Pokoknya Ahok Salah (Bukan Penistaan Agama), Ahok dan Kampanye
Gelaran pilkada lebih dari 100 daerah, kabupaten-kota dan provinsi, namun hanya satu yang ramai, hiruk pikuk, gaduh, dan entah apa lagi namanya, seluruh kamus pun bisa kurang, yang namanya pilkada DKI. Entah karena Ahok kasar kata orang atau karena berani juga kata orang, atau mengetarkan dewan daerah, semua bisa saja menjadi alasan.
Mengapa Ahok selalu salah? Ini fakta, kalau mau bantah pakai asumsi ya silakan, asal kepla dingin bukan dengan benak penuh kebencian dan dengki apalagi malah menuduh tanpa bukti.
Ahok dulu minta tidak usah cuti sehingga ia menggugat ke MK. Siapa yang paling getol menolak ketika sidang itu? Paling tidak terbaca pada Habiburohman, suka atau tidak ada pada parpol dalam hal ini khsusunya Gerindra. Ada pula tetap bakal calon yang gagal lagi dan lagi pada diri Yusril yang jauh lebih fair yang kemudian mundur. Artinya apa? Bahwa Ahok harus kampanye. Pokoknya kampanye, tidak heran bahwa ada tumpengan segala kala MK belum memutuskan waktu Ahok sudah harus mengirim surat cuti. Meskipun alasannya bisa demi bancaan dewan selama empat bulan, toh hal ini tidak dengan mudah dibantah, atau mulai lagi mangkrak birokrat malas, jual beli proyek, dan sejenisnya. Ada celah setelah sekian lama tercekik nafasnya.
Ahok cuti dan kampanye ditolak dengan “menyerang” dan menolak dengan tentu saja rakyat yang digerakkan. Apa artinya, Ahok tidak boleh kampanye. Suka atau tidak, rela atau keberatan artinya sudah ada sebentuk upaya untuk Ahok tetap berkampanye dan kemudian ditolak. Susah melepaskan ini lepas dari kepentingan beberapa kelompok yang memang tidak menghendaki Ahok jadi gubernur lagi. Itu saja.
Jika Ahok yang merasa sudah puas dengan nama dia untuk tidak perlu kampanye, ia bisa tetap memimpin Jakarta tanpa terpengaruh upayanya naik kembali. Selalu dalil yang diajukan akan menghasilkan konflik kepentingan, anggaran negara dipakai untuk kampanye dan kepentingan sendiri. Kan lebih mudah untuk menjatuhkan pencalonan Ahok sudah melanggar aturan dan korupsi dengan sangat telak. Biarkan dia kampanye dan mulut embernya ngoceh yang benar-benar bisa menjatuhkan, bukan semata asumsi.
Apakah dengan memaksanya cuti dan kampanye yang kemudian ditolak oleh sebagian orang itu akan sukses? Belum tentu. Ingat Pak Beye yang piawai memainkan politik korban pun ketakutan melihat fenomena Ahok ini. Jangan berpikir dengan intimidasi seperti ini Ahok akan takut, justru dia makin maju. Kesempatan emas itu malah digagalkan sendiri. Ahok pasti sudah memikirkan ini bahwa akan terjadi dan terbukti.
Dari sini tampak bahwa banyak orang yang masih kanak-kanak dalam berpolitik. Idenya menjawab Ahok, namun justru memberikan bukti bahwa mereka pelaku di suatu waktu. Apa yang dilakukan Ahok itu sebentuk pancingan dan kelihatan siapa yang akan membuat ulah pas dia kampanye. Siapa? Ya jelas yang dulu memaksa Ahok berkampanye, dia katakan soal pengawasan dan soal RAPBD, namun yang ia maksudkan ada siapa saja yang sekiranya, berpotensi akan membuat gerakan yang aneh-aneh. Dan susah membantah bukan mereka di belakang aksi ini, jusrus culun paling akan dikatakan mana buktinya, itu murni rakyat, atau fitnah dan sejenisnya. Mereka tidak pernah belajar untuk menjawab Ahok dengan baik.
Reaksi atas aksi yang sangat terkesan lugu kalau tidak mau dianggap culun, berulang kali reaksi politikus abal-abal seperti ini, ada ide untuk jalur perseorangan langsung revisi UU pilkada, eh masih pakai parpol, hanya menekan malah direaksi yang menguntungkan, bukan merugikan. Artinya KTP sudah dikuasai dulu, orang lain tidak sempat mengumpulkan, parpol keder dengan KTP yang ada.
Parpol jungkir balik untuk menghentikan dengan mendirikan gerombolan kekeluargaan yang kacau balau, eh akhirnya parpol. Reaksi yang memang dikehendaki Ahok bagaimana akan terpetakan mana lawan potensial mana yang hanya kanak-kanak cukup dengan permen.
Apa yang disajikan hanya antitesis program dan pribadi Ahok. Soal santun, jelas karena Ahok direpresentasikan dengan kasar, asal njeplak,dan arogan. Apakah ada esensinya? Sama sekali tidak, bagaimana menghadapi parkir liar yang langsung marak lagi. Artinya santun atau tidak tidak relevan.
Penertiban-penggusuran, toh tidak ada calon yang berani mengatakan tidak akan ada penggusuran, lha tanah bukan miliknya diduduki kog dibenarkan, sampai kiamat pun tidak bisa. Kembali tidak relevan untuk megusung tema penggusuran menggantikan penertiban.
Akhirnya yang dimainkan jelas saja yang berkaitan dengan model politik ndeso,terbelakang, soal ras yang sipit, agama yang Kristen, dan malah membuat blunder demi blunder. Suka atau tidak, posisi ahok justru unggul dan bersih, dibandingkan pihak yang mau menjatuhkannya. Lihat MUI malah makin dicecar soal sertifikat mereka, soal keberadaan mereka, dan sejenisnya. (Ini lepas dengan pilkada, melihat persoalan dengan jernih, tuntutan apa dan mana yang malah terimbas keburukannya).
Upaya salah sejak awal, karena penuh dengan kebencian dan kecurigaan tanpa berpikir jernih dan cerdas. Fokus pada Ahok bukan pada apa yang akan terjadi. Ahok memikirkan apa dan bagaimana, mereka hanya mikir harus menjatuhkan Ahok. Akhirnya mereka blunder demi blunder karena memang tidak siap dengan langkah Ahok berikutnya.
Jayalah Indonesia!
Salam dan Doa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H