Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guru Seperti Apakah yang Mengesan?

27 November 2017   12:02 Diperbarui: 27 November 2017   12:08 813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Guru Seperti Apakah yang Mengesan?

Pas hari guru kemarin, tidak memiliki ide, selamat hari guru bagi rekan Kompasianer yang menyandang status guru, da rekan-rekan guru aktif yang masih bertekun dengan panggilannya. Sangat tidak mudah menjadi guru dan salut serta hormat saya kepada Anda semua.

Salah satu yang paling saya ingat sosok guru itu yang tegas, bahasa dewasa, kalau bahasa anak atau murid adalah galak. Galak bukan bahasa Palembang lho. Guru SMP saya sangat keras, setiap kesalahan akan mendapatkan hukuman. Karena beliau guru Bahasa Indonesia, setiap kesalahan menjawab atau membaca akan mendapatkan hukuman menulis ulang buku cetak dari A hingga G dengan beragam macam jenisnya sekian kali. Mulai  bacaan, membuat kalimat, mengartikan kata dan sebagainya.

Pas mengalami pengajaran almarhum tentu sangat stres, tegang, dan takut. Tidak heran kalau Bruder pengajar agama sekaligus pengurus yayasan menawarkan misa, kami memilih jam pelajaran Bahasa Indonesia yang dua jam. Beda keinginan rekan kelas sebelah yang tentu pengin hari yang berbeda. Bruder pasti tertawa dan misa bukan hari yang kami atau rekan kelas lain maui. Kalau ditaya bruder hanya tertawa terbahak saja, sedang kami jengkel banget tentunya. Guru muda yang tidak kenal baik beliau ini sering bertanya-tanya kalau kami memohon izin ke kamar kecil sesaat sebelum jam pelajaran Bahasa Indonesia. Tentu kami tidak ada yang mau ngompol tentunya.

Apa yang saya alami jauh lebih baik daripada "kekejaman" era tahun sebelum-sebelumnya. "Hukuman" yang diberikan jauh lebih "mengerikan".  Namun apa yang beliau ajarkan dan lakukan itu juah lebih mengena dan mengesan bagi saya.

Ketika menjadi guru yang hanya sekejap dan cukup lama melakukan pendampingan kaum muda yang identik dengan mengajar, ilmu tidak langsung Bapak Guru tersebut saya terapkan dan pakai. Pelajaran apa yang beliau berikan adalah yang terbaik buat murid bukan soal menyenangkabagi murid. Tentu banyak guru yang menyenangkan dan mengesan di dalam sepanjang pendidikan, namun kesan terdalam justru dalam pola keras ini. Memang tidak mudah di era kekinian dengan pendekatan yang sama. Beberapa waktu lalu dalam pendampingan sekolah di mana dulu menimba ilmu, guru yang memiliki pendekatan identik itu menyatakan yang sama. Sekarang tidak bisa lagi Mas Susi melakukan pendekatan seperti itu.

Tegas, sehingga anak didik menjadi fokus akan pelajaran tidak akan lepas untuk main-main atau tidak serius. Dulu belum ada smartphone apalagi sekarang godaan jauh lebih besar. Tegas tidak melakukan kekerasan tangan dan fisik lainnya tentu.

Biasanya tidak populer, guru yang tegas. Anak murid cenderung suka guru yang banyak guyon, menjaga ujian santai, dan siswa berpakaian sesukanya.  Hal ini sangat valid karena setiap kali saya tanya guru favorit merujuk pada guru-guru demikian dan alasan siswaa juga sama dengan uraian saya ini.  Saya sering mengatakan kalian tidak suka saya tidak masalah, namun suatu saat pasti kalian akan ingat yang saya ajarkan.Soal disiplin waktu, cara berpakaian, dan cara berkomunikasi saya sangat tegas menerapkan aturan.  Jika guru mengejar populer, disenangi siswa, biasanya akan jatuh pada kelemahan aturan.

Berwibawa, bukan jaim. Dekat dan akrab dengan siswa-siswi itu harus. Dengan demikian kegiatan belajar mengajar sangat cair. Canda tawa dalam kelas seiring sejalan dengan senyapnya kelas kalau dibutuhkan.  Inilah seni mengajar kadang bebas dan lepas, saatnya serius ya jalani dengan baik. sekaligus keteladanan, memberikan contoh baik perkataan atau perilaku.

Tahu batas. Pengalaman faktual, jangan sampai terjadi, rekan guru bisa tidur dengan siswinya. Sangat disayangkan karena  pendekatan untuk akrab dengan siswa ternyata berlebihan dan salah. Perhatian dan dekat tidak perlu sampai ke sana. Memang anak-anak kalau sudah dekat dengan gurunya bisa berabe. Guru yang memegang peran penting sehingga tidak menjadi masalah berkepanjangan.

Media sosial. Menarik dalam sebuah banner di gereja yang mengatakan media katanya sosial. Mengapa, media ini bisa benar menjadi media bersosialitas atau malah merusak sosialitas. Guru harus benar-benar bijak agar anak dekat namun tidak juga mempermalukan diri sendiri. Guru agar bijak dalam membuat pilihan misalnya menyukai, jangan sampai guru menyukai situs porno, atau membuat status yang memalukan, misalnya, tadi aku gagal mengelola kelas. Media bisa membangun namun bisa juga merusak. Status sebisanya juga jangan terlalu menggurui, apalagi kalau berteman dengan siswa sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun