Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Si Dukun Beranak itu Bernama Aminah Raisa

8 Juni 2017   11:41 Diperbarui: 8 Juni 2017   12:04 1302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Si Dukun Beranak itu...

Hampir genap 19 tahun gadis molek itu usianya. Cantik, cakep, pinter, dan tentu saja keturunan kaya raya, anak tunggal lagi. Ada yang membuat miris mengiringi kelahiran Si Reforsiana ini karena dukun beranaknya laki-laki. Entah mengapa di sana dukun beranaknya malah laki-laki, bukan seumumnya perempuan. Dokter kandungan belum ada di negeri itu.

Tidak dinyana, tidak diduga, sejak melihat si orok begitu manis menggoda, telah membuat si dukun itu sangat terobsesi. Semua yang terbaik ia siapkan, bahkan sejak sebulum si orok lahir, sangat membantunya untuk merasa memiliki lebih hak dan menjadi pendampingnya di kemudian hari, apalagi di masa emas gadis ini.

Tidak ada yang kaget meski usianya terpaut setengah abad, namun merasa perjuanganya untuk membuatkan ramuan jamu-jamuan hingga ia datangkan dari luar negeri bagi si orok sehat. Hampir saban hari ia jenguk si ibu dengan penuh semangat, kalau ada yang pegal ia pijit, kalau ada yang bengkak ia komppres dengan ramuan ajaibya.

Kelahiran yang memberikan jabang bayi jaminan mutu itu membuatnya sangat suka cita. Siapapun yang mendekatinya ia hardik. Siapapun yang berani-berani mengaku-aku ikut berjasa atau kumowani ngelamar,akan dilabrak habis-habisan.

Orang-orang yang dulunya segan, hormat, dan bahkan memuja sebagai dukun beranak yang baik hati, berjiwa besar, berani, dan tidak pernah menolak membantu itu, kini berpaling melihat semakin obsesifnya kepada Si Ana ini.

Dulu, orang-orang suka menggunakan jasanya karena tidak pernah menolak, baik tengah malam sekalipun. Dukun lain banyak yang aneh-aneh, tidak berani namun dengan dalih macam-macam. Beda dengan dukun ahli yang satu ini. Makin tenar, makin dipercaya, dan diharapkan membawa angin perubahan bagi dunia perdukuan bayi di sana.

Reforsiana si gadis cemerlang ini kini sudah bekerja. Aneh bin ajaibnya mana ada dukun beranak yang meminta jatah gajian dari si anak yang dulu ditolongnya. Mungkin baru kali ini ada dukun model demikian.

Parah lagi jika ada perjaka yang mau mendekati dan mencoba dekat-dekat, akan ia katakan mana jasamu untuk si Ana. Lho??? Aturan ketat ia yang buat, si bapak selalu digugat siapa yang menjaga, merawat kandungan ibu Ana dan hingga kini bisa demikian membanggakan. Baju yang mau dikenakan pun harus sesuai selera si dukun. Makin aneh saja. Mana bisa demikian, ada kelompok main Ana yang namanya kelompok pekerja kantoran,yang mereka singkat KPK pun diintervensinya. Tidak tahu balas jasa pada saya yang telah melahirkannya. Lha ibunya yang bertaruh nyawa saja gak begitu.

Orang makin ngeri melihat perkembangannya. Yang dulu mengagun-agungkan kesehatan malah kini menghancurkan kesehatan bahkan jiwa Ana. Tidak mengagetkan kondisi Reformasiana makin hari makin tirus. Mata cerdas cemerlangnya mulai meredup, dan badannya tidak seperti gadis yang belum genap usia kepala dua.

Pikiran, gerogotan si dukun dan para krunya membuat gairah muda Reformasiana makin pudar. Entah kapan berakhirnya derita Ana. Apa mungkin kalau dukun itu meninggal dia bisa hidup tenang?

Ilmu yang ia ajarkan dan turunkan kepada dukun beranak dan teman-temannya yang sepaham telah mendarah aging. Mereka minta jatah dari gaji dan kekayaan Ana biasa saja. Sering bahkan mengambil sendiri karena memang sangat kaya mereka tidak peduli kadang dengan aset dan kepemilikannya.

Kelompok ini sangat suka dengan keadaan ini. Rekan Ana yang mau membantu Ana bersikap tegas selalu dimusuhi, difitnah, dikatakan matrelah, gak berhaklah, maling lah, padahal mereka sendiri yang berbuat itu. Hal ini telah menjadi gaya hidup anak buah yang juga dibantu kelahirannya oleh si dukun sakti itu. Atas nama kemanusiaan dan kebebasan serta tahu terima kasih, si dukun memutarbalikan fakta, keadaan, dan data demi menunjang obsesinya.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun