Mengapa Banyak yang Marah kepada Mario Teguh?
Persoalan yang menimpa Mario Teguh telah membuat orang yang paling super itu menerima dua sikap yang bertolak belakang. Satu pihak kecewa dan pihak lain pihak mendukungnya dengan segala daya upaya. Tentu pro dan kontra wajar, sah-sah saja dan boleh, tidak ada yang melarang bukan? Tidak hendak mengupas mana yang benar atau mengapa reaksinya demikian, namun mengapa menjadi kecewa sedemikian besar.
Apa alasan bagi yang menjadi marah dan bisa bersikap sedemikian kecewanya?
Pertama, tuntutan adanya satu kata dan perbuatan dari motivator yang dilakoni Mario Teguh. Tidak heran orang bisa mengatakan enakan menasihati ya Pak, beda kalau sedang menghadapi sendiri. Hal ini boleh saja terjadi, namanya orang yang ngefans, mengidolakan, dan merasakan pengharapan yang besar, bahwa yang mengucapkan itu bisa juga melakukan semua itu dalam kehidupannya.
Kedua, ada pula yang merasa terpedaya. Apa yang diikuti, didengar, dijalani, dan dilakukan dengan penuh kekaguman itu ternyata tidak sepenuhnya benar. Hal ini tidak salah, namanya juga orang berharap. Namun jangan lupa, itu adalah profesi, pekerjaan, dan kitalah yang datang dan membayar mahal Mario Teguh, kata-katanya kita dengar, kita simpan, kita file dan seperti jimat yang berperan dalam hidup ini. dan ketika ternyata ia sedang tersandung, kita seperti terbangun dan merasakan bahwa kita tertipu, apakah demikian?
Ketiga, kita sering terlalu tinggi berharap, ekspektasi, dan mengingkan orang itu sempurna ketika kita percayai, atau dengarkan. Tidak heran kita sangat kecewa kala menghapi kenyataan yang tidak sepenuhnya seperti yang kita harapkan. Sebenarnya wajar bukan ketika orang itu memiliki kelemahanan, kesalahan, dan melakukan pilihan yang tidak tepat di dalam hidupnya. Apakah jika motivator itu tentu sempurna? Tentu tidak, namanya manusia, hidup di dunia, dan tentunya penuh dengan keterbatasan bukan?
Keempat, para penggemar yang geram itu mencari ketenangan, kekuatan, dan penghiburan dari Mario Teguh dan lupa bahwa dia hanya sebagai sarana bukan sebagai tujuan atas “ketenangan” yang diperoleh. Apa yang disampaikan itu harusnya mengubah, bukan hanya menjadi kata-kata “mistis” yang menjadi sumber kekuatan itu. Jika sampai memahami demikian, tidak akan merasa teperdaya, merasa “dibohongi”, dan sejenisnya. Lepas dari urusan pribadinya, toh kita pernah merasa tersentuh, terinspirasi, dan termotivasi oleh kata-katanya.
Apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi kegusaran menghadapi hal ini?
Satu, memisahkan bahwa secara profesi, pribadi yang bersangkutan tetap saja manusia yang bisa salah dan berbuat keliru. Semua profesi dan pekerjaan akan menghadapi hal yang demikian.
Dua, tidak ada yang sempurna di dunia ini, bisa saja bahwa kata-katanya indah, kalimatnya menginspirasi, eh kelakuannya ternyata jauh dari itu semua. Jika itu seluruh hidup sehari-hari buruk, namun kalau di panggung bertolak belakang, sangat bisa dipahami kemarahannya, namun jika ada satu dua kekeliruan namun melakukan yang sebaliknya jauh lebih banyak tentunya tidak adil kemarahan itu.
Tiga, harapan itu yang wajar saja, menilai da mengagumi dengan wajar sehingga tidak perlu berlebihan ketika menghadapi fakta yang tidak sepenuhnya ideal. Hal ini akan sering ditemui. Harapan yang berlebihan membuat kita kecewa juga lebih bukan?