Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mendikbud, Sekolah Seharian serta Guru Delapan Jam di Sekolah

24 Oktober 2016   06:58 Diperbarui: 24 Oktober 2016   10:19 914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua,  pegawai lain ada waktu libur cuti, guru tidak ada. Bagaimana bisa diatur kepulangan atau jam kerja yang sama. Masih juga beberapa jenjang sekolah hari Sabtu pun masuk. Jam masuk sekolah juga lebih pagi.

Tiga, ini berkaitan dengan guru tidak tetap yang tidak bisa nyambi di tempat lain, bimbel atau les privat. Meskipun ini tidak menyeluruh namun banyak kasus kehidupan guru ditunjang oleh aktivitas ini. Sepanjang bukan murid sendiri dan ada konflik kepentingan tentu tidak masalah. (meskipun aturan untuk guru profesional, bisa saja nanti salah kaprah bisa terjadi)

Empat, kreativitas guru dan kepala sekolah belum bisa menjamin jam yang ada di luar jam mengajar ini menjadi efektif dan berdaya guna. Dan sangat pesimis melihat tabiat guru kita selama ini yang masih seperti itu.

Ide dan wacana itu baik, namun mendesak itu karakter pendidikan yang lebih mendesak. Soal kebiasaan membaca yang masih lemah dari siswa itu berasal dari kebiasaan guru. Sistem pendidikan yang mengejar target kurikulum, menghapal, membuat kebiasaan membaca menjadi lemah. Belum lagi budaya menulis, dan berbicara di depan umum, sangat lemah bisa dibangun.

Kejujuran yang menjadi keprihatinan bersama, bagaimana dijawab. Hal ini sangat mendesak, tidak cukup dengan warung kejujuran, atau KPK memberikan penjelasan ke sekolah-sekolah. Jauh lebih mendesak dengan adanya pendidikan lepas kepentingan terutama politik, bebas anak titipan di sekolah favorit, suap untuk jadi kepala sekolah, dan nilai dipatok seperti membuat nilai di atas kertas.

Sertifikasi dan implikasinya belum banyak berpengaruh pada peningkatan kualitas pendidikan. Soal gaya hidup  dan kualitas kehidupan guru bersertifikat iya, telah bisa bersaing dengan pegawai negeri lain, namun apakah itu cukup? Sama sekali tidak, belum lagi ketika mengurus sertifikat itu pungli merajalela, main serobot jam mengajar, dan meninggalkan KBM dengan tanpa merasa bersalah, yang penting sertifikat cair.

Sertifikat menjadi tujun bukan saran memperbaiki kualitas pendidikan, ini tentu penting sehingga kualitas pendidikan tidak makin payah secang gaya hidup sebagian guru berubah mewah. Masih banyak pekerjaan yang mendesak.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun