Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Natal dan Politik (Bukan Soal Monas)

21 Desember 2017   11:42 Diperbarui: 21 Desember 2017   11:50 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Natal dan politik sejatinya hal yang sangat mendasar dan selalu akan terkait dengan itu. Kisah histroris 2000 tahun lalu berkisah hal yang kental aroma politik. Ini politik dalam arti real, nyata, dan sungguh-sungguh soal kekuasaan. Berbagai kekuasaan saling terkait dan jauh setelah itu, dalam peristiwa salib hal yang sama terjadi, 33 tahun kemudian lebih kurang. Artikel ini sama sekali bukan bicara soal Monas, namun benar-benar soal Natal dengan politik saat itu. Tidak juga membahas spiritual atau keagamaan secara langsung dengan kutipan Kitab Suci di sana sini. Artikel ini juga tidak akan membahas refleksi atau spiritualitas sebagai bagian utuhnya. Murni persoalan politik dan kepentingan yang ada di dalam lingkaran utuh kisah kelahiran itu.

Intrik politik, kepentingan demi kekuasaan, dan kekerasa mewarnai hingga beberapa tahun awali keberadaan bayi Yesus yang oleh banyak kelompok diramalkan akan menjadi penguasa, raja, dan itu berpengaruh pada kekuasaan. Ingat kekuasaan real di sana, baik kelompok ataupun raja wilayah. Konflik kepentingan yang akan berujung pada peristiwa salib pada waktunya.

Nubuatan panjang para nabi dalam Perjanjian Lama, tentu mengusik kenyamanan penguasa atau raja karena adanya kelahiran raja baru. Konteks berbeda yang dicampuradukkan adalah khas politik. Hal ini juga masih sangat kontekstual. Bagaimana orang diombang-ambingkan antara fakta dan kebohongan dengan beraneka kemasan. Hal itu juga terjadi saat itu. Ribuan tahun masih eksis dan selalu terjadi dan terulang. Sangat alamiah dan normal bagi hidup yang berorientasi akan kekuasan, ketenaran, dan sejenisnya itu. Keakuan menjadi raja di raja.

Pencarian dari tiga pribadi dengan bantuan bintang, kalau kini ya GPS dan sejenisnya. Bukan berarti mereka dulu katrok atau ndeso ya memang zamannya belum ada ilmu lain selain bintang. Mereka datang kepada pemuka di sana. Si raja dengan dalih hendk menghormat berpesan untuk mereka jika ketemu datang kembali untuk memberi tahu. Jangan juga salahkan napa tidak menggunakan smartphone dan balik lagi. Belum zamannya. Memang harus bolak balik. Lihat politik lagi yang bicara, padahal hendak melakukan tindakan yang jauh berbeda. Kisah selanjutnya menjadi argumen pembenar atas dugaan politis ini. keputusan membbunuh bayi usia di bawah dua tahun.

Para sarjana dan sebutan lain yang bertiga itu ternyata mendapat nasihat untuk balik melalui jalan lain. Tidak perlu singgah ke istana untuk mengatakan di mana Bayi tersebut. Kembali aksi politik tampil. Mereka menghormati Bayi itu dan tidak balik ke sana. Mereka melindungi keberadaan Bayi itu bagi umat manusia dna juga diri mereka. Apakah mereka akan selamat jikamemberitahukan kepada raja itu? Apalagi Si Bayi. Itu tindakan politis yang faktanya memang ada. Perilaku ini masih sering terjadi. Politik dijawab dengan politik juga.

Perintah untuk membunuh setiap bayi di bawah usia dua tahun. Lihat khas politik sekali. Membinasakan bahwa calon lawan, siapapun yang berpotensi lawan yang setaraf akan dimusnahkan, apapun caranya dan apapun risikonya. Bukti bertebaran di mana-mana, bahkan hingga kini lebih dari dua ribu tahun cara itu masih lazim dipakai. Memang tidak akan seekstrem dengan perintah itu. Namun menyingkirkan lawan politik dengan membunuh, menabrak pura-pura kecelakaan, atau menyingkirkan dengan berbagai cara sangat khas politik.

Pengungsian ke Mesir. Lihat apa yang ada kembali aksi politik. Mengamankan diri jelas ke pihak di mana bukan tempat atau kawasan yang berteman dengan si penguasa yang akan membinasakan. Mesir dipilih karena bukan kekuasaan Romawi. Bisa dikatakan malah tempat di mana Romawi tidak bisa berkuasa dan menaklukannya.

Apa yang terjadi secara faktual sebenarnya Natal banyak berkaitan dengan hal yang berbau politis. Zaman berbeda namun kondisi dan perlakunya masih sama. Model dan bentuknya saja yang berubah dan jelas berkaitan dengan perkembangan zaman dan keadaan. Jika hal itu terjadi hari ini, gampang  sang raja akan menyelipkan pelacak dan akan di dapat koordinat yang pasti benar bahwa ada di sana Bayi yang dicari. Tidak akan perlu meminta mereka balik lagi.

Media sosial digerakkan dan menyatakan hal-hal yang buruk tentang Maria. Dan habis sudah riwayat Maria dan anaknya. Tentu beda zaman dan kasus. Jika hari ini  peristiwa itu, akan heboh media sosial dengan beragam gaya dan caranya untuk menghabisi si Bayi secara karakter tentunya. Cyer army akan giat menyebarkan berita setengah fakta yang akan membuat heboh. Karena dulu tidak ada, dan pembunuhan adalah hal lumrah, perintah binasakan bayi usia di bawah dua tahun terjadi juga.

Jika di dua puluh abad lebih berlalu dan politis itu mewarnai jelas saja hal yang sangat wajar. Natal berkaitan juga dengan Paskah yang berarti salib. Jangan karena Natal itu suka cita lalu lupa ada salib yang harus dipikul dan kadang bahkan disandang. Politis bisa saja merupakan salah satu salib yang harus menjadi konsekuensi logis hidup beriman.

Salam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun