Identiknya Pilkada DKI dan Pilpres, Rapopo-Raisa Apa-apa,Sajak Penista Agama, hingga Survey yang Beda
Bangsa ini bangsa religius, bukan negara sekuler, tentu bahwa agama menjadi pedoman hidup semua rakyatnya. Satu yang sama bahkan identik antara pilpres dan pilkada DKI ini, adalah sarana dari Tuhan untuk masyarakat lebih dewasa, bijaksana, dan tidak baper dalam menghadapi perbedaan.
Jika Ahok menang, harapannya adalah tidak perlu lagi tuntut menuntut hingga liang kubur atau menuduh dan mencela sebagai curang dengan bukti bertronton ternyata cuma kontainer plastik, bukan truk kontainer. Energinya untuk membangun bukan untuk sirik dan menuntut dengan hasil yang sama saja, karena bukan data valid namun asumsi kebencian semata.
Sebaliknya, jika Ahok kalah, biarkan Anies-Sandi membuktikan janji-janji dan programnya. Toh masih ada mekanisme di dewan yang bisa dilakukan, namun biarkan hasilnya apa adanya. Contoh saja Hilary Clinton. Pesta sehari dan usai, tidak berkepanjangan, siapkan energi untuk lima tahun ke depan.
Sajak Fadli Zon dan Sifat Kekanak-kanakan.
Makin hari makin identik bagaimana serasa pilpres 2014v tersaji lagi. Perang urat syaraf, perang media sosial, bahkan serbuan fitnah dan hoaxmenggila. Terbaru, Zon dan rekannya melauncing sajak Penista Agama,yang kemudian dinyanyikan sang calon wakil bupati. Pujangga 98 ini pun pernah menelorkan “album” untuk capres Jokowi dengan judul ra isa apa-apa,menjawab kata-kata Jokowi yang mengatakan ra papa,saat difitnah. Menambah daftar panjang kesamaan dengan pilpres, eh pelaku yang sama lagi. Apa yang dibuat tidak salah, namun melihat jabatannya sebenarnya tidak elok, apalagi level yang diurus jauh di bawahnya, dan lagi prestasinya di lembaga yang dipimpin juga masih sangat minim kalau tidak boleh disebut nol.
Hasil Survey yang Bisa Dikata Pesanan
Identik bagaimana hasil survey bisa bertolakbelakang, berbeda hasil satu dengan lainnya. benar bahwa tempat, populasi, dan pemilihan pertanyaan bisa membuat hasil yang berbeda, namun hanya pilpres dan pilkada DKI yang berbeda jauh, lain dengan pemilihan tempat lain yang biasanya beda-beda tipis, bukan sebaliknya seperti ini.
Dua Kubu yang Berseberangan Identik
Sayang sebenarnya, jika yang menang kemarin Agus Silvy baik yang kalah Ahok Djarot atau Anies-Sandy, kisah berbeda. Eh ternyata kembali head to head,representasi PDI-P vs Gerindra tercipta. Akhirnya muncul dikotomi sangat keras dan jelas, tidak A sama juga B, dan sebaliknya tidak ada pilihan, termasuk di K, terjadilah jurang pemisah sangat dalam dan besar. Entah apa namanya miris, ironis, atau berkah ketika kedua kubu identik juga, radikalis yang ada di kubu satu dan yang moderat di kubu lain. pemanfaatan isu SARA hingga fitnah kog ya sama. Mana dulu Pak Jokowi diisukan China dan Katolik, kini jelas memang etnis Pak Ahok China, namun digoreng dengan cara yang berbeda.
Parpol yang Mengusung,