Alangkah Lucunya DPR-RI, Jumpalitannya Hak Angket KPK
Ingat film Deddy Mizwar dengan judul Alangkah Lucunya Negeriku, mengapa memilih jumpalitan? Ingat kera di dalam wayang orang, mereka melompt ke sana ke mari, karena tidak bisa melompat di pepohonan, biasanya tidak karuan, jumpalitan. Mengapa bukan manuver? Ini bukan lagi manuver, namun berperilaku tidak karuan, seenak udel-nya sendiri dan sesukanya saja.
Tarik Ulur demi kepentingan sesaat dan sendiri
Perjalanan berliku soal hak angket ini hingga diputuskan pun masih saling sengkarut. PKS menyatakan kalau wakil ketua yang merupakan kadernya melakukan akal-akalan karena sudah bukan lagi kadernya. Nyatanya masih di sana atas perutusan partainya. Belum lagi yang berbalik badan karena urusannya 2019. Patut dicurigai yang getol untuk mengajukan hak angket itu karena memiliki kepentingan karena rekannya, kader parpolnya termasuk yang disebut-sebut di dalam pemeriksaan. Dengan “menekan” KPK mereka berpikir bisa mengadakan kembali akall bulus ala mereka seperti selama ini.
Mau parpol pengusung, pendukung, pemerintah atau tidak, bukan pertimbangan
Aneh dan lucu model bertata negara di Indonesia, mau presidensial toh legeslatifnya galak minta ampun dan bisa mengancam dengan berbagai cara. Parlemen juga bukan tapi ada koalisi. Dagelan tercipta, nyatanya pengusung pemerintah pun bersikap sebaliknya di dalam menghadapi kejadian. Bagaimana mereka berpikir demi bangsa dan negara, mendukung sekaligus menelikung saja terjadi di depan mata kog. Mereka bisa mendua, dapat kursi di kabinet, tapi jika tidak menguntungkan di dewan mereka berkolaborasi dengan “lawan”. Koalisi mbelgedhes.
Etis dan taat asas masih lemah
Etis dan taat akan konsensus sangat lemah. Bagaimana bisa pengusung pemerintah tapi menghajar pemerintah. Ini bukan soal kritis dan kritik namun semaunya sendiri. Sekuat tenaga mendukung pemerintah, jika ada kesalahan bukan di forum lembaga dewan, namun secara privat dibicarakan dan diselesaikan. Mana ada keseimbangan jika mendua seperti ini. politik cair, namun bukan berarti seenaknya sendiri, etis dan taat komitmen tentu menjadi dasar pertimbangan.
Politik akal-akalan hingga politik asal-asalan
Politik akal-akalan hingga asal-asalan. Mengakali siapapun yang bisa menguntungkan kelompoknya, dan mengadakan kegiatan, mengusulkan hak, atau mengancam namun asal-asalan. Asal mendapatkan keuntungan, asal bunyi, asal komentar soal benar dan salah belakangan. Jangan heran jika hampir tiga tahun mereka tidak menghasilkan apapun, karena yang penting akal-akalan menjadi panglima, hasil asal-asalan tidak peduli. Apakah absensi kehadiran mereka sudah membaik? Sama sekali tidak pernah diperbaiki, namun hak selalu saja dikedepankan.
Ketum dan anak buah bisa bersilang jalan