Korban dan Pelaku Sama-sama Menderita, Ironisnya Hampir Identik Pelaku dan Korban
Hampir semua pelaku adalah sekaligus korban. Tidak perlu mencari siapa paling parah atau paling salah, namun dengan jujur mengakui perah berlaku tidak adil dan bersama-sama mengakui kesalahan dan kebenaran pihak lain sebagaimana apa yang dirasakan. Kerendahan hati, keterbukaan, dan kesediaan menerima diri salah dan orang atau pihak lain juga memiliki kebenaran akan membuat semua bisa menjadi lebih baik. Rekonsiliasi, bukan pemaksaan kehendak satu pihak benar dan pihak lain pasti salah.
Orde Baru memang memanfaatkan dengan sangat masif, namun menuding itu juga masalah baru. Perlu sikap dewasa, bijaksana, dan mengendurkan ego pribadi agar makin terbuka hati dan budinya untuk tidak menuntut pihak lain. Permintaan maaf  dari siapa dan untuk siapa, ini lucu juga. Kalau mau jujur semua tahu kog siapa saja pelaku dan korban di '65 itu. Dengan mudah orang menuding siapa dan bisa langsung binasa. Tentu '65 itu hanya puncak, dan sesudah serta sebelumnya ada friksi luar biasa dalam banyak golongan dan kelompok.
Politik apalagi dihuni politisi busuk tidak layak menyelesaikan peristiwa ini. Sikap mental dan hidup beragama di bangsa ini sebenarnya harapan besar untuk bisa terbuka dari hati ke hati untuk menyelesaikan kasus ini. Generasi kedua, anak-anak dari  korban dan "pelaku" masih ada. Kesaksian pribadi jauh lebih penting daripada data mati berupa kertas apalagi jika hanya merujuk katanya-katanya saja.
Salam
Inspirasi:
Kekerasan Budaya pasca 1965
Suara di Balik Prahara, Berbagi Narasi tentang Tragedi '65
Revolusi dari Secangkir Kopi
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H