Kesadara di era media sosial memang tidak gampang. Kesadaran oleh Antony de Mello salah satunya adanya prasyarat, bebas dari apa saja. Bebas termasuk dari keinginan untuk eksis. Dulu, dalam alam pikir dan pengalaman hidup Antony de Mello salah satu obsesi adalah tampil dalam surat khabar. Bisa saja pemberitaan atau minimal photolah. Memang kalau zaman kini, apalagi anak generasi milineal tidak akan segegap gempita demikian.
Apa yang menjadi porsi kehidupan bersama saat ini adalah eksis. Tidak heran orang memiliki berbagai media sosial untuk membuat mereka tetap terhubung (katanya), ada face book, instagram, line, path, twitter,dan berbagai media lain yang membantu orang untuk bisa "terhubung" dan selalu up date.Tidak mengherankan kalau mau makan bukan lagi doa yang utama, namun berphoto dan kemudian menayangkan dalam media sosialnya. Makan, bukan menikmati makannya, namun menantikan tanggapan dari para pengikut dan rekannya. Makanan kadang tidak habis malah, tidak tersentuh pun mungkin.
Media sosial, sosial berarti berteman, bersama dengan yang lain, bukan malah menjadi semakin individualis, menjadi semakin asyik dengan diri dan layarnya, diri dan rekan maya yang meskipun kenal belum tentu sama dengan apa yang sejatinya dirasakan, dipikirkan, dan mau dilakukan. Jarak membuat berbeda dan bisa bersikap bertolak belakang sekalipun.
Kesadaran memang menyaratkan bagaimana orang bisa bebas dari kepentingan diri. Apa yang menjadi orientasi adalah kepentingan yang lebih besar, apa yang menjadi fokus bukan diri namun pihak lain, bisa hidup bersama, alam lingkungan, dan bangsa dan negara. Kesadaran melepaskan apa yang menjadi kesenangan diri menjadi kesenangan lebih banyak orang. Namun ingat bukan soal menyenangkan orang lain yang akhirnya demi diri sendiri juga, tidak demikian. Apa yang menjadi rekam jejak sehingga bisa dilihat bahwa sudah makin mendekati bukan kepentingan diri sendiri.
Berani menyuarakan kebenaran dan keadilan. Ingat hal ini bukan soal semata pandangan politis, namun kebenaran dan keadilan universal. Tidak memihak karena adanya materi atau keuntungan pribadi yang didapatkan. Menyuarakan kebenaran bisa saja berisiko tidak akan mendapatkan apa-apa, malah bisa membahayakan kedudukan, bahkan hidup sendiri. Tidak akan khawatir dibully,dipersekusi,atau dikomentari buruk sekalipun. Semua itu tidak mengubah kebenaran hakiki yang diyakininya.
Fokus adalah isi, soal lain itu hanyalah bonus, tambahan.Bergiat dalam media sosial, soal tanggapan pribadi lain atau admin itu hanya bonus. Tanggapan baik tidak menaikan kualitas pribadi apalagi menjadi senang yang berlebihan. Kesenangan tidak menambah kualitas bukan? Hanya perasaan. Dan sebaliknya jika sepi dari pujian atau label bukan menjadi tujuan dan akan menambah semangat misalnya. Bagaimana isi atau contentitu bisa menjadi penggerakan perubahan, memberikan masukan, atau mengusik orang untuk berpikir. Tidak semata menyenangkan penguasa misalnya, atau admin agar menjadi ini dan itu. Hal-hal demikian bagi pribadi yang sudah dijiwai kesadaran adalah bukan yang utama.
Konsistensi.Pribadi yang penuh kesadaran memiliki konsistensi dalam keadaan apapun tidak kalah oleh keadaan. Ada orang yang kalau sepi atau tidak ada pujian malas, dan menjadi semangat ketika mendapat tanggapan yang baik. Konsistensi menjadi ciri baik pribadi yang sudah mencapai kesadaran. Tetap membuat status, membuat tulisan, menampilkan karya.
Berani melayangkan kritik dan juga meminta maaf jika salah.Hal yang jarang kita dengar, karena memang apa yang ada bukan pribadi yang adalah dalam kesadaran. Masih dalam posisi tidur dan melakukan kejahatan pun merasa benar. Tidur sehingga mengaku mengritik, padahal melakukan fitnah yang keji.
Media sosial itu sarana. Sarana selalu mengandung dua sisi, baik dan buruk, bagaimana bisa menafaatkan itu menjadi utama. Negatif ketika orang hanya fokus pada diri sendiri, namun ketika bisa mengatasi untuk diri sendiri itu, jelas artinya. Bagaimana orang menjadi asyik dengan diri sendiri, ngerumpimaya, berbagai maksiat, seperti kejahatan, keburukan orang lain, apalagi jika hal-hal yang berkaitan dengan pornografi yang begitu marak bagi banyak kalagan muda saat ini. mengapa demikian? Karena orang orientasinya pada diri sendiri, yang penting viral,walaupun itu hal yang buruk. Bagaimana seorang ibu geram anaknya melihat film dewasa, eh ternyata lebih miris ternyata aktor utamanya sang suami. Dan perilaku buruk itu direkam dan diedarkan.
Akhir-akhir ini, media sosial juga dimanfaatkan para pelaku politik yang abai akan norma, moral, dan perilaku etis. Mereka menyebarkan separo data dan setengah fakta dalam postingan mereka. Memang seolah-olah benar, sepertinya betul, namun di balik itu ada kebenaran yang disembunyikan. Ada sebagian kebenaran yang tidak dikatakan karena memang tujuannya untuk menebarkan fitnah, menaguk keuntungan sendiri.
Sisi yang berbeda, orang bisa menggunakan media sosial untuk melakukan kebaikan. Bagaimana menjadikan media sosial sebagai sarana memberikan pengajaran dan pembelajaran untuk menginspirasi, mengajak orang menjadi lebih baik, dan bisa menebarkan kesatuan. Pribadi yang lepas kepentingan akan lebih cenderung membagikan yang positif, berani menghadapi kenyataan seperti ditolak, bukan soal tenar semata. Keteguhannya di dalam menginspirasi tidak tergantung tanggapan dan pujian atau cemoohan sekalipun. Fokus pada apa yang ingin diraih.
Sumber: Awareness
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H