Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi dan Subsidi Oh Subsidi

7 Oktober 2017   06:39 Diperbarui: 7 Oktober 2017   06:46 1671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jokowi dan Subsidi Oh Subsidi

Dua kejadian kejadian menarik dari tetangga dan hidup sehari-hari, sangat konkret, faktual, dan jelas keseharian banget. Apa yang terlihat, terdengar, dan terjadi, tidak mudah untuk diselesaikan karena cenderung sebentuk karakter khas bangsa ini. Soal kesetiaan konsensus dan pengakuan akan prestasi pihak lain. Ciri inlander yang masih melekat erat dalam benak anak bangsa yang sudah sekian puluh tahun merdeka. Tidak bisa menghargai pemimpin yang masih lekat dipandang sebagai penjajah atau penguasa tanpa melihat dengan jernih dan obyektif.

Kisah pertama, seorang bapak yang sudah purna dari sebuah BUMN, dengan kemampuan yang jelas bisa diperkirakan sendiri, walaupun bukan level menajemen, toh bisa diperkirakan level BUMN itu seperti apa. Kini memiliki toko besi, toko lho, bukan warung. Setiap ada kepentingan pembangunan fisik di dusun, jelas dari toko ini semua material dipasok. Apa yang terparkir di garasi adalah BMW yah bukan seri yang kekinian, lama juga, masih ada level mobil rakyat, ini sih baru, dan jelas L-300 bukaan sebagai angkutan barang bagi logistik toko materialnya. Selain itu tentu sepeda motor roda dua per kepala satu. Kalau bicara presiden jangan lagi ditanya ke mana arahnya. Eh pagi-pagi, eh ia menenteng tabung gas bersubsidi. Coba patut tidak? Apalagi jika bincang soal pemerintahan....

Kisah kedua. Pas di layatan tetaangga sebelah rumah. Susah masuk dalam pembicaraan, saya hanya di seberang bersama salah satu kerabat yang berduka bincang ringan. Kalangan sebelah itu, kepla dusun, ASN, pengusaha muda level biasa, dan tukang batu anak menangtunya tentara. Perbincangan soal pembangian sertifikat tanah yang akan diserahkan oleh presiden. Di sana ada pembicaraan soal jalan tol segala, coba artinya pembangunan siapa, toh arahnya pun Jokowi kampanye dengan menyerahkan sertifikat itu. Boleh berpikir soal itu, namun apa salah juga ide untuk sertifikasi tanah dengan jauh lebih mudah, murah, dan nyatakan cepat? Lihat mereka semua itu yang ikut secara langsung "kue pembangunan" lho, ASN, anaknya TNI, dan perangkat desa, serta yang berusaha dengan leluasa. Soal jalan tol bukan pembangunannya yang dicitrakan, namun mahalnya dan soal nontunainya.

Mudahnya Menemukan Semut di Seberang Lautan Bukan Gajah di Pelupuk Mata

Entah ini penyakit macam apa yang perlu disembuhkan dengan obat apa, ketika orang dengan mudah menemukan celah keburukan dan dibesar-besarkan. Ada padahal prestasi sebesar gunung pun tidak akan terlihat. Mirisnya lagi, hal ini akan jauh lebih parah karena kebiasaan membaca yang rendah disangatkan dengan budaya media sosial yang lagi-lagi jauh lebih minim data. Bisa saja data itu malah separo kebenaran separo opini bahkan data palsu.

Kritis dan Kritik itu Harus, tapi Benarkah Sudah Proporsional dan Solutif?

Ini penting karena bukan karena ketidaksukaan dan ketidaksetujuan semata, namun memberikan peluang jauh lebih baik. Kekurangan siapapun pemimpinnya itu jelas ada, tidak ada yang sempurna, namun bagaimana yang tidak sempurna itu dibenahi dan diselesaikan bukan malah diperparah karena ada sikap batin negatif tentunya.

Penyakit Tidak Suka yang Bisa Merusak Semua

Jika semua pemimpin yang tidak didukung sebagai "musuh" ya berabe semua. Tentu tidak harus demikian yang dijadikan acuan. Program yang baik berilah dukungan, yang buruk berilah masukan. Selama ini baik buruk semua jelek karena bukan dari yang didukung. Siapapun pemimpinnya mengalami hal ini. Dan ironisnya jauh lebih banyak orang yang memiliki corong itu elit dan yang bisa menguasa media massa ataupun media sosial. Rongrongan yang disukai dan sangat merusak sebenarnya.

Subsidi Maunya Baik namun Lepas karena Sikap Mental

Sikap mental memegang peran penting. Mirip dengan rokok yang dinista namun dicintanya. Pelacur yang dihujat toh dipeluknya, atau soal raskin atau rastra apapun namanya ujungnya sama saja. BBM pun tidak jauh beda, motor sport puluhan juta, eh tidak malu ngantre di pompa BBM bersubsidi. Ini soal sikap mental. Tidak usah jauh-jauh mau berbagi dengan konsep pajak tinggi, dengan sedikit saja mau membeli sesuai kemampuan selesai. Keadilan sosial itu dari sikap batin. Apalagi jika  bicara pajak dan sebagainya. Susah lagi. Tidak ada yang salah kog dengan subsidi, (padahal sosialis dan komunis dicaci maki....) namun karena sikap tamak dan rakus banyak pihak, negara terbebani. Semua presiden alami lho, gak usah sensi.

Sikap mental hanya bisa diselesaikan dengan pendidikan, baik formal, informal, atauun nonformal. Sinergi peran dari bangsa secara keseluruhan menjadi penting. Mengeluhkan tidak akan selesai, namun memberikan sebentuk pencerahan menjadi penting. Dimulai dari diri sendiri, orang terdekat, dan kemudian ke masyarakat yang sepanjang mampu. Apakah mudah, jelas tidak.

Tokoh masyarakat apapun levelnya sangat berperan mengubah peta sosiologis bangsa ini menjadi bangsa bermartabat, bukan bangsa jongos yang mudah merengek, mengeluh, bukan kelapakan namun karena tamak. Padahal kenyang namun merasa mau ngemil terus.

Kehendak baik, pemikiran baik, dan pilihan baik perlu diawali dari hati, bukan konsep apalagi hanya karena ketidaksukaan. Konsep yang tidak dimaknai kurang bernilai karena tidak menyeluruh. Pemaknaan memberikan kekuatan karena sudah memberikan penilaian moral yang lebih dalam dari sekadar pengetahuan semata.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun