Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kabinet Bayangan dan Keinginan, antara Ilusi dan Fakta

13 November 2016   06:11 Diperbarui: 13 November 2016   08:29 2237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Artinya apa?

Kembali ke zaman lampau, di mana pembangunan tidak terjadi selain perebutan kekuasaan. Saling jegal dan menjatuhkan karena merasa tidak mendapatkan keadilan, kursi yang dimaui, dan tentu ini tidak akan ada habisnya. Pemilu sah dengan menambah kevalidannya dituntut ke mana-mana saja bisa dianggap tidak bener, apalagi kalau awalnya memang sudah buruk.

Rakyat kembali dijadikan tameng untuk memenuhi hasrat tamak, rakus, dan haus kekuasaan saja. Sama sekali tidak ada keuntungan sama sekali dengan pola ini, mereka yang mendapatkan keuntungan, kekuasaan, dan mereka hanya fokus bagaimana mengamankan kapan memikirkan negara dan rakyat?

Perebutan kekuasan itu lingkaran setan dan budaya bar-bar bukan budaya modern. Bagaimana kekuatan dan otot hanya dikedepankan orang yang masih belum mampu berpikir cerdas dan memang pemikiran belum berkembang. Apa tidak malu jika dunia menilai bangsa ini seperti masyarakat terbelakang?

Demokrasi itu ada kurun waktunya, tidak bisa seenaknya sendiri mengganti pemimpin dengan dalih hanya karena asumsi, sakit hati, pilihan berbeda, dan sesuka hati. Apa ini yang dibanggakan sebagai negara demokrasi terbesar, pernah punya presiden perempuan? Tapi masih saja mau mengganti pimpinan dengan seenaknya sendiri.

Taat azas dan taat konsensus ternyata masih jauh dari harapan hidup bersama. Bagaimana negara ini bisa membangun, jika  pola pikirnya tidak berbeda dengan masa pemerintahan yang jatuh bangun ketika awal kemerdekaan. Dulu wajar namanya masih mau merdeka, lha ini, hanya karena tamak dan rakus saja.

Negara besar ini terombang-ambing di antara belantara perebutan kekayaan, dan jauh dari negara-negara tetangga yang berbicara piala dunia, bicara terbang ke bulan atau mars, eh kita malah hanya berebut kursi dan kursi lagi. Bagaimana mau bicara level dunia, ketika tingkat regional saja terengah-engah dan malah berebut kursi dan kursi bukan prestasi.

Negara lain berpikir soal teknologi dan kemajuan iptek, eh kita malah ribut soal jabatan, berhitung dan hanya fokus melihat dan menantikan rival membuat kesalahan. Jangan salahkan pihak luar kalau memang jiwa sendiri kerdil dan  tidak memiliki jiwa besar, apalagi impian besar.

Apakah hanya bangga jadi seperti ini terus?

Jayalah Indonesia!!

Salam dan Doa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun