Siapa Menggerus Suara Agus, SBY, Antasari, atau Agus Sendiri?
Kembali Pak Beye memakai pola Mourinho dalam perang urat syaraf. Kali ini menjawan Pak Antasari yang menyatakan Pak Beye terlibat dalam kasus yang ia hadapi dan jalani. Sebenarnya, Pak Beye tidak perlu melebar soal menggerogoti suara Agus segala, tinggal laporkan saja ke polisi dan usai masalah, tidak berkepanjangan, malah melebatr ke penguasa segala.
Siapa andil paling besar menggerogoti suara Agus? Banyak pihak yang merusak pencalonan Agus, ada Pak Beye dengan tingkah tantrum-nya, penampilan Agus yang sangat maaf culun waktu debat, kasus Sylviana dan penampilannya debat, dan bisa saja kasus atau wawancara Pak Antasari ini berpengaruh.
Andil paling besar tentu saja suka atau tidak ada Pak Beye dan keluarga. Mengapa demikian? Lihat saja survey-survey memberikan data bahwa suara untuk Pak Agus makin lama makin turun. Pak Beye yang berlebihan soal lebaran kuda, sadapan, hingga yang teranyar soal Pak Antasari membuat gerah masyarakat, bukan saja DKI lho. Banyak kasus Pak Beye malah cenderung membesarkan masalah dan menyasar ke Pak Jokowi, ini berlebihan dan malah membuat suara untuk anaknya pergi. Kengototannya soal Ahok hingga mengeluarkan pernyataan fenomenal lebaran kuda, mengatakan demo sebagai hal yang wajar namun ketika didemo rumahnya teriak-teriak ke presiden dan kapolri. Kondisi pembelaan demi pembelaan Pak Beye selalu mengingatkan akan masa lalu Pak Beye kala menjadi presiden.
Berpusat pada diri dan keluarga. Belum lagi pujian kepada kelompok radikalis yang selama ini telah menjadi momok bagi banyak pihak. Kelihatan nasionalisme Pak Beye sebagai presiden terkalahkan demi ambisi pribadi dalam hal ini anaknya. Baru dengar ada pujian kepada FPI kalau bukan dari Pak Beye dari siapa coba. Padahal jelas-jelas menghina Pancasila eh dikatakan menjunjung tinggi Pancasila. Rakyat atau pemilih hanya jadi tumpuan untuk kekuasaan pribadi termasuk keluarga dan soal sejahtera entah, pikir saja sendiri. Kasarnya demikian. Belum lagi sikap istri si calon dan ibunya. Eh malah adiknya memperkeruh suasana dengan cuitannya yang identik dengan sang bapak. Selama ini ke mana saja. Pancingan Pak Antasari sukses besar di h-1 lagi.
Penampilan Pak Agus yang menjanjikan secara lahiriah, namun bukan ide dan gagasan menggerus lebih banyak kepercayaan. Tidak berlebihan jika ungkapan menghapal, tidak nyambung pertanyaan dan jawaban, semua dari bapaknya bukan dari gagasan sendiri, lebih mendominasi pemberitaan dan pembicaraan. Apa yang disampaikan hingga yang terakhir soal rumah terapung memberikan gambaran makin jelas siapa calon gubernur ini. Jelas saja lucu orang menduduki tanah yang bukan haknya eh malah difasilitasi hidup di atas sungai. Selama ini sampah saja menghambat laju air, apalagi jika adarumah? Atau nanti kolong tol pun dijadikan kapling?
Kasus Silviiana. Hal ini sebenarnya tidak jauh-jauh amat mempengaruhi atau menggerus istilah Pak Beye suara Agus. Toh semua sudah tahu dan hapal soal beginian. Sedikit banyak juga terpengaruh.
Wawancara Pak Antasari. Lha ini kan wawancara dan laporan ke polisi bisa saja dibiarkan mengalir, malah tidak menjadi pembicaraan berkepanjangan. H-1, tidak berpengaruh banyak. Memang akan memberikan dampak, namun tentu tidak akan sebanyak apa yang dipikirkan Pak Beye dan timsesnya.
Pak Beye tahu persis posisi anaknya yang rentan, maka apapun dilakukan dan malah membuat pertahanan makin porak poranda. Bola sudah ada di kotak pinalti, eh malah kiper keluar kandang, pemain belakang main kasar, artinya, tinggal menanti bola melewati garis gawang. Jika suaranya besar mengapa harus takut dan mengaitkan banyak hal kepada suara Agus coba?
Pak Beye biarkan Pak Agus jalan dengan relnya sendiri. Panjenengan bukan membantu malah membuat masalah bagi langkah yang mau diambil. Tahu tidak mengapa anak kecil kalau menyeberang sendiri jauh lebih berbahaya kalau ada orang dewasa di sekitarnya. Intuisi anak terpengaruhi orang dewasa di sana. Pak Agus seolah jadi robot semata, yo bingung, karena dia adalah manusia.
Punya dalih cerdas jika kalah mengatakan dizolimi oleh penguasa sehingga sah-sah saja mengusung ke Jatim-1 dengan dalih jauh dari jangkauan penguasa. Kambing hitam mulai dibidani untuk lahir. Pak Antasari sebagai bahan menuju presiden selaku penggagal jadinya Pak Agus di DKI-1.
“Serangan” Pak SBY ke Pak Ahok dan Pak Jokowi justru tidak banyak membantu karena memberikan kesan dan bahkan fakta kalau Pak Beye sangat berambisi dengan cara yang kekanak-kanakan, anaknya diambilkan mainan temannya dengan menghardiknya lari. Biarkan anak bermain bersama dan bersaing secara sehat. Apalagi menyangkut ke presiden segala tentu berlebihan.
Mundurnya dukungan PKB, meskipun secara legalitas tidak bisa, toh sangat merisaukan Pak Beye. Lihat saja bagaimana Pak Beye yang suka tenang bisa meledak-ledak melebihi bom atom seperti itu. Mendekati FPI juga seperti menangkap angin, modal hilang, suara terbang jelas iya, mana tidak panik, semua peristiwa dinyatakan sebagai pengerusan suara sang putera.
Jayalah Indonesia!
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H