Politik Tiji Tibeh,Jatuh Satu, Jatuh Semua, dari Ahok akankah Membawa Korban Berikut?
Rivalitas tanpa Sportivitas
Membaca berita tersebut di atas, peristiwa-peristiwa akhir-akhir ini, Â susah kalau mengatakan fakta sidang dan hukum sepenuhnya, tanpa ada ikutan yang mengekor di belakangnya. Sulit lepas dari nuansa itu, apalagi yang disebut adalah tokoh politik, dan ndilalah,yang sangat kontra dengan Ahok. Apakah ini kebetulan, kehendak Tuhan, atau memang politik yang ada di sini masih berkisar seperti ini.
Menyenangkan semua pihak, mencari aman, dan yang penting tanpa gejolak.
Tentu sikap manusia yang paling mendasar adalah hal ini. mencari aman, selamat, dan tidak suka kekisruhan. Jika hal ini demi bangsa dan negara bisa dipahami, namanya juga politik, namun jika itu demi kursi, kekuasaan, dan keamanan diri, tentu sebuah ironi, masuk pada politik tanpa prinsip milik Gandhi. Esensi manusiawi tentu ada yang kecewa ada yang suka cita, di sinilah peran kedewasaan dan kecerdasan emosional. Â Sangat disayangkan jika demi kepentingan sektarian malah menimbun bara di kemudian hari.
Politik balas dendam dan kekerasan dijawab dengan cara yang sama
Sayangnya model yang masih ada di sini itu, kekerasan dijawab kekerasan, fitnah dibalas fitnah, plintiran dibuat yang sama, sejenis, kapan semua berakhir? Entah mengapa kekerasan hati sejak menjelang pilpres 2014 masih terbawa dan makin menggila lagi kala DKI mengulangi sejarah yang identik. Cara-cara vulgar yang jelas-jelas nampak nyata di depan mata bisa diingkari, atau dinyatakan benar padahal jelas sebentuk kesalahan fatal lagi.
Kutunan Mpu Gandring dan sejarah masa lalu
Entah ini sama atau tidak, yang jelas sejarah pernah berkisah soal yang sama. Kutukan atas perilaku curang di dalam kehidupan perpolitikan. Model tiji tibeh,menjadi andalan politikus kita, kadang lebih parah mengamankan jika di dalam keadaan jahat, lihat maling berdasi susah diungkap karena model ini.
Politik Ahimsaala Gandhi