Hari ini Sudah spesifikasi kaki dan aktualisasi fisik, semoga besok body healthy and can do eperithing.
Read more: http://exclusive-lanz.blogspot.co.id
Justice for all." Ia melanjutkan, "Terbukti penggusuran hanya akan meningkatkan kemiskinan, urban poverty meningkat secara tajam. Mereka kehilangan segalanya. They lost everything.” https://tirto.id/goodwill-ahy-dan-kata-kata-asing-lain-dalam-debat-chRS
Kata-kata lain yang disisipkan SBY dalam pidatonya, di antaranya emerging market (pasar yang berkembang), sustainable growth with equality (pertumbuhan berkelanjutan berasaskan persamaan), dan equality before the law (persamaan di hadapan hukum). Kompas.com
dia berkata bahwa dirinya adalah bayi ajaib yang menghebohkan bantul saat itu, ia pun mempunyai cita cita yang cukup tinggi, dia ingin menjadi “superstar sky” atau “pelatih pesawat udara”, atau “pelatih nasa” Selain itu ia juga mengatakan jika dahulu pernah sekolah di ‘SMA PADMANABA YOGYAKARTA’ dan pernah kuliah di UGM,https://harimawan.wordpress.com
Apa yang disajikan oleh para pribadi di dalam judul dan ilustrasi sangat menarik, menjadi tiga karena Pak Beye dan Agus satu paket. Keempat pribadi atau tiga orang itu suka sekali menyisipkan kata-kata asing dengan dinamika masing-masing. Semua bisa ditemukan di media internet dengan mudah kala mengetikkan Vicky Prasetyo, Agus Yudhoyono dan SBY, serta Toni Blank, hanya nama terakhir lebih merujuk ke media video, Youtube.
Vicky Prasetyo, beberapa waktu lalu heboh karena kasus dan soal kontroversinya bukan mengenai prestasi atau capaiannya dengan menggunakan istilah keren dan asing. Malahan cenderung menggabungkan kata asing dan Indonesia, yang asal jadi, pokoknya lucu, menghibur, soal isi entah atau bahkan mungkin tidak terpikirkan. Menilik pendidikannya tentu tidak mungkin jika ia tidak tahu arti apa yang dikaitkan tersebut, artinya bahwa ia tahu apa yang ia katakan dan ironisnya orang suka model demikian.
Toni Blank, maaf ia sedang ada di panti sosial di sebuah kota. Beberapa kali mengulik apa yang membahas mengenai dia, juga melihat videonya, terlihat bahwa pada dasarnya ia mengerti dengan baik, hanya mungkin karena ada “persoalan” ia menggunakan kata, baik Indonesia atau asing tidak pada tempatnya, namun esensi yang mau disampaikan cukup berbobot.
AHY, setali tiga uang dengan sang ayah, sebenarnya hanyalah sebentuk usaha mau menunjukkan bahwa mereka itu kalangan atas, intelektualis, mengerti bahasa internasional, dan terpelajar. Namun malah sayangnya kalau keseringan dan tidak hati-hati memberi gambaran atau bisa disalah mengerti mau menempatkan diri sebagai elitis, berjarak dengan kalian sebagai rakyat (termasuk saya tentunya).
Asing lebih menjual daripada lokal.
Ini sebenarnya ironis kalau pejabat tinggi negara, selevel presiden malah menjual bahasa asing daripada bahasa sendiri. Tidak heran jika negara tetangga bisa seenak perutnya mengatakan ini itu yang merendahkan karena memang bangsa ini sendiri tidak memiliki kebanggaan akan jati dirinya. Salah satu jati diri itu adalah bahasa. Jika memang padan katanya tidak ada, memang bisa dimengerti, mengapa ketika itu ada, lebih memilih kata asing? Akan berbeda jika itu bahasa teknis yang susah diterjemahkan, jika kepercayaan saja mengapa harus mengatakan trust?Namun jangan juga berlebihan ketika menerjemahkan sewenang-wenang kata asing begitu saja yang tidak pas.
Tidak heran pula kalau ada bule begitu gegap gempita mengajak berphoto, kini mulai juga merambah tergila-gila dengan apa yang berasal dari Korea, paling tidak film, atau Timur Tengah dengan segala kelengkapannya, termasuk orang-orangnya.
Tidak anti asing, namun selektif dan ada batasan
Bangsa ini kaya, sangat kaya, lihat saja ribuan pulau, ratusan bahasa, tarian, dan lainnya yang sangat banyak. Boleh memang belajar, melihat yang asing, namun bukan berarti bahwa yang asing itu tentu lebih baik, cocok bagi bangsa dan budaya Indonesia. Budaya asing memperkaya bukan malah mengusir sehingga kita menjadi tamu di negeri sendiri.
Kebanggaan itu harus namun tentu juga berkembang bersama dengan yang lain. Era global ini mau semua negara seperti kampung sangat besar yang tidak bisa lepas dari pengaruh yang lain. Tidak bisa menyalahkan pihak lain atas keterpurukan, keadaan, atau rusaknya kita, namun bagaimana sikap kita sendiri menghadapi itu semua. Mosok cangkul saja harus import, tentu bukan salah yang mengeksport namun mengapa ada yang mendatangkan ke sini, di sinilah persoalannya.
Negara kuat atau lemah itu tergantung diri kita sendiri. Bagaimana mau memperkuat kala di dalam negara sendiri saling cakar, saling hina, saling bermusuhan, dan sering sayangnya hanya karena hal yang sepele, bukan hal yang mendasar. Tentu menjadi makanan empuk bagi pihak-pihak yang menginginkan kekayaan negeri kita yang melimpah ini.
Salah satu jati diri bangsa adalah Bahasa Indonesia yang sudah dinyatakan dalam ikrar Sumpah Pemuda sejak 1928, mengapa malah kini oleh orang-orang yang memiliki pengaruh malah disingkirkan sendiri? Apakah jika berbahasa asing itu meningkatkan kualitas diri? Belum tentu juga kog.
Jayalah Indonesia!
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H