Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mendesak Dibentuknya Dewan Islah/Rekonsiliasi Nasional, Menjawab Ide Rizieq dan Sandy

20 Juni 2017   07:31 Diperbarui: 20 Juni 2017   17:37 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mendesak Dibentuknya Dewan Islah-Rekonsiliasi Nasional, Menjawab Ide Rizieq Shihab dan Sandiaga Uno

Pagi-pagi yang dingin di musim pancaroba diskusi dengan rekan Kompasianer Ronnald Wan, diberi ide tulisan soal Dewan Nasional untuk Islah/Rekonsiliasi. Jadi ingat beberapa waktu lalu kalau tidak salah Sanddi sebagai wagub terpilih Jakarta menyatakan kalau rezim Jokowi tidak memberikan tempat bagi kelompok Prabowo dan pendukungnya. Kemudian ada ide dari Rizieq Shihab soal ada dewan rekonsiliasi dengan pemerintah, yang menunjuk Yusril Ihza Mahendra.

Dalam sepak bola modern, apalagi pemain level mega bintang, susah untuk diganti. Pelatih sering kewalahan, padahal dari sisi lapangan, pelatih jauh lebih tahu kalau pemain itu tidak memberikan kontribusi permainan dengan berbagai alasan. Namun si pemain tentu tidak terima karena merasa masih segar, sedang semangat, atau alasan pribadi lainnya. Tidak heran sampai membanti sepatu, kaos, atau air minum, tidak mau salaman dan sebagainya. Ungkapan kecewa. Hal ini juga terjadi pada politikus bangsa ini. Potensi besar mereka bisa membahayakan pembangunan nasional. Energi besar mereka bisa disalurkan melalui lembaga ini.

Lembaga Islah atau Rekonsiliasi Nasional

Memang ini sesuai ide Rizieq, namun bukan semata sektarian soal manuknya yang perlu kursus, kasus lebih besar dan skala nasional, seperti kasus '65, kasus DOM Aceh dan Papua, atau '98. Bukan kasus pribadi yang dikaitkan dengan kisah nasional. Kalau itu sama juga soal Pansus KPK soal pribadi kolega maling yang di atas namakan pengawasan KPK. Bukan ini. Kasus lebih besar, dampak juga mengglobal, kasus pribadi soal Munir, masih bisa, atau Tama S. Langkun, bolehlah, asal bukan soal Rizieq, kasus lain menunjukkan bukan itu yang terjadi soalnya.

Siapa saja anggotannya?

Satu, Profesor Amien Rais, seorang berlaiber dalam banyak bidang, keagamaan, politik, kadang ekonomi juga, orator jempolan, dan pernah menjabat ketua MPR. Energi besarnya sering tidak tersalurkan dengan baik, biarkan duduk di sana, banyak berdiskusi dan kerja keras akhirnya akan memberikan kontribusi baik, bukan nyinyir ke sana ke mari.

Dua, Yusril Ihza Mahendra, ini identik juga, ahli hukum tata negara, menang melawan pemerintah berkali-kali, bekas menteri berkali-kali, dan juga pengacara hebat. Politikus tulen, nasib saja tidak mengantarnya jadi presiden dan gubernur Jakarta. Energinya jelas melimpah, sayang jika negara tidak memfasilitasinya, biar dia duduk di sana, keliling Indonesia dan menyelesaikan banyak kasus yang sudah mengendap lama.

Tiga, Din Syamsudin, tokoh besar juga ini, pimpinan ormas keagamaan besar, yang belum juga mendapatkan tempat yang layak. Sebagaimana beliau katakan ketika tidak masuk dalam Tim Pancasila rezim ini, beliau mau majukan bangsa ini dari banyak bidang. Sepakat, dengan menguak masa lalu, menyadari, da mengakui, kemudian menyelesaikannya, tentu menjadi prestasi besar bangsa ini, bukan hanya pemerintahan saat ini.

Prabowo sebenarnya layak juga masuk, mewakili kalangan militer, namun masuk konflik kepentingan karena aroma '98 suka atau tidak sangat besar pengaruhnya di sana. Sebenarnya baik sudut pandang bisa lebih luas dengan militernya itu. Namun masih bisa dicarikan yang lain.

Penasihat, Pak Habibie meskipun sudah sepuh toh masih jernih dan bagus dalam melihat persoalan bangsa ini. Negarawan besar yang patut enjadi teladan generasi berikut, bisa memberikan masukan berharga bagi tim, dan penengah yang sangat baik dan bagus.

Pak Try Sutrisno, dua negarawan yang masih sugeng dan jernih dalam melihat fenomena negeri. Wapres yang baik dan masih terus mengikuti perkembangan bangsa. Tidak banyak cakap dan masalah, tidak pernah terdengar kasus dan juga kenyinyirannya. Patut sebagai penasihat.

Dari pada uang rakyat untuk bayar DPR eh malah nambah kursi, atau DPD yang ribut kursi ketua melulu, lebih baik dialokasikan kepada lembaga yang mendesak dan penuh manfaat ini. Ini bukan masalah kecil. Soal besar yang akan terus terbawa jika tidak ada islah atau rekonsiliasi.

Soal siapa ketua, biar mereka  yang membicarakan, seperti model Wantimpres, anggoa yang menentukan, karena mereka semua tokoh besar, pemimpin di mana-mana, dan tentunya sudah biasa menjadi pemimpin dan anggota yang baik.  Anggota juga bisa mereka tambahkan sesuai dengan kebutuhan dan kesepatakan mereka.

Hasil rekomendasi mereka tentu diserahkan kepada pemerintah yang harus dicatat jangan berdalih hilang lagi, kemudian diterima oleh seluruh rakyat dan bangsa ini. Catatan dan keberatan bisa disampaikan sebelum pemerintah menyatakan memberlakukan islah-rekonsiliasi itu. Ada waktu dari penyerahan dari tim kepada pemerintah untuk masyarakat luas memberikan masukan, tapi jelas tidak akan mengubah esensi atas rekomendasi tim tersebut. Jadi jika pemerintah telah menyatakan itu sebagai keputusan pemerintah tidak ada lagi kalimat nyinyir di belakang.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun