Dewan lebih baik berkonsentrasi memperbaiki diri dengan kualitas ke dalam dulu. Jika ke dalam baik, pengawasan, anggaran, dan legeslasi tentu akan ikut menjadi baik. Mana bisa kalau lembagany bobrok meskipun meminta bangunan baru, mewah, dan megah, bisa membuat kualitas meningkat. Sama sekali tidak ada kaitannya. Beda jika yang dibenahi adalah orangnya, sistemnya, dan kinerjanya. Gedung itu bisa menjadi bonus atas prestasi. Ingat kualitas dulu baru omong bonus, tidak pernah bekerja eh malah minta ini itu dan sama sekali tidak wajar yang ada.
Minimal yang paling mudah adalah disiplin untuk hadir. Kehadiran sangat rendah dengan dalih kunjungan kerja atau kunjungan pemilih, preeeet bahasa abg.Mendua jelas dengan partai politik, meniga dengan masih bekerja sebagaimana awalnya, ada yang ngartis, ngemc, atau pengusaha, dan itu ironisnya menggunakan nama sebagau anggota dewan, akhirnya jelaslah korupsi, kolusi, dan nepotisme berlaku. Takut menolak untuk memberikan proyek pada perusahaan anggota atau pimpinan dewan, bisa berabe. Artinya tidak hadir dalam sidang itu karena sibuk urusan sendiri atau partai minimal.
Negara sudah menyatakan terorisme, narkoba, dan korupsi adalah kejahatan luar biasa, apa yang direaksi oleh dewan, mana penguatan UU dan sejenisnya untuk tidak bidang kejahatan yang masih juga marak itu. Khusus korupsi malah seolah-olah dewan menjegal setiap langkah yang au diambil KPK. Ada saja idenya dari yang legal hingga illegal. Dari yang serius hingga yang memalukan dilakukan. Â
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H