Menjawab harta kekayaan mengapa harus meradang, gampang saja, laporkan dan minta KPK mengumumkan hartanya dan asal-usulnya, tidak perlu sensi ketika awak media ada yang tertawa langsung direspon. Hal yang sepele tidak perlu berlebihan seperti itu. Bagaimana Nazar itu sebagai petinggi partainya, juga Jero W, dan yang lain-lain, dan mereka toh juga ada di bui karena korupsi, buktikan jangan hanya “marah.”
Menjawab soal penistaan agama pun kental kog nuansanya ke mana. Gak perlu saya masuk ke sana. Sedikit saja ketika mengatakan ada di tangan penegak hukum, bukan parpol, presiden, namun mengapa lambat, sudah baca belum salah satu saksinya minta ditunda?
Pak Beye, selain baper, reaktifnya masih besar yang sering menjadi blunder karena mudahnya bereaksi atas sentilan kecil saja, dan reaksinya tidak proporsional. Hal ini tentu menjadi masalah apalagi dalam dunia politik yang masih akal-akalan dan okol-okolan seperti ini.
Diam itu bukan berarti salah. Sikap yang demikian malah menambah soal suhu politik. Tentu bukan nilai tambah bagi Pak Beye. Apalagi dilanjutkan apalagi ketika Agus mencalonkan dan itu hak konstitusional. Ini bukan menjual malah menjadi blunder yang memberatkan Agus.
Sayang sekali Pak Beye sebagai presiden harus bersikap seperti itu, sedang Pak Prabowo pun saya yakin mendapatkan serangan yang tidak kurang banyaknya. Reaksi yang berbeda dan justru pada keadaan seperti ini tentu bisa berbeda penilaian rakyat.
Sayang keadaan kondusif yang tercipta kemarin malah dibuat panas lagi dengan konpres yang panjang lebar. Beda tampilan bahasa simbol adem Prabowo Jokowi. Negarawan itu bukan klaim, mengingatkan terus menerus soal jasa dan kuasanya, namun ada di hati rakyatnya.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H