Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

[Ngawur] Ngawurnya Jokowi

12 Juni 2017   14:20 Diperbarui: 12 Juni 2017   22:21 2680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ngawurnya Jokowi

Presiden yang satu ini memang ngawur. Selain keputusannya, juga cara berpakaian yang tidak lazim sebagai kepala negara. Tidak heran banyak yang tidak suka akan mencemooh atau merendahkannya. Beberapa hal ngawur yang di sisi lain baik untuk bangsa dan negara

Satu, membubarkan Petral. Ini sangat ngawur karena betaa banyak orang yang ikut bermain, ikut enak. Dan itu bukan hanya melibatkan orang atau kelompok, tapi juga negara. Jangan kaget kalau banyak pihak merasa meradang dan seperti bisul yang dijitak, sehingga reaksinya sangat tidak terduga.  Bagi masyarakat jelas bersorak karena harga minyak bisa menjadi relatif sama dan tidak memberatkan sebagian penduduk di bagian yang jauh.  Puluhan tahun keadaan biasa memanjakan sebagian dan sebagian terpaksa tercekik ternyata membuat reaksi yang sangat besar.

Dua, bangun infrastruktur dengan luar biasa. Banyak yang mencemooh, banyak yang meledek, dan tidak percaya. Sangat wajar karena jalan jelek, transportasi tidak lancar, bisa menjadi lahan basah untuk berpesta pora. Puluhan tahun pantura menjadi tambang emas pejabat terkait, sepanjang tahun tidak pernah beres dan selalu saja rusak lagi dan lagi. Macet adalah kesempatan untuk bisa melakukan banyak hal dengan ide-ide kreatif yang sayangnya negatif.

Tiga, bentuk saber pungli. Ini jelas kengawuran yang sangat besar. Bagaimana tidak, biasa mendapatkan upeti dan tambahan beli mobil mewah kali ini diawasi terus menerus. Jangan kaget ada yang berkomentar presiden kog ngurusi recehan.  Padahal negeri ini krannya bukan hanya bocor alus, sudah terbuka, menganga, dan bolong di mana-mana. Reaksi yang mencibir karena kecewa apa yang sudah dipakai jadi modal gak akan ada kesempatan balik karena diawasi saber pungli.

Empat, bukan orang parpol. Susahnya negara yang dikuasai parpol dengan politisi busuknya, mau tidak mau orang dari partai politi yang aman sejahtera meskipun tidak kerja. Lihat saja bagaimana perilaku dan tingkah polah para politikus busuk baik pusat hingga desa sekalipun. Meskipun mereka bandit akan aman selama orang parpol.

Lima, anaknya sederhana. puluhan tahun anak presiden itu mau apa saja dan bisa apa saja. Eh ini malah tidak mau ini itu, tentu anak yang lain jadi malu dan segan kalau mau macam-macam. Nah contoh baik ini pun malah menjadi bahan olok-olok, karena tidak berdaya untuk bisa hidup sederhana dan apa adanya. Biasa bermewah-mewah, kini ada yang memberi contoh biasa pun tidak masalah.

Enam, mengalahkan Prabowo, ini masalah krusial. Hingga kini masih terbawa-bawa, apapun yang dilakukan akan disalahkan oleh para pengikut Prabowo yang militan itu. Susah untuk membangun dengan kondisi siap menang tapi igah kalah begini, bahkan itu bukan hanya rakyat jelata, termasuk elit juga.

Tujuh, apa adanya. Ini asli ngawur banget. Mosok presiden sarungan, maka ada yang ngeledek sedang cari kecebong, padahal apa salahnya to? Hanya karena biasa melihat presiden itu pasti berjas lengkap, pengawalan sangat ketat. Ini presiden negara atau penjajah yang berkunjung.  Berkali-kali hal ini menjadi sorotan, alasannya karena presiden ngawur.

Delapan, raja tega. Ini salah satu yang sangat ngawur, maka ada yang melabeli presiden yang melumuri tangannya dengan darah. Tapi wong tega pada pedagang narkoba, teroris lho, ya biar saja. Mosok presiden tidak boleh garang menghadapi kelompok model demikian. Beda ketika menekan rakyatnya dan menguntungkan keluarganya. Yang digebug pun kelompok yang tidak taat azas dan mau menang sendiri. Tega yang lain adalah menaikan harga BBM di Jawa biar bisa memberikan subsidi di luar Jawa yang sangat jauh. Jelas banyak dicela karena biasa makan disuapin kini harus menyuap sendiri, cari piring sendiri malah. Jelas ngawur bukan?

Sembilan, harapan harga sama di semua tempat. Hal ini jelas menyakitkan bagi para tengkulak. Padahal tengkulak itu termasuk di dalamnya para pejabat. Mereka yang mempermainkan harga untuk mendapatkan untung sendiri, rakyat mau menjerit gak dengar juga. Harga stabil dan tidak menjadi gejolak menjadi harapan presiden juga rakyat tentunya, tapi bukan harapan tengkulak dan kroni mereka yang jadi pejabat.

Sepuluh, mengajak kerja kerja dan kerja. Lha bagaimana tidak ngawur, puluhan tahun datang main catur, main kartu, main ping pong, baca koran, atau milih-milih sayur, sedang masyarakat ngantri, mana duli, sekarang diajak melayani dan membuat rakyat tidak menunggu. Jelas saja capek, selama ini otak dan badan tidak pernah dipakai, tiba-tiba diajak lari dan kerja keras, semua rontok. Tidak heran banyak yang tidak tahan menunggu lima tahun. Ada-ada saja alasan untuk membuat pemerintah berhenti sebelum waktunya.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun