Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tidak Takut Teroris, Takut Komunis, dan Bangga Korupsi dan Jadi Koruptor

24 September 2017   20:54 Diperbarui: 24 September 2017   21:00 2212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak Takut Teroris, Takut Komunis, Bangga Korupsi dan Jadi Koruptor

Beberapa waktu lalu, presiden memberikan contoh dengan tindakan, datang ke pusat penyergapan teroris, dengan semboyan, KAMI TIDAK TAKUT. Gaung cukup berhasil dan menjadi pembicaraan apalagi era internet yang demikian cepat. Kemudian muncul gambar-gambar lucu soal itu. Ditopang keberadaan bakul kacang, bakul sate, di sana. Semua tidak takut, makan dengan santai, padahal belum tentu tidak ada bom lagi. Usai itu jauh mereda, tidak ada lagi pesta bom sebagaimana beberapa tahun lalu.

Setiap September, akhir-akhir ini kog ramai soal PKI. Entah mengapa dulu katanya ada soal minta maaf, kini soal film yang "wajib" tonton, dan entah ke depan apa lagi. Ada yang katanya waspada, ada yang mengatakan takut, dan banyak model gorengan lainnya. Tidak mengangetkan saat ada yang menerka dan mengaitkan hal ini berkaitan dengan presidennya yang sipil. Toh bukan hanya militer yang bersuara, sipil pun ikut nimbrung.

Korupsi yang maling anggaran, uang untuk beli beras saja dikemplang sehingga rakyat mendapatkan beras apek, busuk, dan remuk. Itu kalau ketahuan masih dibela mati-matian, sesuai prosedur, dan sejenisnya. Jembatan ambrol menyalahkan banjir bandang yang membuatnya hancur, padahal semennya dibawa pulang dan dipakai untuk bangunkan apartemen pacarnya. Pantes dokter salah buat diagnosis, karena sekolahnya bayar dan saat jadi dokter mau cari balikan modal. 

Alat-alat prakteknya sudah dijadikan bancaan para pejabat korup yang dielu-elukan saat kampanye karena mereka santun dalam bicara. Padahal sudah maling uang kampus, sekolah, dan semua proyek mereka jadikan bancakan.  Setiap saat, OTT KPK yang selalu saja mendapatkan tanggapan negatif dari para elit dengan berbangga diri sebagai pejabt ini dan itu. Mereka lupa sumpah jabatan mereka yang antikorupsi, namun membela koruptor dengan gegap gempita. 

Setiap sidang mendengar adzan pun langsung berhenti untuk sembahyang, namun bersidang untuk menggerogoti uang negara tanpa malu. Kata-kata dan salam keagamaan menjadi pembuka sidang dan pembicaraan namun isinya untuk bersama-sama menggarong uang bangsa dan negara tanpa malu. Apapun agamanya apapun kepercayaannya tidak ada yang berbeda. Sikap religius sekaligus maling yang sama. Keprihatinan sama sekali tidak ada, apalagi ketakutan. Sama sekali tidak menjadi ketakutan apalagi trauma. Padahal akibatnya sangat mengerikan. Karena merasa tidak apa-apa dikira memang demikian, padahal tidak.

Komunisme itu sangat menjadi momok karena dibenturkan dengan agama. Jika mau jernih dan jujur, komunisme dan ateis dua paham yang berbeda, memang ada negara yang dulu ingat dulu menggunakan ideologi komunis sekaligus ateis, namun tidak semua. Cek saja ke simbah andalan kalau tidak percaya, google,ada semua kog. Apalagi provokasi film G-30-S-PKI yang mengawali dengan perusakan Kitab Suci sangat cocok dengan "kebiasaan" bangsa ini yang paling mudah disulut mengenai agama dan keberadaanya. Jauh sebelum itupun, dalam tetralogi Bumi Manusia,Pramudya sudah mengisahkan masa kolonial, era 1800-an, Belanda sudah menggunakan pecah belah dengan menggunakan sentimen agama. Memang hal ini fiksi, namun toh pola pikir itu memang ada sejak dulu.

Ketakutan yang tercipta dan apakah berlebihan jika ada sangkaan sengaja diciptakan oleh sekelompok orang, pihak, atau pribadi yang berkepentingan dengan cara cap yang sangat lekat sekian tahun lamanya. Pihak yang pernah distempel dengan OT organisasi terlarang, jangan harap bisa menjadi pejabat, PNS saja tidak bisa termasuk keturunannya, apalagi tentara dan polisi. Jika sampai level simpatisan, akan dilarang menduduki level tertentu, jika guru tidak akan boleh menjadi kepala sekolah. Akhir 80-an dan awal 90-an ada program pensiun dini bagi yang terkena cap PKI atau tersangkut ini.

Belajar, membaca, atau berbicara mengenai komunisme atau Karl Mark sudah sangat takut dan dikatakan komunis. Buku-buku dilarang, dibredel, dan dipenjarakan penulisnya. Kejaksaan agung dulu menjadi algojo bagi pemikiran dalam bentuk buku demikian. Siapa yang berani jika demikian coba, akhirnya semua menjadi tidak tahu apa-apa komunisme itu, komunis sepanjang kata penguasa adalah benar. Ide dasar komunisme adalah pembebasan kelas dalam masyarakat. Kekayaan yang biasanya menjadi pembeda kelas dihapuskan dan harta menjadi milik bersama. Negara yang memegang kendali atas distribusi kekayaan warga negara. Semua akhirnya menjadi sama, tidak ada yang kaya dan miskin.

Nah apakah suasana itu bisa terciptanya komunis di sini dan saat ini? Kelihatannya kog sangat sulit. Di mana sih dunia ini yang masih hidup gagah  perkasa dengan komunismenya? Korea Utara saja bukan? Dan itu pun tidak menjanjikan. Artinya di dunia internasional saja sudah terasing. Mana bisa hidup kalau begitu.

Negara ini Pancasilais yang beragama. Coba jika Pancasilanya kuat mana mau menggantikan ideologi negaranya dengan yang model tidak tenar ini? Meskipun tidak mesti ateis, mereka juga cenderung tidak suka agama karena membuat orang terninabobokan maka ada istilah agama adalah candu masyarakat. bagaimana religiusitas kuat dinamai candu tidak marah. Apakah dengan mudah mengubah ideologi pribadi taat beragama dengan hanya membaca atau melihat komunisme saja? Ah tidak lah.

Keberanian melihat komunisme dengan jernih, obyektif, dan ilmiah akan sangat membantu. Emosional, ketakutan, dan kekhawatiran tanpa dasar sangat berbahaya. Iman dan agama menjadi penting untuk mengatasi politisasi komunisme.

Jadi ingat saat ada ibu muda dimarahi kakak karena si ibu muda menakut-nakuti anaknya akan diberitahukan gurunya karena memanjat pagar. Kakak yang seorang guru dan anak guru langsung menegur, "Mbak, bocah enom, ndhidhik anak kaya zaman kuno, diweden-wedeni guru, nek sekolah wedi guru, anakmu dadi bodho..." Mbak, kamu itu anak muda, mendidik anak ditakut-takuti guru, kalau sekolah dan takut guru anakmu menjadi bodoh. Budaya cari mudahnya anak ditakut-takuti guru, polisi, hantu, dan sebagainya ternyata efektif bahkan bagi bangsa dengan ratusan juta penduduk sekian lamanya.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun