Ingat guru hanya mendapat beberapa SKS soal psikologi, dan bukan psikolog. Bukan hendak menyatakan guru pasti benar, namun bagaimana anak juga bisa salah dan berperan adanya tindak kekerasan. Sepakat bahwa kedisplinan itu tidak perlu kekerasan, namun perlu juga dicatat anak yang ke sekolah belum tentu dalam kondisi ideal, sedang guru juga bisa sedang dalam kondisi yang tidak stabil. Boleh dipidana, jika memang sudah membahayakan nyawa dan berulang-ulang terjadi.
Peran organisasi guru untuk memiliki posisi tawar yang lebih kuat lagi
Tidak bisa dipungkiri bahwa kondisi guru seperti di ujung tanduk, anak gagal telunjuk teracung untuk dihujat dan disalahkan kalau apes bisa berujung dikeluarkan bahkan dipidana, namun jika berhasil jangan harap diingat. Saat menghadapi hal demikian, jangan harap akan ada bantuan, bahkan oleh  organisasinya sekalipun. Hal ini bisa dilihat maraknya iklan, sinetron, film, dan tayangan media yang menempatkan guru sebagai bahan olok-olokan, tidak memiliki wibawa, dan sejenisnya, toh mereka diam saja. Apalagi menghadapi meja hakim. Sikap minder yang masih kuat menjangkiti jiwa guru perlu didobrak agar anak didik juga memiliki harga diri yang tinggi.
Semua manusia tentu pernah mengalami jasa baik guru, sentuhan guru yang membuat mereka jadi presiden, anggota dewan, pejabat hingga penjahat, pencuri hingga pemuka agama, tidak ada yang tidak mendapatkan sentuhan didikan guru. Mengapa melihat pelecehan, penempatan sosok guru pada tempat yang sangat rendah diam saja, atau bahkan terbahak ikut menertawakan?
Pendidikan baik jaminan negara baik pula. Guru yang baik akan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi perbaikan mutu pendidikan dan anak didik.
Jayalah Indonesia!
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H