Apakah bisa juga si pejalan kaki yang mendengar kalau gedung bertingkat itu kelihatan kotak saja dari atas sana. Ah matamu harus diperiksa mana bisa gedung bertingkat sepuluh hanya kotak kecil begitu? Dia juga tidak bisa menghakimi ketakutan penumpang kapal yang diombang-ambingkan ombak saking kerasnya. Mana ada angin, aku saja tidak terjerembab waktu jalan.
Soal iman, agama, atau spiritualitas itu sangat personal saya dan Tuhan, mengapa harus takut cap, label atau sakit hati oleh penamaan oleh pihak lain? Hal yang biasa, lumrah, wajar nama itu berbeda. Tidak perlu sampai bberkelahi hanya karena label atau nama.
Iman juga berkaitan dengan pengalaman. Pengalaman saya belum tentu sama dengan SI A, SI B, atau Anda, tidak bisa dipaksakan untuk bisa tahu semuanya. Lebih miris lagi jika mau diseragamkan, mana bisa coba.
Perlu hati yang besar untuk hidup bersama. Perbesarlah persamaan, jangan mencari-cari perbedaan. Jika bisa bersikap demikian, hidup akan ringan, tidak mudah tersinggung dan kemudian marah. Pakailah kacamata jernih dan terapkan ke diri sendiri lebih dulu.
Hidup dalam keragaman itu indah, coba bayangkan kalau hanya ada sejenis saja seberapa bosannya coba? Inilah hidup, kebebasan kita bersinggungan dengan kebebasan orang lain. kedewasaan yang memampukan kita bisa mengerti, memahami, dan menerima. Hanya anak kecil kan yang beda sedikit saja ngambeg, marah, mogok, dan marah? Apa mau kita yang berbadan dewasa itu dinamakan kanak-kanak secara kejiwaan? Tidak mau bukan?
Jayalah Indonesia
Salam
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI