Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi, Presiden Sekelas Walikota, Amatir, dan Recehan, bahkan Boneka namun Real Presiden

18 Oktober 2016   07:36 Diperbarui: 18 Oktober 2016   07:54 5739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Real di sini nyata, bukan Real Madrid atau Sosiedad, daripada yang salawi ngeles duluan, lebih baik diberi batasan istilah dulu. Edisi becanda saja, di  tengah hiruk pikuk DKI-1 yang makin panas dan ke mana-mana makin jauh dari kualitas. Kelompok yang hanya melihat Jokowi salah, atau apapun asal Jokowi patut dicurigai masih saja susah untuk bisa sejenak melepaskan diri padahal sudah dua tahun lewat.

Salah satu yang paling getol namanya adalah Yusril, yang nyapres kalah, nyagub pun sudah tereliminir karena tidak ada yang au mengusung. Namun soal Jokowi jangan tanya. Memilih menteri dikatakan amatir, menjadi presiden pun masih dikatakan sebagai sekelah walikota. Sepertinya hanya dia yang layak jadi presiden, nyatanya presidennya itu Jokowi.

Perlu diingat, saat mau nyalon cagub di DKI, profesor satu ini menyatakan harusnya rakyat seneng karena ada orang yang kapasitasnya nasional masih mau urus daerah, karena presidennya kapasitas walikota, ngurus negara. Bagiamana aneh dan naifnya, seorang gubernur, Jakarta lagi yang sangat lekat kaitannya dengan presiden bisa berkata seperti itu. Nyatanya malah sekarang tetap saja bakal calon, entah kog tidak nyalon di level kabupaten kota, sehingga bisa makin percaya diri.

Mengomentari pergantian menteri, kembali sikap merendahkan kembali datang. Wajar menyimak kalibernya, sehingga bisa mengatakan amatiran dan memalukan soal memilih dan mengangkat menteri. Senyatanya siapa yang memilih dan mengangkat menteri, dia presiden yang amatir itu atau calon profesional yang nyagub saja gagal?

Presiden recehan karena datang ke TPK OTT yang hanya berjumlah recehan. Aneh dan ironis ketika korupsi dikotak-kotakan antara besar dan kecil, padahal namanya maling mau besar atau kecil sama saja maling, apalagi kalau maling uang rakyat. Apalagi petinggi negara yang mengatakan. Toh presiden yang katanya amatir itu punya program dan nyatanya warga Malaysia saja bangga.

Boneka, ini sejak sebelum pilpres, sudah dua tahun usia label ini. apakah dua tahun ini terbukti? Perlu pembuktian apa lagi ketika baru-baru ini mengangkat menteri yang keduanya non partisan, keduanya profesional, dan keduanya menyandang “pandangan miring” sebagian anak bangsa. Soal Jonan yang berasal dari agama kecil, juga pernah dipecat, dan cuti beberapa hari dan diangkat lagi, di mana lahan yang jadi inceran banyak pihak. Satu lagi profesional yang dinilai “penghianat” oleh beberapa pihak.

Presiden yang nyata itu bukan soal katanya, atau nyalon, namun disumpah dan menjalankan tugasnya dengan berbagai-bagai risiko. Pilihan Jokowi serba susah, namun komitmen sebagai presiden tetap harus diambil. Lihat saja bagaimana pemilihan menteri yang merupakan lahan tarik ulur dengan partai pengusung bisa diselesaikan dengan baik. Lihat bagaimana selama ini persoalan parpol dan non parpol telah usai. Parpol pendukung dan bukan pendukung pun bisa diredam dan bisa menyelesaikan dengan lebih bijak. Kisruh antarmenteri pun jauh lebih terkendali, ketika menko dijabat para sesepuh dan senior yang sangat mahir mengelola menteri.

Keberanian dan menentang arus keinginan masyarakat yang bersuara keras dijawab dengan lebih baik dan bijak. Tidak perlu berepot-repot, ingat bagaimana polemik kapolri, soal warga ganda Archandar, dan kini pengangkatan Jonan-Archandar. Pilihan sulit yang bisa dilakukan dengan cara yang tidak menimbulkan perbantahan berlebihan. Bahasa simbol lebih kuat bagi presiden bukan harus banyak kata dan wacana namun tidak terlaksana.

Label, klaim pejabat, atau penolakan dengan melemahkan, merendahkan, atau memberikan cap buruk tidak mengurangi Jokowi sebagai presiden, jangan lalu menyatakan sebagai nabi atau memuja, ingat saja dan lihat mana ada boneka yang bisa mengangkat dengan tanpa ribut, berani menyingkirkan orang kuat, dan kesayangan publik seperti Anies Baswedan. Ini  hanya dimiliki oleh pemimpin nyata, bukan hanya calon apalagi pendukung calon, kalah lagi.

Karakter itu bukan soal kata atau ide, namun tindak nyata. Fadli Zon sudah lagi kelepasan omong yang cenderung nyinyir ketika mengatakan dua tahun presiden hanya pencitraan. Lihat bagaimana infrastruktur sudah muali lebih baik, perjalanan jauh lebih cepat dengan jarak tempuh yang sama, karena jalanan telah terkoneksi dengan baik. Dulu hanya ide. Atau mulai KPK menangkapi yang kecil, karena memang yang besar sudah kehabisan cara dan jalan. Gak perlu ngeles dengan mengatakan BLBI atau Century, atau soal Munir, lha itu kapan kejadian dan peristiwanya. Ini bukan soal pujian apalagi memuja, namuna mengajak lebih obyektif.

Siapa presidennya kalau demikian, apakah pujaan Zon, atau Yusril? Yang tetap bakal calon dan nyagub saja tidak laku? Demokrasi itu salah satu yang esensial adalah siap menang dan siap kalah untuk mendukung yang menang dengan jiwa sportif bahwa soal memerintah nanti ada waktunya. Menyiapkan diri untuk pemilu mendatang, bukan malah menyiapkan kabinet bayangan untuk siap-siap mengambil pemerintahan jika ada sesuatu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun