Raden Mas Panji Sosrokartono, Sisi Lain RA. Kartini
Selamat Hari Kartini!
Selama ini berbicara mengenai Kartini, Seputar Habis Gelap Terbitlah Terang, korespondensi Ibu Kita Kartini yang fenomenal. Perjuangannya yang menghendaki kedudukan perempuan setara, dan sejenisnya. Ini jelas tidak salah dan memang demikian adanya. Namun kehendak Tuhan, sebelum menonton Film Kartini, garapan Hanung Bramantyo, eh pas jalan di sebuah toko menemukan buku mengenai kakanda RA. Kartini.
Dalam film itu, RMP Sosrokartono digambarkan sedang mau berangkat ke Belanda menjalankan beasiswa belajar di sana. RA Kartini merasa tidak berdaya karena mulai masuk pingitan. Sosrokartono memberikan kunci dan mengatakan di kamarnya akan ada pingtu keluar dan menantikannya di Belanda. Kalimat yang penuh makna dan simbolis yang ternyata adalah kunci almari penuh dengan buku. Buku sebagai pintu keluar dari kunkungan pingitan yang tidak lagi menjadi karang penghalang.
Negeri Belanda pun akan disambangi RA. Kartini, jika saja cepat tiga hari surat penerimaan beasiswanya datang. Tidak sampai di negeri Belanda secara fisik, namun jiwa dan pemikirannya sampai ke sana, di mana perempuan memiliki hak dan peran yang setara dengan laki-laki. Pola pikir dan kebebasan jiwa tentu juah lebih bermakna dari pada sampai ke sana secara badani namun tidak mengubah pola pikir dan peradaban secara hakiki.
Sebuah film dan sebuah buku tentu memiliki sudat pandang yang mau disampaikan, bahwa ada sebauh agenda tertentu itu bisa saja terjadi. bukan hal itu yang mau saja lihat, namun bahwa RA Kartini juga memiliki orang yang turut memberikannya pengaruh. Salah satunya RMP Sosrokartono. Artikel ini juga bukan untuk merendahkan pemikiran RA Kartini dan lebih menonjolkan sisi  RMP Sosrokartono.
Riwayat Hidup Singkat RMP SosroKartono
Drs. Sosrokartono, lahir di Mayong, 10 April 1877 dari RM Adipati Ario Sosroningrat. Ia mengenyam pendidikan di Eropeschedi Jepara yang dilanjutkan ke B.B.S. di Semarang. Pada tahun 1898 ia melanjutkan pendidikan ke Belanda. Awalnya mengambil teknik di Leiden, namun karena merasa tidak cocok pindah ke jurusan Bahasa dan Kesusastraan Timur. Kartono merupakan mahasiswa pertama Indonesia yang menempuh pendidikan di Belanda.
Gelar Docterandus in de Oostersche Talen,dari perguruan tinggi di Leiden, ia mengembara ke seluruh Eropa menjadi wartawan di Austria. Pernah juga menjadi penerjemah di Den Hag di kedutaan Perancis. Kemampuan bahasanya adalah 24 bahasa asing dan 10 bahasa daerah di Nusantara.
Setelah mengembara 26 tahun, ia memutuskan pulang ke Indonesia dan menjadi guru di Perguruan Taman Siswa. Tekanan penjajah membuat ia mundur dari perguruan dan  menjadi penolong sesama.
Beliau meninggal dalam usia  75 di Bandung pada tanggal 8 Februari 1952. Bujangan yang mencurahkan waktu, tenaga, dan materi bagi sesamanya demi mendapatkan dan menemuka Sang Pencipta.