Cicak vs Buaya Berseri, Kini, Cicak vs Kura-Kura
Secara biologis, rantai makanan memang telah menjadi sebuah siklus yang tidak bisa diabaikan. Keberadaaan cicak untuk memangsa lalat, nyamuk, dan serangga lebih kecil. Cicak siap disantai ular kecil, paling benter juga tokek, kalau buaya, paling hanya jadi slilit. Hampir tidak mungkin, bagaimana tidak, karena energi buaya untuk mendapatkan cicak tentu tidak efektif dan efisien, alias rugi. Artinya, analoginya, hanya soal kesombongan semata.
Berbeda jika cicak vs kura-kura, karena salah tempat saja cicak bisa tersergap kura-kura atau intervensi pihak lain, misalnya, kura-kura yang dipelihara, dicarikan cicak dan dimasukan ke kolah, hap, dilahaplah si cicak. Sangat kecil kemungkinan kura-kura menangkap cicak. Beda kalau kura-kura menangkap kadal masih lumayan.
Politik hewan di Indonesia memang luar biasa banyak, ada kuda, kebo, cicak, buaya, sapi, dan entah apalagi nanti. Paling heboh tentu soal cicak vs buaya yang berseri itu. Ada dua puncak, cicak buaya 1 dan 2, sedang 1a tidak begitu besar. Hari-hari ini, si cicak sedang diincar kura-kura.
Cicak vs buaya 1
Kisah heroik, merasa lebih tahu, lebih besar, dan pihak lain hanya sekuku item, saat Kabareskrim, Komjend Susno Duaji, marah besar karena merasa disadap oleh, si cicak, yang ia ajari untuk menjadi besar dan pinter. Kesombongan kelembagaan menjadi lebih dominan. Ujung dari itu semua adalah dua pimpinan KPK ditahan dengan dugaan menerima suap dengan bukti rekaman pada kasus lain. heboh, panas, dan berlarut-larut. Maling bergirang yang mau menindak berkelahi.
Cicak vs Buaya 1a,
Hal ini tidak begitu besar, karena soal KPK yang menyatakan petinggi Polri diduga main anggaran dalam salah satu sistem yang au dikembangkan. Balasannya adalah penyidik dari Polri juga mau diperiksa, karena pas bekerja di buaya pernah membuat masalah. sedikit saja ramainya dengan mau menarik personel yang ada di KPK. Tidak lama dan besar karena hanya melibatkan bintang dua. Para maling sudah senyum-senyum, eh gak jadi tawa guling-guling karena reda.
Cicak vs Buaya 2
Besar banget, heboh banget, karena dua pimpinan KPK ditangkap, satu seperti film-film saja, karena di jalanan, pagi hari pas mengantar anak sekolah dan lebih dramatis, bersarung. Luar biasa cicak yang satu ini. Heboh ini karena buntut dari salah satu petinggi polisi bintang tiga, dan kandidat bintang empat terkuat eh dijadikan tersangka. Â Ramailah dunia persilatan, para maling berbahagia bersama karena KPK praktis berhenti beberapa saat.Lebih sibuk membela diri dan kelembagaannya yang mau diobok-obok. Unsur politis dari kedua belah pihak kuat juga.
Cicak Vs Kura-Kura
Menarik hal ini, sering terjadi namun tidak seheboh kalau bertikai dengan buaya. Mengapa demikian? Kuasa kura-kura tidak besar karena tidak bisa menyatakan petugas KPK sebagai pelaku kriminal. Heboh sebenarnya sering namun tidak melibatkan institusi karena ada 10 fraksi ada 560 kepala yang bisa saja berbeda dan bertolak belakang satu sama lain.
Beda Buaya dan Kura-Kura
Pertama, kuasa kura-kura tidak sebesar buaya dalam arti membuat tersudutnya cicak. Paling ancam ini itu, pun bisa dimentahkan oleh sesama kura-kura atau big boss kura-kura atau bos kecil dan menengah mereka.
Kedua, angkatan di kepolisian jauh lebih fanatis dan militan. Dewan demikian juga kejaksaan tidak memiliki ini. Susah berkaitan polisi itu sebagai pribadi, akan mudah ditarik menjadi kelembagaan dan kemudian angkatan ikut atas nama solidaritas. Mana ada dewan atau kejaksaan yang demikian. petinggi polisi minimal tiga tahun bersama.
Ketiga, hirarkhis, birokratis, dan komando sangat kuat, maka apa yang menimpa petinggi akan direspons dengan cepat oleh bawahan, bahkan pelaku kriminal sekalipun. Hal ini yang sangat berbahaya. Benar salah adalah korp sepakat, namun petinggi atau bagian dari petinggi salah ya salah.
Keempat, pembelaan korp atau lembaga di kepolisian jelas, di dewan, parpol beda kepentingan berbeda, biar saja mereka menderita. Tidak satu kesatuan sebagai dewan, parpol lebih kuat.
Kelima, dewan berkaitan dengan kompetisi dalam pemilu, mau tidak mau, kampanye buruk biar saja, malah bisa memetik keuntungan di sana. Hal ini mau tidak mau tetap saja kuat.
Kebanggaan korp atau lembaga itu tidak salah, bahkan harus. Namun pelaku atau pejabat di lembaga itu salah, jelas parameternya, bukan pembelaan kolega namun hukum dan undang-undang yang berlaku. Selama ini sikap tersebut kurang tercermin di setiap lembaga dan petinggi negeri ini. Demi keuntungan dan keamanan sendiri, melibatkan dan menarik-narik lembaga agar membela dan membebaskan. Kekacauan di bangsa ini adalah hal ini. Kesalahan pribadi, toh uangnya juga dinikmarti sendiri dan kelompoknya sendiri kog, mengapa harus melibatkan lembaga.
Lembaga tidak bisa salah, sepakat dan benar, namun pejabat di lembaga itu bisa salah dan itu bukan secara kelembagaan salah, apalagi jika itu kriminal. Hal ini tentu yang perlu dikembangkan dan menjadi kesadaran para pejabat di negeri ini.
Salam
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI