Tabiat kita masih berkisar pada ranah legalis,sepanjang tidak melanggar hukum masih berani, padahal sering melanggar norma dan kadang etis pun masih bisa melenggang kangkung. Kedua proseduralis,sepanjang masih sesuai dengan prosedur, soal prosedur ini benar atau salah, tidak menjadi pertimbangan. Hal ini sering terdengar juga dalam hal korupsi dan perilaku menyimpang lainnya. Semua itu  masih kurang, jika belum dipenuhi dengan yang namanya etik. Etis, tidak mesti diatur dalam pasal-pasal, atau prosedur, namun berdasar nurani dan kepentingan universal. Sepakat bahwa faktor ekonomi tidak bisa dikesampingkan, sehingga yang penting menarik. Boleh-boleh saja menarik, namun jangan abai akan ranah etis ini.
Pembaca Belajar Rasional, Kurangi Emosional
Penipuan, hoax,dan sejenisnya mudah tumbuh  karena sikap bangsa ini yang jauh dari rasional. Emosional, kata orang, lebih kuat. Bagaimana bisa Taat Pribadi melegenda jika rasional hidup. demikian juga mau berangkat umroh denga beaya murah mana bisa jika berhitung dengan cermat. Tidak salah emosional, namun jangan lupa yang rasional tetap dijaga. Jualan emosional itu pasti ada yang ditutup-tutupi. Media sosial tempat yang sangat cocok untuk hal ini.  Rasional itu perlu data dan fakta yang banyak. Padahal media sosial menyajikan data dan fakta yang singkat. Klop jadinya.
Cek Kembali
Menjadi penting di era media sosial sering sebagai rujukan, perlu mengadakan pengecekan kembali. Cari pembanding di media lain, bisa saja berbeda. Ini menjadi berbahaya ternyata ada kepentingan yang berbeda bisa menyajikan hal yang berlainan.
Melek media dan pewarta atau pegiat media memegang tanggung jawab yang sama. Integritas dan etik tidak boleh diabaikan atas nama kebebasan mengemukakan pendapat. Sebebas-bebasnya pendapat tetap saja ada batasan yang tidak boleh dilampaui.
Salam Â