Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Radikalis di Kampung dan Kalangan Remaja

1 Agustus 2017   10:12 Diperbarui: 2 Agustus 2017   00:59 1143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keponakan mendapatkan undangan untuk rapat kaum muda Rukun Tetangga. Kepentingan untuk membahas agustusan. Catatan di bawah undangan, semua wajib hadir, jika tidak akan didenda sekian rupiah. Baik juga ini modelnya, memaksa anak muda untuk guyub,dan terlibat.

Dalam pembentukan panitia, ada yang mengusulkan cewek menjadi ketua, salah satu remaja yang memimpi rapat mengatakan pasti Mas X akan menolak, karena perempuan tidak boleh memimpin. Keponakan yang merasa tahu diri sebagai Katolik diam saja. Ada anak lain yang berbeda pendapat ternyata, ini bukan memimpin ibadah tapi memimpin organisasi atau kegiatan, tidak ada kaitannya dengan jenis kelamin. Si pimpinan rapat bersikukuh bahwa si Mas X pasti tidak berkenan. Menariknya Mas X ini bukan remaja, bapak-bapak malah.

Radikalis sudah sampai sejauh itu

Sama sekali saya tidak mengira sudah sekian jauh merasuk, bahkan desa-desa sekalipun. Di sini pesantren ada lima memang dan Aswaja menjadi pioner. Tetapi toh tampil juga model pendapat demikian. jika perempuan tidak boleh memimpin, salah juga Bu Khofifah, Bu Risma, Bu Susi  dan kawan-kawan. Keponakan yang perempuan itu juga mengatakan kepada saya, buat apa Ibu Kartini jika demikian? Ini setingkat RT lho, artinya mereka sudah sangat dalam masuk dalam masyarakat. paling bawah sudah bisa mereka kuasai.

Ciri Pokoknya.

Selalu terjadi sikap pokoke, bukan dasar atas logika, atau kalau agama juga dalil agama, namun pokoke, bukan jawaban yang bisa didiskusikan, namun mematikan. Hal ini sangat menarik bagi kalangan radikalis yang masuk dalam budaya Jawa yang sangat toleran dan mencari keseimbangan, konsep mandala di mana lebih baik mengalah dari pada ribut. Momentum budaya yang sangat nyaman bagi mereka.

Tertutup pintu diskusi dan mengedepankan ngotot pokoke dan kuat

Ciri lainnya menutup diskusi karena tidak mampu menjawab dengan semestinya. Bahaya karena mereka ini tidak tahu dengan baik apa itu esensi. Hal ini sangat berbahaya karena dikelabui orang yang memiliki kepentingan.  Ada yang berkelahi tanpa tahu masalah dan ada pihak yang mengambil keuntungan di sisi lain. model kinerja iblis yang mengintai di tempat gelap, ada orang ertikai mereka yang mendapatkan untung? Siapa mereka tentu banyak yang paham.

Remaja, Muda Awal sudah radikal, bagaimana ke depannya?

Miris mendengarnya, di samping rumah sudah ada model demikian. Pemaksaan kehendak oleh pihak lain, di dalam organisasi, apa ini bangsa Pancasila?  Di mana musyawarah jika selalu saja pokoke, dan itu remaja lho. Masa depan bangsa sudah ada di ujung da tepi jurang, apa masih tetap diam saja?

Tentu ini bukan bicara soal dogma agama, bicara mengenai hidup bersama sebagai masyarakat berbagsa, Pancasila lagi. Jika Pancasila sebagai dasar negara artinya, apa yang boleh dalam Pancasila boleh juga bagi seluruh warga negara. Peraturan agama tentu tidak akan ada yang bertentangan dengan Pancasila sepanjang dihayati dengan benar bukan demi kepentingan kelompok semata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun