7 Hal yang Menghancurkan ala Gandhi
Menarik apa yang dikatakan seorang tokoh besar dari India. Ada tujuh hal yang bisa membuat kehancuran, terutama bagi sebuah negara. Apa saja itu?
Pertama, kekayaan tanpa kerja
Suka atau tidak, bangsa ini dihinggapi orang yang enggan kerja keras namun maunya enak. Potong kompas, kejahatan demi kejahatan yang ujungnya semata demi harta. Paling jelas nampak pada perilaku korup dan maling jajaran elit baik pusat ataupun daerah. Lihat saja bagaimana mereka menumpuk uang dan harta tanpa mau mengeluarkan tenaga, selain main pokil-pokilan,sepanjang uang ngumpul. Tidak malu-malu mengeroyok orang yang menghambat mereka mendapatkan apa yang diinginkan. Jelas ditampilkan copet yang bisa berteriak copet dan korban yang mau dicopet malah babak belur karena dikeroyok mereka, rombongan copet itu.
Kedua, kenikmatan tanpa nurani
Hedonis,konsumeris, dan gaya hidup glamour makin menggila. Jangan heran ketika ma lima,telah menjadi pedoman termasuk orang pinggiran dan daerah. Kenikmatan yang melupakan nurani, bahkan bisa saja tertawa di atas derita orang lain. Kenikmatan tanpa nurani termasuk hiburan tidak sehat, pornografi, menjual diri demi kenikmatan semata, menjatuhkan pihak lain sebagai sebentuk kesukaan dan kenikmatan bawah sadar telah menjadi gaya hidup.
Ketiga, pengetahuan tanpa karakter
Pengetahuan sangat mudah diperoleh, media baik yang arus utama, ataupun media sosial sekarang telah menjadi pengganti seorang guru yang dulu sebagai sumber pengetahuan. Itu tidak salah, sepanjang tidak ngawur, apalagi jika kebohongan. Bagaimana pengetahuan yang berseliweran itu telah dimanfaatkan orang-orang demi kepentingan sendiri, dan sering tidak mengandung nilai dan kebaikan, malah fitnah dan pemutarbalikan fakta, pun bukan menjadi pertimbangan.
Keempat, bisnis tanpa moralitas
Mafia demi mafia menggerogoti bangsa ini, dari garam di laut hingga kayu di hutan, dari daging di kandang hingga beras di penggilingan, semua lewat calo dan mafia. Tidak ada yang salah dengan bisnis, namun bagaimana jika bisnis itu melepaskan mana yang baik, buruk, dan netral. Bisnis itu netral, namun bisa juga baik ketika berpikir sama-sama untung, namun sangat buruk ketika mengambil keuntungan tanpa memikirkan kemampuan rakyat. Hal ini bertahun-tahun berkuasa atas negeri ini. bagaimana calo-calo itu menggerogoti sendi-sendi berbangsa dan bernegara kita.
Kelima, Ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan
Kemanusiaan telah dilupakan, ilmu pengetahuan memang tidak salah, namun bagaimana itu dipakai untuk memanusiakan agar lebih mudah di dalam kehidupannya. Bukan manusia menjadi hamba ilmu pengetahuan. Propaganda seks bebas asal aman, salah satu kebiasaan yang hendak melepaskan ilmu pengetahuan dari kemanusiaan. Sepanjang aman dan sehat tidak masalah, termasuk untuk melakukan aborsi, euthanasia,dan menciptakan obat, nuklir, dan berbagai hal yang sejatinya merugikan kemanusiaan.
Keenam, ibadah tanpa pengorbanan
Hal ini sangat konkret dan kontekstual, bagaimana rumah ibadah apapun bentuknya, apapun namanya, dan di  manapun selalu penuh sesak dengan orang yang sedang beribadah, namun maling anggaran, hujatan, dan perilaku buruk sama sekali tidak berkurang. Bagaimana orang yang mengaku religius namun serentak juga mengatakan bunuh dan bakar seperti meneriakkan beli bakso saja? Salah satu pengorbanan adalah berkorban perasaan bahwa ada saudara yang juga memiliki kebebasan yang sama untuk dihargai. Ibadah bukan semata ritual dan upacara, hapalan, dan rapalan, namun tindak nyata, perwujudan, dan buah dari itu semua.
Ketujuh, politik tanpa prinsip
Tidak kalah aktualnya adalah politik tidak ada prinsip. Bagaimana main dua kaki, menelikung di tikungan, bahkan memotong di lipatan telah menjadi gaya hidup politikus bangsa ini. Kaderisasi, ideologi, Â dan perjuangan tidak ada dalam kamus perpolitikan di sini. Fokus semata kekuasaan, main kayu, main fitnah, menebar kebohongan dan kebencian menjadi cara demi kuasa. Sejatinya politik adalah seni di dalam mendapatkan kekuasaan, seni yang tentu penuh keindahan, cara yang elegan, dan kerja keras. Jika sebaliknya, di mana prinsip yang mau ditawarkan bukan?
Harapan perubahan ke arah yang benar ada, dan bahkan sudah terasa. Namun bahwa itu masih jauh dari harapan juga bukan isapan jempol belaka. Sikap dan pilihan baik perlu menjadi perhatian bersama.
Pendidikan, tentu menjadi pilar utama perubahan sikap dan perilaku. Konsep menghapal, ujian sebagai sebuah momok bukan konsekuensi logis kegiatan belajar mengajar perlu dijauhkan dari dunia pendidikan yang penting bagi bangsa dan negara ini.
Pendidikan agama, sikap menghapal, sebatas ritual, dan menjejali agama di ranah otak  perlu dikaji ulang. Agama bukan semata kognisi dan pengetahuan, namun sikap batin dan hati yang hidup. hapal saja tidak cukup, namun perlu tindakan konkret. Apalagi jika semata kolom di KTP, perlu lebih digelorakan bentuk pendidikan agama yang lebih mendalam dan bermakna.
Kehidupan sosial yang lebih mendalam bukan semata baik di bibir namun menusuk dari belakang. Tabiat buruk yang perlu dikikis agar bangsa dan negara ini lebih bermartabat. Kekayaan bangsa ini luar biasa, namun karena tujuh hal tersebut di atas menjadikan bangsa ini kaya elitis dan rakyat jelata makin merana.
Jayalah Indonesia
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H