Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dana Parpol Naik 10 Kali Lipat, Positif dan Negatifnya

29 Agustus 2017   10:49 Diperbarui: 29 Agustus 2017   21:43 869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dana Parpol Naik 10 Kali Lipat, Positif dan Negatifnya

Pemerintah sudah memberikan lampu hijau dana parpol naik sepuluh kali lipat, tidak akan bertele-tele, apalagi walk outsegala dewan. Pasti akan disetujui dengan amat bulat, tanpa catatan apalagi penolakan. Apakah sepuluh kali lipat dana ini bermanfaat bagi tumbuh kembang demokrasi di Indonesia. Patut ditunggu, namun melihat sepak terjang, rekam jejak, dan tabiat politikus di sini, pesimisme jauh lebih kuat, daripada harapan.

Beberapa hal yang patut disimak dan dilihat bersama

Penyelesaian Masalah dengan Potensial Persoalan Baru

Jika alasan yang mendasari adalah soal tabiat maling partai politik dan politikus, penambahan dana partai politik tidak akan berpengaruh. Apa sudah lupa bagaimana remunerasi penegak hukum, apakah perilaku penegak hukum berubah? Iya berubah gaya hidup. maling tetap saja merajalela. Demikian juga remunerasi kemenkeu. Nyatanya malah marak Gayus dan kawan-kawan. Sertifikasi guru? Berkembang tidak pendidikan? Sama saja. Artinya dana partai politik tidak akan mengubah salah satu penyakit maling.  Justru potensi maling itu bergeser, bukan maling anggaran, namun saling sikut untuk menguasai partai. Harapan bersih minimal mengurangi korupsi, pesimis.

ATM dari BUMN Mampet

Suka atau tidak, partai politik mengandalkan kadernya yang ada di dewan, BUMN, dan kementrian. Meskipun belum pernah ada penelitian ataupun data soal ini, sama juga dengan maaf, kentut, baunya jelas menyengat, membuktikannya sulit. Mengapa demikian, semua saling tutup mulut demi kepentingan masing-masing. Bukti tidak langsung sebenarnya sangat banyak. Bagaimana tidak ketika OTT ataupun terbukti korupsi toh mereka bersama-sama kog, ada BUMN, dewan, atau epjabat yang berafiliasi ke partai politik. Memang tidak langsung dan pasti ke partai politik, namun ke mana uang itu?  Kini makin  susah mencari ATM suka atau tidak, membuka celah baru melalui dana parpol. Lebih sahih dikitlah.

Parpol dan Imbal  Baliknya

Jika penyertaan modal itu jelas dimaksudkan untuk pemasukan negara, entah kalau parpol seperti apa yang diharapkan. Nyatanya selalu saja tersangkut kasus korupsi. Persepsi kepercayaan kepada parpol dan dewan sebagai representasi parpol juga masih sangat buruk.  Imbal balik seperti pendidikan politik, pelaku politik tidak menjadi agen korupsi, dan kaderisasi semakin baik juga masih perlu banyak waktu, melihat reputasi mereka yang memang sangat buruk. Tentu keuntungan ngera tidak dalam bentuk materi sebagaimana BUMN, namun kecerdasan, kemajuan parpol dan kaderisasi yang menjanjikan.

Dana Parpol dan Keberadaan Parpol

Mengapa parpol seolah tergantung  pada negara, padahal kontribusi bbagi negara juga sangat minim. Selama ini lebih banyak kurang manfaat dalam kehidupan partai politik dna politikus daripada bantuan mereka. Lihat saja prestasi minim, ide-ide ngawur, pengawasan yang sangat lemah, main anggaran, dan partai politik seolah tidak berdaya, paling jauh adalah memecat mereka, padahal apakah parpol benar-benar bersih, tidak mendapatkan kucuran dari pelaku maling tersebut?

Tabiat, mental, bahkan budaya korup. Hal ini bukan soal dana minim, namun mentalitas. Lihat saja absensi yang banyak bolong di kantor dewan. Gaji sangat tinggi, toh tidak menjadikan mereka rajin bekerja di dewan. Malah dalih katanya datang ke konstituen,  padahal kan ada waktu khusus untuk sidang dan ke daerah pemilihan. Malas. Jangan salah mengartikan korupsi hanya pada ranah uang dan anggaran saja, namun waktu dan kinerja buruk juga korupsi dalam arti luas.

Minim Prestasi Kaya Kontroversi

Mengatakan pengawasan namun intinya justru menekan. Apa beda preman dengan dewan jika demikian?  belum lagi rutin meminta adanya gedung baru. Setiap awal Agustus dewan hanya ribut soal  gedung baru. Padahal selama ini jelas tidak ada prestasi yang mereka berikan, pembahasan UU hanya masih jauh dari janji sendiri.

Kaderisasi Asal Comot

Selama ini  apapun jabatannya, anggota dewan, menteri, atau pesohot lain kalau ada pilkada akan dibajak karena tenar. Mereka miskin inovasi untuk menghasilkan kader terbaik dari proses berdinamikan di dalam partai politik. Kemampuan menyomot jauh lebih mengemuka partai politik daripada menghasilkan kader terbaik sendiri.  Berapapun banyaknya partai politik, sama saja.

Pembatasan Partai Politik

Partai politik banyak masalah daripada manfaatnya. Banyaknya parpol bukan jaminan makin baiknya demokrasi di Indonesia. Pembatasan partai politik akan sulit melihat dana yang menggiurkan di depan mata. Makin sulit karena kepentingan orang-orang yang ingin ikut nyaman dalam bergelimang uang atas nama dana parpol.

Pengawasan yang Masih Lemah

Kelemahan baik BPK, atau penegak hukum lainnya.  bagaimana tidak penyelenggara negara saja masih banyak maling dan bolong, apalagi ini partai politik yang bisa saja berlaku semau-maunya. Entah bagaimana mekanismenya untuk memperbaiki keadaan ini. Apalagi jika pengawasnya dewan, sama juga paedophil diminta merawat anak-anak. Apakah penegak hukum cukup mampu mengawasi dan menindak pelaku-pelaku curang apalagi partai politik.

Penegakan hukum, pendidikan karakter, dan pemahaman agama bukan sekadar pengetahuan sangat mendesak. Dana besar bukan jaminan perubahan sikap. Ini bukan masalah dana kecil, namun karena mentalitas tamak yang tidak pernah merasa puas dan cukup.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun