Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Konspirasi" versus "Konspirasi", Siapa Menang, Pak Beye atau Pak Antasari?

18 Februari 2017   06:47 Diperbarui: 18 Februari 2017   08:29 3714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konspirasi”  vs “Konspirasi”, Pak Beye dan Antasari Azhar

Pilkada DKI yang panas makin panas kala Pak Antasari yang usai memperoleh grasi, sehari sebelum pencoblosan menyatakan dengan gamblang bahwa ia masuk penjara karena adanya dalang di balik itu semua. Sekian tahun kasus ini berjalan, baru hari itu Pak Antasari menyebut Pak Beye sebagai “biang” atas kriminalisasi dirinya. Yang jelas nama sudah disebut dengan segala risiko dan segala tetek bengek yang mengikutinya.

Merasa tersudut apalagi H-1 saat puteranya mau digadang-gadang jadi gubernur, eh malah ada nyanyian kurang sedap dan sumbang demikian. Biasa, Pak  Beye langsung bereaksi dengan caranya, dan kembali menuding penguasa terlibat di balik keberanian Pak Antasari, dengan bumbu soal grasi yang beraroma politis dalam radar Pak Beye. Dan tidak ketinggalan  soal penggerusan suara anaknya.

Penguasa, berarti  pemerintah dan segala atribut pendukungnya, di mana ada parpol pendukung dan parpol pemilik presiden langsung juga menjawab dengan berbagai caranya. Hilir mudik analisis baik amatir ataupun profesional. Saling bela dan klaim kebenaran bertebaran.  Ada pula yang menilai mana perlu melihat kedua orang masa lalu yang sudah usai dengan pengabdian mereka. Itu sah-sah saja.

Konspirasi versi Antasari.

Pak Antasari menyatakan kalau kasus yang menyeretnya ke penjara karena mau menyelesaikan besan Pak Beye yang diduga korupsi. Kisah pembunuhan dengan alasan cinta segitiga tercipta. Persidangn melelahkan tersaji dan ketok palu pengadilan menyatakan kalau ketua KPK ini terbukti melakukan pembunuhan. Soal berbagai kejanggalan, kisah yang menyertai, itu hak dan kewajiban pengadilan membuktikan.

Usai keluar dari penjara, dia menyatakan ikhlas dan tidak dendam kepada siapapun. Pengalaman di penjara ia cukupkan untuk menatap ke depan. Mengajukan grasi dan mendapatkannya,  dengan demikian ia bebas murni. “Petualangan” politik dimulai ketika ia datang ke debat kandidat DKI-1, dengan duduk di deretan tertentu, dan mendukung paslon tertentu.

H-1, laporan ke polisi soal kasusnya, dengan menyebut dua nama tenar negeri ini, Presiden SBY dan calon presiden Harry Tanu. Sontak dunia persilatan, eh perpolitikan geger kembali. Hiruk pikuk pilkada makin panas, lebaran kuda dengan dinamikanya kembali memanas dengan gebrakan menghentak ini.

Konspirasi versi Pak Beye

Sontak jawaban digelar, Pak Beye dengan ciri khasnya langsung menyatakan hal ini sebagai fitnah. Diikuti oleh putera-puteranya dan kader terbaiknya pun bersuara yang sama. Berlebihan lagi tatkala Pak Beye malah mengaitkannya dengan penguasa saat ini. Artinya, Pak Beye menduga kalau tidak boleh menyatakan menuduh Pak Jokowi ada di belakang ini semua. Apalagi dilanjutkan dengan pernyataan soal penggerusan suara untuk AHY. Pak Antasari di depan Pak Beye melakukan konspirasi bersama penguasa untuk menggembosi suara AHY.

Konspirasi. Apa guna konspirasi? Ada pihak yang terganggu dengan pergerakan pihak lain. Biasanya penguasa atau kekuasaan yang terusik dengan apa yang dilakukan kelompok atau pribadi lain. Karena merasa  terancam atau tertekan, mengajak pihak lain untuk merusak skenario yang akan dijalani kelompok yang dinilai mengganggu tersebut. Bisa juga kelompok yang tidak memiliki kekuasaan atau posisi tawar namun mengingkan untuk memperoleh kedudukan, sehingga membuat bisa saja kasak kusuk, atau intrik untuk menggoda kekuasaan.

