Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

[HumPol] Tantrum Politik, Sikap Penerimaan Jokowi atas "Kegeraman" SBY

4 November 2016   06:40 Diperbarui: 4 November 2016   16:42 11120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Edisi  lelucon lagi. Tantrum oleh tante Wiki diartikan sebagai (atau tantrum temper) adalah ledakan emosi, biasanya dikaitkan dengan anak-anak atau orang-orang dalam kesulitan emosional, yang biasanya ditandai dengan sikap keras kepala, menangis, menjerit, berteriak, menjerit-jerit, pembangkangan, mengomel marah, resistensi terhadap upaya untuk menenangkan dan, dalam beberapa kasus, kekerasan. Kendali fisik bisa hilang, orang tersebut mungkin tidak dapat tetap diam, dan bahkan jika "tujuan" orang tersebut dipenuhi dia mungkin tetap tidak tenang.

Sebagai sebuah ilustrasi seperti link di bawah, ada seorang ibu yang memposting di mana seorang ibu yang sedang menghadapi anaknya yang tantrum. Ia diam saja dan tidak memaksa si anak untuk tenang, diam, dan membujuk atau apa pun. Hanya duduk dan memperhatikan, tetap hadir. Ternyata oleh ahli, lebih bijak anak dibiarkan melampiaskan energinya terlebih dahulu baru diajak untuk menyelesaikannya.

Menarik adalah apa yang baru kita saksikan, beberapa hari ini ada tantrum, paling tidak ada dua keadaan tantrum. Sikap yang ada menujukkan kedewasaan dalam bersikap.

Pertama, beberapa kelompok yang hendak mengadakan demo. Tantrum untuk menangkap Ahok, namun selalu berkilah bukan politik. Bukan ini yang hendak dikupas, jadi ramai dan sensi lagi. Sikap yang ditawarkan Presiden Jokowi mirip ibu yang memberikan ruang, kebebasan, namun tetap hadir untuk melihat bagaimana sikap selanjutnya, apakah membahayakan diri, lingkungan, atau yang lain, atau masih baik-baik saja. Berbeda sikap yang ditunjukkan ibu yang sudah usai kemarin, konteks pemimpi sebagai ibu, karena ibu pertiwi dan nenek moyang bukan bapak pertiwi dan kakek moyang, malah menambah-nambahi dengan emosionalnya sendiri.

Kedua, jika tantrum itu terjadi pada Pak Beye, paling tidak ada dua sikap yang dipertontonkan dan sikap pihak dewasa yang dijadikan sasaran dalam hal ini pemerintah, menyikapi dengan empati, tidak emosional, dan tenang, digambarkan duduk bersama presiden dan wapres santai. Apa tantrum-nya Pak Beye? Satu, soal intelijen bengkok dan salah, jawaban dari wakil pemerintah adalah presiden mengatakan itu manusiawi, manusia bisa salah bisa benar, padahal lihat betapa geramnya Pak Beye dalam menyatakan soal intelijen ini. demikian pun wapres yang sekali ini juga bijak yang menyatakan beda tafsir eh analisis, tafsir nanti sensi lagi... soal laporan itu, jadi tidak berkepanjangan.

Yang tantrum tidak dibujuk untuk punya paham yang sama dengan pihak dewasa, dan juga tidak ngompori dengan misalnya, kami usut kog bisa dapat info intelijen. Sikap bijak yang luar biasa, padahal lebih muda lho, toh umur tidak menentukan ternyata. Dua, mengenai masukan soal kebangsaan, sebenarnya bisa membuat marah yang bisa menjadi berkepanjangan, namun sikap dewasa dan tenang dari pemerintah sangat membantu, di mana dijawab dengan terima kasih karena memberikan masukan bagi bangsa dan negara. Sikap menerima bukan membalas yang bisa berkepanjangan. Tentu bukan pandangan yang elok bagi rakyat.

Dua hal di atas memperlihatkan bagaimana sikap dewasa itu  tidak berkaitan dengan usia, pengalaman, atau pendidikan. Lihat saja bagaimana Pak Beye jauh di atas segalanya dibandingkan Pak Jokowi, usia, pendidikan, pengalaman, namun sikapnya jauh berbeda dan tidak berkepanjangan.

Berbalas pantun itu orang yang hanya mencari menang-kalah bahasanya Covey dalam tujuh kebiasaan, padahal dalam hidup bersama itu ada kalanya menang-menang, yaitu mau saling menurunkan ego. Sikap yang pas diberikan dalam keadaan emosional. Tepat juga bagi orang tua, terutama ibu jika anaknya tantrum,lepaskan soal malu diri karena di depan umum, tapi mengertilah anak. Sering yang diambil adalah karena malu di depan umum, anak dipaksa untuk diam, tenang, dan itu malah membuat anak makin jengkel.

Pemaksaan kehendak dari pihak yang salah paham atas bahasa yang ditampilkan pribadi yang sedang tantrum, pemahaman bukan pemaksaan. Sikap diam dan menunggui, bukan berarti tidak berbuat, berbeda jika malah main hape dan tidak peduli. Menemani dengan diam dan tenang, hal ini sangat membantu. Coba jika pemerintah bereaksi dengan bahasa yang sama dengan Pak Beye, bisa hari ini jauh lebih panas dan membara.

Dalam budaya kraton ada seperti demo dengan laku pepe,di mana cuma duduk, diam, dan tidak mengatakan apa pun dalam “demo” itu, namun apa yang hendak disampaikan itu sampai dan bisa diterima. Sikap dewasa itu penting.

Salam

Sumber inspirasi: Komentar tentang Sikap Ibu yang Hadapi Anaknya yang Tantrum Ini Jadi Viral

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun