Gubernur Ganjar, KTP-El, dan KPK. Menarik ditunggu ada apa dengan "penyebutan nama dan hilang" oleh Ganjar dan kawan-kawan. Apakah KPK molitik juga? Atau ada apa? Tarik ulur partai politik dan KPK memang tidak bisa dihindarkan. Jauh lebih bijak KPK menjadi produk independent bersama pemerintah saja, daripada ada keterlibatan partai politik lewat dewan yang acak kadut seperti sekarang ini. Kacau hasilnya. KTP-El kalau mau jujur, terbuka, dan bertindak ksatria muara konspirasi jahatnya ada di Kura-Kura Hijau. Di sana semua berasal dan bermula. Saling sandera hingga hari ini, saling klaim tanpa berani bertindak secara jujur dan mengakui kesalahan.
Awal "kekisruhan" dan berdarah-darah KPK vs DPR kan awalnya karena nama-nama beken yang disebut oleh pengusaha dan beberapa pihak yang telah dulu ditangkap KPK, eh menyasar hingga ketua DPR segala, menteri, dan banyak menjabat di  mana-mana. Demi aman bersama, adalah "penekanan" kepada salah satu anggota dewan yang terkena terlebih dahulu. Di sinilah drama panjang hingga ada Setnov jilid I dan II itu. Anggota dewan itu sudah masuk, beberapa pejabat "bawah" sudah kena, pengusaha juga demikian.
Bola liar makin tak terkendali karena ada nama dalam banyak pembicaraan itu ada indikasi maju ke pilkada. Tentu banyak yang sudah mengintai di tikungan untuk menyergap sebagai amunisi gratis. Apalagi dalam tuntutan untuk level sang ketua, Â Tiba-tiba menghilang. Hal ini menjadi senjata dan amunisi baru bagi pengacara yang memang mengantar Setya Novanto dalam drama berseri yang tidak pernah berakhir, mirip sinetron teve saja perilaku mereka ini.
Membaca soal Ganjar paling menarik, mengap demikian. Beberapa kali sudah dipanggil dan diperiksa sebagai saksi dalam beberapa tersangka dan kasus KTP-El ini. Disebut juga karena jabatannya pada saat kasus ini terjadi ada di komisi dua DPR. Sangat wajar jika ikut terlibat di dalam pemeriksaan. Mengapa dalam kasus sekarang ini hilang?
Lebih menarik lagi, bukan semata hilangnya nama, namun malah muncul seperti  adanya "rencana" untuk membesarkan "jasa" Ganjar dengan beberapa kali pemberitaan yang mengatakan sebagai yang paling galak di antara dewan.Pada kasus lain belum muncul "pembelaan" ini, memang bisa saja pada kasus yang lain memang tidak terlibat secara langsung dan bisa memiliki korelasi yang menunjukkan penolakan. Ini masih wajar saja. (Pada kasus lain lho.)
Ada dua hal yang kiranya bisa saja terjadi di dalam "kasus" khusus ini.
Pertama, soal keinginan maju kedua kalinya, baik pribadi atau partai. Dengan hilangnya dalam dakwaan Setya Novanto sedikit banyak meringankan kerja timses di dalam menjawab kampanye lawan, termasuk PDI-P tidak begitu terbebani lagi. Memang bahwa dalam banyak kasus masuk itu beda pembahasan bisa dikupas dalam artikel lain.
Kedua. Isu tidak sedap soal ketua MK "bedagang sapi" soal pansus hak angket juga menjadi pemikiran KPK. Jangan sepelekan kursi PDI-P juga dalam hal ini. Partai pengusung serasa "oposan" ini paling ngeri dan garang dalam pansus. Jika benar isu soal "dagang" ketua MK bisa teredam jika PDI-P balik badan. Tidak lagi-lagi susah menunggu atau tergantung keputusan MK, toh suara mereka sudah tidak lagi signifikan.
Dengan isu terpanas ini, sebenarnya justru menjadikan PDI-P berbeda jika berani mendorong pansus untuk mundur dan bubar. Apa yang diperjuangkan pansus toh, memang DPR suka atau tidak memang menjadi sarang penyamun dalam kasus ini. Tidak ada lagi yang bisa ditutup-tutupi, apalagi ketua dua kali dan ketua penggantinya, makin susah berkelit lagi. Tidak ada ruang yang bisa membersihkan diri DPR dan partai politik, selain jujur dan terbuka mengatakan apa yang mereka lakukan.Â
Selama ini dengan aneh-aneh, justru membuat rakyat makin melek dan tahu keberadaan dewan yang tidak berguna itu. Simpati beralih ke KPK yang memang telah bekerja dengan keras namun malah panen cercaan, kecurigaan, dan arah untuk membubarkan. PDI-P menjadi pelopor untuk membuka itu semua, katakan apa yang terjadi dengan risiko elit mereka bisa saja terseret. Padahal jauh lebih besar partai lain yang akan kena badai. Kampanye mudah untuk simpati 2018 dan 2019, daripada bersikukuh tidak bersalah terus seperti selama ini, toh juga makin kelihatan aslinya kog.
Pada kasus gubernur Jawa Tengah. Jangan khawatir, kalau memang Ganjar memang terlibat, biar saja bertanggung jawab dan banyak kader mumpuni yang bisa menggantikan dan tidak kalah kualitasnya. Mengapa khawatir, toh Ganjar dulu juga tidak dikenal dengan baik di Jawa Tengah, toh bisa menggantikan Bibit Waluyo. Kembali saatya PDI-P berani tidak berlaku radikal dan membebaskan kadernya yang sedang mendapat sorotan untuk secara ksatria menghadapi peradilan. Bisa saja di pengadilan tidak terbukti dan bebas, kan belum ada peradilan khusus Ganjar. Namun label Ganjar tersangkut sangat kuat dan itu senjata telak untuk "lawan" melakukan manuver yang berbahaya.
Keberanian yang saya sendiri ragu akan dipilih dan dilakukan oleh PDI-P. Padahal saatnya untuk bebersih dan bebenah untuk menjadi partai yang bersih dan modern bisa dilakukan. Moment yang sangat tepat untuk menunjukkan jati diri sebenarnya.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H