Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Lucu, Ironis, dan Legalitas UU Pemilu

21 Juli 2017   11:19 Diperbarui: 21 Juli 2017   15:55 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 Empat, pemborosan anggaran negara untuk membeayai parpol dan anggota dewan yang kerjanya hanya memikirkan kepentingan diri dan kelomoknya, sedangkan anggaran negara merupakan hak seluruh rakyat. Mereka teriak-teriak soal pembangunan infrastruktur, eh mereka sendiri malah menghambur-hamburkan uang untuk mereka sendiri, tidak penting lagi.

Revolusi mental mendesak pertama-tama untuk anggota dewan agar mereka merasa malu dan tahu diri.Malu kalau mereka selama ini merongrong negara paling besar secara resmi lagi. Tahu diri kalau mereka minim prestasi selain gontok-gontokan soal uang saja.

Pangkas ekonomi beaya tinggi untuk politik. Selama ini hanya uang yang mengantar mereka menjadi anggota dewan bukan kinerja dan kaderisasi yang baik. Kemauan mereka untuk memperkembangkan diri perlu dikembangkan. Jenjang kepartaian bisa dipangkas dengan uang yang membuat anggota dewan sangat rendah kualitasnya.

Penyederhanaan parpol. Banyaknya partai  politik tidak membuat bangsa menjadi lebih baik. Demokrasi akal-akalan yang lebih dominan. Menjadikan partai tiga hingga lima jauh lebih baik daripada banyak-banyak tidak berguna seperti ini. Tidak perlu takut dikatakan antidemokrasi oleh orang yang hanyaa berkedok demokrasi itu.

Hukum partai maling dan tidak mengingat bangsa dan negara. Mental pelupa dan mudah memaafkan sering dimanfaatkan petualang politik untuk menangguk kepentingan dan keuntungan mereka sendiri. Selama ini, begitu pemilu uang beredar, yang dulu dihujat pun masih bisa melenggang gilang gemilang.

Penyelenggara pemilu perlu tegas untuk mengadakan penegakan peraturan untuk meminggirkan politikus busuk, partai busuk untuk tidak bisa kembali berkompetisi. Selama ini penyelenggara pemilu masih takut dengan intimidasi dari politikus busuk. Apa yang terjadi? Ya kualitas demokrasi hingar bingar tanpa isi ini.

Ternyata agama masih semata ritual, upacara, ucapan, pakaian, belum menjadi gaya hidup dan pedoman hidup. Melanggar aturan agama dengan memfitnah dan membela yang salahpun tidak merasa bersalah. Apakah ini orang beragama yang taat?

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun