Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apa yang Murid Inginkan dari Sosok Guru

25 September 2016   21:16 Diperbarui: 25 September 2016   21:31 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang Murid Inginkan dari Sosok Guru

Tentu murid memunyai gambaran yang seyogyanya mendekati ideal dari sosok guru. Berdasar pengalaman sebagai murid dan sejenak mengajar, bisa mengira-kira seperti apa kemauan siswa atas gurunya.

Guru itu berwibawa, bukan galak atau garang.Wibawa itu bukan soal ditakuti, disegani anak murid, orang tua, atau masyarakat. Ketakutan berbeda dengan hormat. Wibawa menasihati murid tidak dengan suara keras, bentakan, apalagi kekerasan fisik. Justru ada kehangatan, penerimaan, hormat, dan segan secara positif.

Guru yang gaul, mau tahu pemikiran anak didik.Sering komunikasi guru-murid, orang tua-anak itu pada pola pikir yang berbeda. Jelas saja beda zaman. Guru dan orang tua yang pernah melewati usia yang sama, memiliki peran untuk bisa mengerti dan memahami, lebih sering menuntut dan menerapkan apa yang seharusnya dilakukan waktu itu. Jadi anak didik menjadi pelaku sesal sendiri. Contoh, menyadari bahwa membaca itu baik, memaksa murid untuk menjadi kutu buku, padahal belum tentu bisa demikian.

Guru yang luas wawasannya, coba jengkel tidak jika bertanya pada orang apalagi guru kemudian dijawab gak tahu,atau kan bukan bidang pelajaran saya. Pengetahuan yang luas tidak perlu mendalam namun tetap bisa nyambung ketika murid bertanya atau mengajak berbincang-bincang. Coba bagaimana guru diajak bincang soal MU, Barcelona, Rossi, atau J Lo tidak tahu. Sarana komunikasi dan menjalin relas dengan anak murid jauh lebih penting. Membaca jelas sangat membantu. Bagaimana guru tidak tahu anak ini ngapain, padahal mereka sedang gandrung K-Pop, misalnya.

Guru yang rajin,rajin bukan dalam arti memberi catatan, photo copy, pekerjaan rumah, atau tugas lainnya. Rajin dalam arti tidak pernah meninggalkan jam pelajarannya dengan alasan sepele. Tidak datang ke kelas hanya dengan alasan jelas dan penting. Tidak keluar masuk kelas demi main sosmed, atau bertelpon ria.

Guru yang bisa memberikan keteladanan.Sikap abai dan lemahnya keteladanan merupakan soal besar bangsa ini. Minimal kedisilpinan, tidak pernah terlambat masuk tapi juga keluar kelas. Kata-kata dan kalimat yang dipakai memberikan kesejukan bukan malah menjelekan guru lain atau murid. Mampu mengendalikan diri dalam berbagai dinamika kelas yang selalu unik baik kelompok atau pribadi anak. Hal ini tidak mudah lho, setiap anak itu unik, kelas pun demikian, tidak akan sama menghadapi anak cerdas namun ada pula yang lambat dalam bidang tertentu.

Guru yang konsisten,berkaitan dengan sikap dalam menghadapi persoalan di kelas. Sikap konsisten membuat anak tahu kapan guru tidak berkenan, kapan cair dan bisa bercanda, dan kapan harus serius, dengann demikian anak didik bisa mengerti harus berbuat seperti apa. Tidak jarang guru itu tidak jelas bisa tiba-tiba sangat bebas, kadang sangat disiplin, atau kadang tidak peduli. Konsistensi ini menjadi penting sehingga relasi guru dan murid jelas. Konsisten ini juga berkaitan dengan tidak pilih kasih dan memandang murid dengan cara yang sama. Tidak lebih dekat pada golongan tertentu, misalnya yang kaya, pinter, bersih, dan kelompok tertentu. Sikap demikian bisa membuat iri dan menjatuhkan wibawa guru.

Guru yang rapi. Siapa yang tidak suka melihat orang yang rapi. Baik baju, pakaian, rambut, dan sebagainya, anak sering kritis lho, jadi jaga penampilan itu penting. Tidak harus necis, atau pakaian bermerek, bukan namun rapi, bersih, syukur-syukur wangi.

Guru yang adil,kecenderungan kita untuk dekat pada orang-orang tertentu itu sangat manusiawi, namun hal ini perlu diperhatikan agar tidak ada yang iri. Salah satu sarananya adalah hafal nama masing-masing siswa, memang tidak mudah, namun sangat  penting. Anak merasa berharga, spesial, dan penting karena dihapal. Memang kecenderungan umum yang dihapal itu yang ekstrem, baik karena pinternya, karena leletnya, atau keadaan parah lainnya. Ini sering menjadi  masalah yang berkepanjangan.

Guru yang tahu batas, tahu batas itu berarti dekat, hangat, namun tidak eksklusif, apalagi smapai pacaran dengan murid, bisa juga menjaga wibawa dan profesinya, sehingga anak tidak ngelunjakdan bisa membeli dengan banyak cara, misalnya memberikan makanan atau barang, hati-hati jika terjadi.

Guru yang tegas, ada kecenderungan menjaga relasi agar anak tidak menjauh, mudah diarahkan, guru sering tidak tegas. Ketegasan menjadi penting untuk anak tahu mana yang benar dan salah, bukan malah bingung. Tegas bukan beringas.

Apakah bisa dilakukan?  Bisa dan itu mudah ketika  sudah menjadi kebiasaan. Sikap positif yang kita berikan akan membantu semua proses berjalan mudah. Kepercayaan dan penghargaan kepada murid akan menjadi timbal balik yang positif bagi relasi antara murid dan guru.

Itu semua memang sangat ideal, namun masih bisa diusahakan dengan relatif mudah. Jika mampu melakukan, jangan kaget kelas akan hidup, nilai anak meningkat dengan signifikan, dan relasi sebagai pribadi akan diingat terus.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun