Presiden ketujuh ini memang keras kepala seperti ungkapan seorang pejabat yang merasa mendapatkan tentangan kala melakukan aktivitas model lamanya. Keras kepala yang bagi banyak pihak merugikan. Pilihan untuk bangsa yang banyak menghadapi masalah memang bisa dipahami. Kadang tangan besi pun bisa dipilih jika menghadapi bangsa "liar, bar-bar, dan seenaknya sendiri" seperti ini. Motivasi dan kepentingan kekeraskepalaan menjadi pembeda, keras kepala demi kepentingan sendiri dan kelompok atau demi bangsa dan negara.
Keras Kepala dalam Memilih Menteri
Hal yang paling menggelikan bagi banyak pihak bagaimana memilih menteri yang "hanya" lulusan SMP. Bagaimana tidak, banyak doktor yang ngantre untuk mendaftar eh malah memilih yang "bakul" ikan. Namun pilihannya tidak salah dan bahkan menjadi perbincangan dunia saat bisa membuat Thailand, Vietnam, Philipina, bahkan China gigit jari karena pabrik ikan mereka yang panen dari lautan Indonesia mati kutu. Mereka tidak bisa lagi panen dengan leluasa di laut RI. Tidak heran banyak yang marah dan mengatakan menghambat investasi, merugikan nelayan, dan sejenisnya.
Keras Kepala Berani-Beraninya Membubarkan Mafia Minyak
Mafia minyak yang biasa ongkang-ongkang sekian puluh tahun dengan bergelimang dolar dari selisih harga minyak yang mereka main-mainkan. Dengan ngawur dan keras kepala dibubarkan. Siapa tidak tahu Petral yang malang melintang, mengatakan rugi mengekplorasi sumur sendiri, lebih baik impor, kasihan rakyat kecil subsidi saja, semua bahagia, semua senang, rakyat dikadali dengan yang namanya subsidi padahal memberikan subsidi pada mereka.Â
Coba berapa saja yang marah dan meradang dengan pilihan gila ini, membubarkan mafia lho. Mereka tidak akan pernah kerja sendirian, pasti banyak aliran dolar ke rekening petinggi-petinggi negeri, dan tiba-tiba mampet. Pastilah jadi stroke,saat aliran tidak lancar. Lahirlah tudingan ini dan itu, dan itu karena hanya ingin alirannya tidak tersumbat.
Keras Kepala BBM Harganya Bisa Naik Turun
Ini juga hal yang tabu di masa-masa lalu. Bagaimana harga BBM seperti seksualitas, tabu dibicarakan dan naik turun, eh dengan ngawur dijadikanlah model baru dan bisa. Berkaitan juga dengan menyabut subsidi BBM dan listrik karena memang banyak salah sasaran dan orang kaya dan super kaya pun mendapatkan subsidi yang sama. Keadilan macam apa jika demikian? Dan dengan keras kepalalah semua bisa dilakukan. Pihak yang biasa mendapatkan keuntungan meradang dan membuat gerakan dan pernyataan aneh-aneh.
Keras Kepala Membubarkan Gerakan Radikalis dan Antipancasila
Lha memang gerakan ini baru lahir? Atau mereka berani menyatakan diri dengan lantang memang bukan baru laki ini kan. Coba didiamkan saja kan tidak akan dikatakan otoriter, pemerintah totaliter, dan semua bisa berjalan dengan semestinya. Negara jadi taruhannya. Tumbal kadang diperlukan dalam sebuah perjuangan. Dan Pak Jokowi mau mengambil risiko itu. Bagaimana tidak, ketika urusan dengan ormas, bisa digoreng ke agama, diktator, otoriter, dan sebagainya. Coba diam saja seperti yang lampau, mereka bisa bersukaria, nama tetap baik tidak dituduh otoriter lagi. Inilah pilihan yang dipilih demi negara dan bangsa
Otoriter dan Tegas itu Beda Tipis
Pembedanya hanya pada motivasi. Bagaimana orang bisa membaca motivasi, hanya Tuhan dan diri mereka sendiri yang tahu. Rekam jejak banyak membantu untuk memperkirakan ke arah mana kepentingannya. Apakah mau represif untuk kekuasaan itu sendiri atau demi kepentingan yang lebih besar yaitu bangsa dan negara.Â
Ini pembeda yang sangat penting dan menentukan. Kepentingan sebelah atau pihak "oposisi" atau yang tidak senang tetap saja banyak dan tidak bisa dinafikan pasti akan negatif. Jadi ingat kata seorang teman, perbuatan level dewa sekalipun jika namanya sentimen jangan harap benar. Dan model demikian jauh lebih banyak di budaya timur seperti Indonesia ini.
Konsistensi  Membuktikan Kualitas
Orang atau pemimpin yang konsisten dalam hal mana itu yang kembali menjadi bukti antara tegas dan otoriter itu. Jika motivasinya hanya untuk mempertahankan kekuasaan, jelas akan terlihat. Apa yang diurusi adalah yang berkaitan dengan kursi dan yang melingkupinya. Soal bangsa dan negara bisa nanti dulu. Popularitas demi menang atas nama demokrasi menjadi andalan. Prestasi semata wacana dan ide semata. Mau ada huru hara sepanjang tidak membahayakan kekuasaannya, akan nyaman-nyaman saja. Â Tidak perlu susah-susah mencari contoh karena toh pemerintah kita banyak memberikan contoh dan fakta yang sangat nyata akan hal itu.
Konsekuensi atas Pilihan
Memang tidak mudah membangun di antara reruntuhan. Lebih enak membangun yang baru. Atas nama euforia demokrasi, kini menjadi seolah liar tanpa aturan. Lebih dari sepuluh tahun sebenarnya sudah mulai menyadari keperluan untuk membangun bukan lagi seenaknya. Susahnya para elit dan politikus petualang dan bandit demokrasi itu enggan bebenah karena zona nyaman mereka sudah mengenyangkan. Mau diubah jelas reaksinya berlebihan. Siapa saja mereka bisa kita ketahui dengan baik siapa saja.
Salam
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI