Benar dan salah bukan atas asas hukum namun karena keberanian bersuara dan memberikan tekanan, misalnya membayar orang untuk demo atau merusak, dan itu sering terjadi di mana-mana, termasuk penghuni asrama yang tidak mau pindah, menempati lahan kosong dengan dalih sudah lama, dan banyak kasus identik lainnya.
Perlu dipikirkan jika pelaporan itu pasti hanya satu kebenaran, mengapa ada dua laporan dan itu semua diterima? Mengapa tidak satu dulu dan kalau memang tidak terbukti posisi berpindah, dengan demikian waktu dan tenaga bisa lebih efektif, jual beli kasus tidak terjadi dan peradilan bersih dan jujur bisa terlaksana.
Model peradilan selama ini hanya pihak kaya, punya kuasa, kelompok besar akan menang, dan jangan kaget kalau kelompok kecil dan ganda lagi, hanya akan jadi bulan-bulanan di peradilan. Apakah bisa berubah?
Pasti bisa asal ada kemauan dan kehendak baik untuk menata diri dan berubah menuju kepada kebaikan dan kebenaran yang hakiki. Tidak perlu pesimis karena banyak orang baik yang di Indonesia. Sebenarnya hanya sedikit orang jahat hanya karena punya corong dan kekuatan untuk mengubah opini.
Bangsa ini sudah terlalu lama di dalam keadaan seolah tanpa dikelola, semaunya sendiri, kebenaran tidak berdasar, namun falsafah pokoknya,di luar kelompokku salah, dan kalau bala selalu benar. Hal ini perlu disadari dan diterima sebagai fakta yang perlu diubah.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H