Siapa yang benar, Antarasi atau Pak Beye? Kebenaran absolut jelas saja tidak ada di dunia ini. namun kebenaran juga tidak mungkin keduanya. Pengadilan sangat berperan untuk memberikan titik terang bagi bangsa ini. Ada dua versi siapa yang lebih mendekati kebenaran apakah Antasari atau SBY. Palu hakim menjadi harapan agar tidak ada lagi lorong gelap hidup bersama. Siapa benar dan siapa salah tidak ada kontribusinya bagi hidup bernegara rakyat, namun jika salah satu salah, siapapun itu memberikan pembelajaran sangat penting.

Pertama, Pak Beye hanya mengatakan itu fitnah malah melebar ke pemerintah segala. Buktikan mana fitnahnya, mana pemerintah atau penguasa itu terlibat. Hal ini jauh lebih penting, karena menyangkut nama baik yang memang sudah banyak tercemar. Belum lagi rekam jejak Pak Beye yang sudah dipahami soal kecepatannya untuk keluarga dan pribadi, katakan tidak korupsi, dan sejenisnya. Jika tidak, lapor polisi dan jalani dengan baik proses hukum, mengapa malah mengatakan penguasa dan perilaku kekuasaan segala?

Kedua, waktu yang dipakai Pak Antasari memang tidak berlebihan jika dikatakan sebagai politis, hal ini tidak salah karena memang mengapa tidak waktu yang lain. Pak Antasari perlu membuktikan kalau soal politis itu bukan yang utama namun yang utama adalah kebenaran dan keadilan. Siapapun tidak boleh dihukum kalau memang tidak bersalah sedangkan yang bersalah malah berkeliaran, atau jangan-jangan malah masuk pada kekuasaan juga.

Ketiga, peran polisi sangat sentral, meskipun suka ataupun tidak, tentu oknum bukan lembaga kepolisian sedikit banyak terlibat. Jika tudingan Pak Antasari yang benar, tentu aparat kepolisian ada yang terlibat di dalamnya. Artinya, kesempatan bagi polisi untuk menunjukkan jati dirinya sebagai abdi rakyat bukan abdi kekuasaan. Meskipun pahit perlu dibuktikan dan dibuka. Jika Pak Beye yang benar, biar polisi memerkarakan Antasari kembali.

Keempat, uji kebenaran itu di pengadilan. Kesempatan yang baik bagi kedua belah pihak untuk mengawal proses hukum, ingat berdua adalah petinggi negeri, pengawal hukum, dan tentunya taat hukum. Siapa salah harus bertanggung jawab dan bukan tanggung dalam menjawab. Pengadilan juga waktunya bebersih sehingga tidak akan ada lagi tudingan siapa berkonspirasi dan siapa dikorbankan.

Kelima, negara ini miskin akan nurani sehingga bersalah pun bersikukuh seolah benar. Sikap bertanggung jawab dan ksatria sangat rendah. Bersalin rupa dengan segera sangat mahir dan merasa seolah semua orang bisa dikelabui. Apakah ini ciri orang beragama? Jelas bukan orang beragama yang mendalam tentunya.

Keenam, sikap pemerintah harus jauh lebih kuat. Jangan atas nama rekonsiliasi, demi menjaga keharmonisan, atau menjaga keutuhan, namun membiarkan kejahatan merajalela. Jangan sampai hukum diselesaikan secara politis. Jika tuduhan Pak Beye salah, katakan dengan jelas dan kalau perlu dibawa ke ranah hukum. Jika Pak Antasari yang salah bawa ke peradilan, jangan dibiarkan menguap begitu saja. Mana kehebohan soal penyadapan Anggodo-Anggoro lalu, mana gegap gempita soal sekretaris MA, mana keriuhan soal Papa Minta Saham, jangan sampai terulang tragedi demi tragedi demi kekuasaan dan kursi semata.

Sepakat bahwa keutuhan bangsa dan ketenangan hidup bersama itu penting, namun bukan berarti bahwa dengan mengorbankan kebenaran dan keadilan. Kebenaran harus dinyatakan dana kejahatan harus dihukum. Pengampunan bukan berarti membenarkan kejahatan, namun memberikan perbaikan agar berubah.

Jayalah Indonesia!

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun