NT. Pilihan, Artikel Utama, atau FA. Coba malah cemas memikirkan itu semua, tidak bisa berinteraksi kepada rekan-rekan, menuangkan ide dengan cemas dan khawatir, jangan-jangan tidak akan mendapatkan label biru dan centang biru.

Semua itu baik dan penting, namun apa sih yang mau dicari? Kebahagiaan dengan menulis bukan? Toh penulis juga hanya label. Bukan jati diri. Kita bisa berubah, bahkan mungkin juga bukan penulis. Apa yang bisa berubah itu bukan jati diri.

Melepaskan label akan membuat kita lepas bebas dan bahagia. Sering kita menyangka bahwa agama adalah label kita yang hakiki. Padahal begitu menerima hidayah atau inspirasi atau apapun namanya dan kita berubah tidak akan menjadi masalah berkepanjangan. 

Padahal kita bisa melihat bagaimana orang bisa bertikai bahkan membunuh orang hanya karena label agama. Marah karena agamanya disinggung, dikatakan tidak sesuai konteksnya. Padahal sekian tahun atau abad kemudian itu benar. 

Hal yang sama dialami Gereja, bagaimana dulu menghukum Galilei Galileo, mereka marah karena menganggap GG  menghina Tuhan. Padahal tidak sekian abad berikut Gereja pun mengakui hal yang sama. Agamapun perlu waktu untuk berkembang dan bisa berubah. (gak perlu ribut dan sewot, semua mengalami).

Sering kita mengaitkan atau melabeli diri dengan pekerjaan kita. Padahal bisa saja pekerjaan itu berubah. Memang sih sering bahwa pekerjaan lama bahkan sampai pensiun dan mati banyak yang  tidak berubah. Toh itu bukan kesejatian kita, bukan kebahagiaan hakiki kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun