Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bandara, Arogansi, dan Tabiat Pesohor Negeri

7 Juli 2017   05:45 Diperbarui: 8 Juli 2017   01:08 1097
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang ditampilkan di depan publik, di ranah umum, adalah cerminan bangsa ini. sangat memalukan. Menyelesaikan masalah dengan kekerasan hanya karena tersinggung. Merasa kaya, pejabat lagi, harusnya malu, ternyata masih barbar.

Lalin parah dan payah. Bagaimana jalanan di Indonesia, menampakkan kualitas bangsa ini. main serobot, balik arah seenaknya, menentang arus, umpatan dan gertakan, bukan hal yang luar biasa. Dalih pembenar karena panas, capek, dan sejenisnya membuat tidak beranjak menjadi baik.

Hukum bisaa seenak udele. Hal ini jamak terjadi. Kepastian hukum  tidak ada. Atas nama demokrasi bisa seenaknya sendiri. Merasa kaya dan pejabat bisa membeli hukum dan mengatur hukum. Gambaran buruk yang ditampilkan ke dunia internasional.

Adiliuhung itu mana?

Sikap saling menekan, saling menindas, saling mengeroyok, menggambarkan menggejala hari-hari ini. kebanggaan sebagai bangsa yang adiluhung itu masih jauh ari harapan, bahkan malah makin menjauh. Sikap menghargai dan menghormati sesama malah makin jauh dan seolah bukan bagian bangsa besar ini.

Agama dan Pendidikan mana?

Mana coba pendidikan bangsa yang dibanggakan itu, ketika dengan mudah bahasa kebun binatang, tangan melayang karena tersinggung, umpatan dan hujatan berseliweran. Orang berpendidikan dan beragama tentu tidak demikian. Itu hanya perilaku biadab, atau tidak beradab. Orang berpendidikan dan beragama akan mengedepankan solusi, pemikaran, perasaan, bukan kekerasan dan emosi tak terkendali. Apa beda dengan hewan yang tidak punya akal budi?

Penegakan hukum mendesak

Penyelesaian sepihak, mengalah, minta maaf, merasa tersinggung, tidak pantas, itu semua subyektif. Maaf, pengampunan, dan rekonsiliasi bukan meniadakan masalah apalagi jika itu adalah melanggar hukum. Selama ini selalu saja yang menjadi korban, pihak yang lemah, "dipaksa" untuk memaafkan, berdamai, dengan berbagai jalan. Hal ini harus diakhiri agar tidak menjadi kebiasaan yang makin merajalela.

Mental lari dari tanggung jawab semata prosedur. Dalih emosi, minta maaf, dan berjanji ini itu, semua usai.  Hal ini perlu diubah, berikan pula hukuman di tempat kerja, bukan malah promosi dan seolah tidak ada apa-apa.  Hal ini sangat parah karena orang terutama pejabat telah mati hati nuraninya.

Ciptakan budaya malu, bukan budaya takut dan berani. Malu melanggar hukum, malu jika menyakiti orang lain, malu jika berbaut curang. Selama ini semua itu tidak ada dalam benak pejabat dan elit bangsa ini. perkuat urat malu bagi pesohor negeri ini, siapapun mereka, rakyat sudah banyak prihatin, masih saja ditindas karena tidak punya malu elit bangsa ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun