Bukan rahasia umum jika parpol dan dewan merupakan lembaga paling tidak bisa dipercaya, korup, dan tidak transparan. Tidak mengagetkan ketika ada ide untuk membantu terpidana, mantan terpidana untuk tetap menjadi pimpinan daerah. Benar bahwa ini adalah hak setiap warga negara, namun ingat hak mereka sudah diserahkan dengan rela karena mereka melanggar hukum. Hukuman memang bukan balas dendam namun memberikan efek jera dan tidak mengulangi.Â
Selama ini, mana paradigma yang dipakai penghormatan atas hak itu membuat jera? Nambah parah iya. Perlu diubah dan diganti pola pikir hak asasi yang kebablasan ini. Mudahnya mencari uang, kehormatan, dan sekaligus pekerjaan. Ini aneh dan ironis ketika menggunakan cara-cara yang tidak patut untuk pekerjaan yang mereka klaim yang terhormat itu.
Pejabat itu pelayan masyarakat masih jauh dari harapan.
Pemahaman dan pemaknaan soal abdi atau pamongpelayan ini masih jauh dari semestinya. Minta dilayani, minta dikawal, minta berbagai-bagai fasilitas, di antara derita rakyat, jelas bahwa mereka telah salah mengambil peran. Tidak semata soal gaji sebagai konsekuensi logis atas kerja, namun sikap mental yang memang buruk.
Hukuman sosial yang diwacanakan, baik nyapu jalan, ngosek toilet fasilitas umum, atau apapun toh nantinya paling juga menyewa orang untuk melakukan atas nama orang itu. Mental maling yang perlu diubah, soal hukuman itu ranah yang berbeda. Bagaimana wong nyatanya maling saja bangga dan cengengesan kog, jangan-jangan nanti nyapu pun sambil joget, karena urat malunya sudah tidak ada, hartanya masih banyak dan tidak ditarik untuk mengembalikan dana yang sudah dimaling.
Hukum yang ada sudah baik dan representatif, hanya soal penegakan yang masih bisa ditawar, pembelaan dari para pemuja, dan sikap penghormatan akan materi. Penghormatan materi ini perlu diubah dan memberikan penghormatan atas materi. Lihat saja mantan atlet yang mau jadi tukang sapu, eh mantan maling diberi dasi dan jadi gubernur lagi?
Apakah akan terus seperti ini bangsa ini dibangun?
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H