Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Di Balik Tingginya Suara Anies-Sandi, Jurus Antitesis Ahok

24 Februari 2017   05:57 Diperbarui: 4 April 2017   18:28 2605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tingginya Suara Anies-Sandi, Jurus Antitesis Ahok

Pilkada DKI memberi kejutan yang lumayan saat Agus Yudhoyono yang menghiasi hasil survey, bahkan lama lebih tinggi dari Ahok, namun menyajikan fakta yang jauh dari itu semua. Tiba-tiba semua terhenyak, karena Agus hanya mendapatkan 17 % sedangkan Anies-Sandi yang selalu ada di urutan buncit malah bisa bersaing ketat dengan paslon nomor urut dua.

Beberapa alasan yang bisa menjadi alasan suara Anies-sandi yang demikian tinggi;

Satu, Anies-Sandi menggunakan antitesis total atas ide, perilaku Ahok. Membngun Jakarta yang membahagiakan. Hati yang bahagia, meskipun melanggar hukum, menggunakan lahan pemerintah untuk hunian tiddak masalah sepanjang bahagia. Mengapa demikian? Karena menggunakan isu penertiban-penggusuran yang  sangat seksi untuk jualan. Akibatnya adalah keadaan kacau tidak masalah, asal saja bahagia, soal Jakarta mau bobrok atau semrawut tidak masalah. Hal ini diulang-ulang terus.

Dua, antitesis berikutnya,  revolusi birokrasi,ini juga tidak kalah seksinya karena banyak PNS yang malas menjadi gerah dengan perilaku Ahok yang keras, tegas, dan main pecat sepanjang kinerjanya buruk. Anies-Sandi menyatakan diberi kebebasan sehingga pegawai bisa bekerja baik dan maksimal sehingga memberikan kontribusi positif. Apakah demikian?Susah untuk mempercayai ide dasar yang baik ini bisa terjadi. Lihat saja sekian lama hanya begitu-begitu saja, ketika diterapkan dengan gaya Ahok, sedikit demi sedikit bisa juga teratasi dan dibenahi.

Tiga,menyenangkan banyak orang, dengan mengabaikan kepentingan lain, contoh soal mobil murah jelas menghianati ide angkutan massal. Uang muka nol yang ternyata banyak kajian sebenarnya tidak bisa dilakukan, bahkan BI menyatakan sebagai hal larangan. Apa yang menjadi pertimbangan adalah yang penting orang senang, memilih, dan jadi gubernur, soal Jakarta seperti apa ya nanti urusan belakang.

Empat, kolaborasi, kerjasama, dan bersatu dengan kelompok yang pernah ia kritik dan katakan sebagai kelompok yang berseberangan ideologi pun dengan mudah dilakukan. Bahaya melihat selama ini eksekutif dan legeslatif Jakarta panas bisa dengan mudah dingin bahkan mesra kan idenya yang penting bahagia, bisa bekerja sama dengan pihak yang berseberangan sekalipun, dan antitesis Ahok.

Lima, mendekati kelompok yang “terpinggirkan” oleh Ahok, dalam hal ini birokrat malas, penghuni hunian liar, dan kelompok yang tidak suka akan kebhinekaan. Hal yang sangat aneh dan lucu sebagai penduduk Indonesia, yang berpancasila. 

Pola pendekatan demikian apa yang akan terjadi?

Pertama, jelas saja hanya menyenangkan pemilih untuk menjadi gubernur, bukan membenahi Jakarta. Kembali menjadi Jakarta tempo lalu yang begitu-begitu saja, tanpa ada perubahan yang berarti dan membanggakan sebagai gerbang negara.

Kedua, menggunakan segala cara yang penting terlihat baik, soal kenyataan bisa dipikirkan belakangan. Ini data bagaimana kala Anies dicecar soal peringkat ketika menjadi mendikbud. Menimpakan keburukan pada orang lain dianggap biasa saja, dan itu akan terus terjadi karena nyaman dengan pola yang pernah dipakai, bisa terjadi mengulanginya.

Ketiga, rekam jejak yang berkebalikan total pun bisa menjadi hal yang lumrah. Soal pendekatan dengan kelompok radikal dan nasionalis jelas bertolak belakang dengan masa pilpres lalu. Bagaimana hal ini mau dijawab sebagai pemimpin bisa demikian mudah melompat pagar yang jelas-jelas bertolak belakang demikian?

Keempat, hubungan dewan dan eksekutif akan dijamin harmonis, namun apakah hangat dalam kinerja yang baik atau seperti yang sudah-sudah? Melihat idenya yang hanya kebalikan ide dari Ahok susah berharap dewan bisa bekerja baik dan sinergi, selain minta upeti. Susah mengharapkan perubahan.

Kelima, karena hanya antitesis apa yang sudah dilakukan oleh kelompok atau pihak lain, ketika benar-benar mendapatkan mandat, bisa terjadi kebingungan karena tidak ada lagi patron yang mau dibalik. Ini bisa celaka karena pemerintahan bukan WTS, alias waton sulayasaja.

Keenam, orientasi kursi dalam hal ini gubernur, entah untuk apa yang jelas menggunakan cara-cara yang aneh, lucu, dan tidak wajar demikian, kalau tidak berlebihan dikatakan menggunakan cara tidak etis. Ketika orientasinya adalah kursi, mana peduli soal keberadaan daerahnya. Penduduk hanya dipakai untuk memilih dan soal sejahtera yang pikir sendiri.

Ketujuh, pendekatan kepada kelompok-kelompok yang justru selama ini jadi beban Jakarta bisa menjadi gambaran seperti apa Jakarta kedepan, jika Anies yang menjadi gubernur tentunya.

Anies baik, cerdas, dan menjanjikan sebenarnya. Namun melihat sepak terjangnya selama ini ternyata Anies tidak bisa menjadi orang nomor satu, paling pas jadi orang nomor dua, pelaksana bukan pengambil keputusan, bekerja di belakang layar dan menjadi pemikir untuk dilakukan orang lain, bukan melaksanakan ide dan gagasannya sendiri. Susah melihat Anies bekerja model nomer satu.

Ide-idenya bagus kog selama ini, namun ketika melaksanakan banyak catatan-catatan, hal ini terbukti ketika di kementrian. Beda kala ia menjadi timses, yang bekerja tim bukan pengambil keputusan dan melakukannya.

Pemimpin bukan semata cerdas namun juga bijak dan yang penting adalah mampu melakukannya. Selama ini bangsa ini lemah dalam aplikasi, sehingga ya jalan di tempat saja jadinya. Dunia ide biarkan milik Plato jangan lagi di era kekinian. Kini saatnya membuktikan dalam kerja.

Jayalah Indonesia

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun