Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jas Kusut Menuntut, Hukum dan HAM Kusut Harus Ngikut

10 Oktober 2016   18:25 Diperbarui: 12 Oktober 2016   04:05 894
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Entah apa yang ada di benak petinggi yang satu ini ketika menggugat pihak pengelola jasa laundry yang dikatakan sebagai penyebab tidak bisa mengikuti acara karena jasnya kusut. Meskipun sudah usai dengan kekeluargaan hal ini perlu menjadi pembelajaran untuk bersikap arif dan tidak berlebihan.

Apa yang menjadi menarik adalah, hanya gara-gara jas kusut tidak bisa beraktivitas? Benarkah? Apakah jas kusut berpengaruh pada pola pikir dan kinerja menjadi lambat. Boleh bahwa rapi, keren, dan sempurna dalam penampilan itu jelas sangat baik. Soal menuntut juga tidak salah dan sah-sah saja sebagai warga negara, apalagi yang berkecimpung dalam dunia hukum.

Namun apakah itu proporsional dan wajar dengan apa yang terjadi dan akan terjadi ke depannya. Bagaimana selama ini dunia hukum dan HAM Indonesia jauh lebih kusut dan rakyat menderita, pelaku yang akan menuntut ini diam saja, bagaimana jika gantian dituntut untuk merapikan, melicinkan, dan membuat dunia hukum Indonesia tidak lagi  kusut.

Beberapa hal yang kita bisa lihat kekusutan hukum dan HAM di Indonesia,

Tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Ini bukan barang baru dan perihal yang susah dicari fakta yang terjadi di sekitar kita. Coba lebih mendesak jas kusut atau hukum yang kusut seperti ini. Apa jasnya hanya satu?

Mafia hukum ada di mana-mana, minta bukti? Itu jelas Ombusdman telah melaporkannya. Berdalih itu MA, KPK, atau lembaga lain. Tidak bisa mereka juga terlibat dalam hal perundang-undangan yang tidak membuka celah yang bisa dimanfaatkan. Atau jangan-jangan pas membuat UU jas pejabat ini jauh lebih kusut.

Produk UU yang kacau balau. Lihat saja bagaimana produk hukum yang dihasilkan dengan mudah dipatahhkan oleh MK atas tuntutan beberapa pihak, lebih kusut jas atau yang ini coba, ketika kepastian hukum tidak terjadi karena dipatahkan oleh MK.

Pola Pikir Priyayi bukan Abdi Masyarakat jauh lebih kuat  

Kemenpan RB harus lebih garang menangani pola pikir dan karakter model pejabat seperti ini. Mungkin bahwa tekanan ke bawah bisa dikatakan telah terjadi dengan perubahan-perubahannya, namun sikap mental seperti ini, hanya pakaian lho, beda kalau hal itu membuatnya kusut pikirannya sehingga tidak bisa mikir, lha ini hanya baju, apakah itu esensial?

Pengabdian ke masyarakat macam apa yang sudah diberikan coba? Nyatanya kusutnya hukum dan HAM masih begitu kuat kog, akan mudah dijawab itu bukan tugas ku, tugas dirjend yang lain. Namun apakah tidak  bisa memberikan bantuan dan masukan ke dirjen yang lain? Jika iya, pantas saja negara ini tidak maju-maju, perilaku egoisme sektoral masih begitu kuat. (bisa iya, bisa tidak, dan bukan itu yang penting).

Mempersoalkan hal yang tidak mendasar, padahal yang lebih mendesak jauh lebih banyak.Entah bagaimana mengubah paradigma ini, menyelesaikan masalah dengan masalah jauh lebih besar. Coba dipikirkan berapa banyak waktu dan energi yang akan dibutuhkan untukmengurus jas yang kusut ini, hilir mudik ke pengadilan, padahal jabatannya juga memerlukan wwaktu dan tenaganya, apa iya negara harus membayar pejabat yang asyik dengan urusan pribadinya yang sangat sepele itu?

Jas yang kusut menuntut, kalau hukum kusut harus turut. Coba bagaimana kita mau membenahi hukum di Indonesia  dengan berbagai masalahnya ini. penegakan hukum yang sangat kecil saja, soal disiplin berlalu lintas, mana sudah bisa bener. Atau soal lapor melapor karena pencemaran nama baik, mana pernah beres dan bener, belum lagi soal pra peradilan di pengadilan A menang di B kalah, dan itu adalah produk hukum yang kusut, apa bisa rakyat menuntut pejabat ini untuk memberikan kepastian hukum bisa lurus sebagaimana idealnya, paling tidak memberikan jaminan yang sama bagi seluruh masyarakat siapapun dia.

Arogansi pejabat. Entah kapan berakhir model demikian. menambah daftar panjang kelucuan atau ketololan? Ada pejabat yang main hape di pesawat marah kala ditegur, memaksa pesawat balik, memaksa ikut terbang padahal tidak terdaftar, ngemplang barang, maling anggaran, dan berderet hingga ribuan halaman bisa ditemukan.

Sikap mental itu berkaitan dengan pendidikan dan itu mendasar untuk diselesaikan. Bagaimana membangun pendidikan yang memerdekakan dan menghargai kemanusiaan menjadi dasar untuk mengadakan perubahan.

Penghargaan atas jabatan dan materi perlu mendapatkan perhatian untuk diubah, sehingga pejabat maling, arogan, dan semena-mena seperti ini bisa berkurang. Coba kalau ini pelakunya Ahok, sudah berjuta artikel hadir. Bukan mau membela Ahok lho. Jabatan itu kepercayaan dan prestasi untuk disyukuri bukan untuk menjadi sebagai bahan bertingkah berlebihan.

Revolusi mental bukan hanya untuk rakyat jelata, namun seluruh rakyat dalam hal ini adalah termasuk juga pejabat. Perubahan itu bukan hanya dalam wacana dan ide atau pidato, termasuk jua perilaku.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun