Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

PON dan Politikus yang Jauh dari Sportivitas

20 September 2016   19:09 Diperbarui: 21 September 2016   12:32 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PON baru saja dibuka. Menarik adalah tuan rumah hampir pasti juara umum. Juara umum menjadi fokus puncak, soal prestasi lain atau proses menyingkir dulu, tidak heran, menggunakan segala cara, cabang olahraga antah barantah bagi daerah lain, pengaturan skor atau hakim-wasit yang tidak adil, dan segala jenis yang penting emas minimal medali.

Politikus dan parpol tidak juga beda jauh yang penting jabatan, kursi, dan kekuasaan.

Menjadi persoalan, PON bukan untuk membina atlet untuk berproses mendapatkan prestasi yang makin meningkat. Bagaimana atlet level Olimpiade namun masih juga ikut PON. Ini tidak salah, namun kapan atlet junior, yang tidak mampu berbicara di level lebih tinggi mampu berprestasi, dan kesempatan untuk yang lain. Kan lucu dan aneh ketika levelnya regional dan internasional namun masih berkiprah di level nasional, jangan-jangan ikut juga di level Porda.

Dunia politik tidak jauh berbeda. Bagaimana tidak, kala mantan menteri masih berjibaku di level bupati/walikota, jika menang sih wajar dan sudah sewajarnya, namun kalau kalah, apalagi prestasinya sama sekali tidak beranjak jauh? Prestasi itu meningkat bukan malah mungkret, alias mundur.

Sportivitas soal sebanding....

Salah satu sisi sportivitas itu sebanding. Jadi, tidak mungkin bukan atlet kelas berat melawan kelas layang. Jika demikian, tentu tidak pula atlet profesional melawan yang amatir (beberapa cabang memang tidak membatasi ini seperti tenis, bulutangkir, beda dengan tinju yang beda dengan pasti), namun sebanding. Jadi, bagaimana atlet level internasional masih masuk ke lokal? Ini perlu disadari bukan soal mendapat emas, namun soal prestasi dan proses pembinaan. Bukan potong kompas.

Politikus pun identik dengan hal ini, bagaimana “pertandingan” yang tidak sebanding. Baik di dewan, ketika sudah sekian kali di level tingkat dua harus naik ke tingkat satu dan seterusnya. Di level eksekutif dan kadang juga nyeberang dari legislatif ke eksekutif, jungkir baliknya jenjang karier ini tidak menjadi pemikiran. Bisa saja kali ini ketua lembaga tinggi negara, esok bertarung dan kalah hanya setingkat gubernur. Bagaimana regenerasi dan kaderisasi jika model begitu itu?

Kekuasaan dan medali itu sejatinya buah, reward, hasil dari proses panjang. Namun, selama ini malah menjadi tujuan pokok. Tidak heran banyak cara, jalan, dan pemaksaan kehendak yang penting demi medali dan kursi itu dengan mengesampingkan cara atau jalan.

Tidak mengagetkan banyaknya protes kepada penyelenggara PON karena semua kontingen memikirkan hasil dan kepentingan tuan rumah untuk menjadi jawara umum. Tidak ada yang salah juara, namun jangan kemudian menggunakan segala cara demi juara umum. Tidak pantas juga jika penyelenggara mengatakan semua tuan rumah juga melakukan hal yang sama. Jika demikian, buat apa jiwa sportivitas? Sportivitas itu bukan soal hasil semata namun soal jiwa sportif.

Jangan kaget kalau politikus juga berlaku demikian, membeli suara, menjegal lawan dengan cara-cara kotor, dan yang penting kursi dan kekuasaan. Politik abai etika dan moral, tidak heran timbul kisruh demi kisruh dan kekerasan.

Bagaimana negara ini memliki Pancasila dan semua beragama namun jauh dari nilai agama dan Pancasila itu sendiri. Menghargai proses dan prestasi pihak lain, sportif, jujur, dan adil yang disingkirkan karena kebanggaan sesaat yang penting juara dan juara umum. Apa artinya? Jika PON mahal namun tidak bisa bersaing bahkan di level Sea Games sekalipun, apalagi berbicara Olimpiade.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun