Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

DPR, Oh DPR...

4 September 2016   06:38 Diperbarui: 4 September 2016   14:01 1864
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dana Aspirasi dan Dewan Gak Ada Matinya

Dewan ini memang pejuang hebat. Sayangnya yang tidak kenal lelah untuk diperjuangkan kepentingan sendiri, dan itu jauh dari kepentingan rakyat. Akhirnya iya untuk rakyat, cuma kan hanya sisa-sisa dari bancaan mereka. Hanya remah-remah yang bisa sampai ke aplikasinya, jika begitu apa bedanya dengan yang sudah-sudah.

Gak kenal lelah dan matinya. Ide demi ide untuk bisa dapat uang memang luar biasa, selalu saja mengalir tiada hentinya, seperti sungai yang mengalir, sayang sungainya keruh dan jorok, karena aliran dari muara yang jauh lebih kotor. Bangun gedung ditolak, kinik mewah ditolak, dana aspirasi ditolak, eh kini balik lagi muncu. Mbok yang kreatif lah, cari balik modal dengan cara yang elegan.

Apa minumnya susu yang diiklankan itu ya? Apa ini para anggota dewan ini minum susu yang lari nyalip bemo karena minum susu harga seribu itu? Kog gak ada mati-matinya, dalam hal inisiatif dan kreatifitas kepentingan sendiri.

Dana aspirasi, 20 M /orang atau 11.2 T/ tahun  untuk keseluruhan mereka. Jika memang bisa benar-benar 100% sampai ke rakyat, minimal 95% lah, dan yang 5% itu untuk mereka bersenang-senang masih lumayan, apa bisa sebesar itu benar-benar sampai untuk pembangunan? Susah mendapatkan kepercayaan itu, bagaimana rekam jejak mereka bisa meyakinkan akan uang sebegitu besar.

Pembangunan berimbang gak tercapai. Mereka tetap ngotot, meskipun tahun lalu sudah ditolak pemerintah, artinya apa? pembangunan Indonesia yang digagas presiden kembali mentah karena dibawa balik oleh dewan kembali ke Jawa dan sebagian Sumatra saja. Paling banter ditambah Sulsel, lainnya tetap mendapat kucuran kecil karena dewannya juga sedikit. Apa ini tidak pernah masuk pikiran mereka, atau hanya mikir yang penting dapat uang?

Lha apa bedane ketika jadi pelaksana sekaligus pengawas. Baru di sini ada pengawas namun minta juga uang untuk melakukan. Herannya apa mereka ini lupa akan undang-undang yang mereka buat sendiri? Atau lupa tugas dasar mereka sendiri? Jika demikian memang sudah sepantasnya sekolah lagi, tapi bayar sendiri, atau  parpol, jangan minta negara lagi, bodoh sendiri, jangan minta disekolahkan orang lain. jelas tugasnya mengawasi, bagaimana kalau mereka juga ikut di dalamnya, apa bisa mengawasi dengan obyektif???

Apa sih yang sudah mereka lakukan demi rakyat, bukan demi kepentingan parpol sendiri dan juga perut mereka saja. Coba kerja yang baik dulu, mengawasi dengan baik bukan reaktif, membuat UU untuk rakyat bukan hanya demi kepentingan sepihak dan kesenangan sendiri. Bagaimana UU dan pasal-pasal yang ada tumpang tindih tidak karuan itu. Benahi itu jauh lebih berharga.

Paling memalukan masih juga belum beranjak. Soal kehadiran. Malasnya minta ampun, kalau soal uang cepatnya minta ampun. Satu saja, datang sidang dan benar-benar sidang, bukan molor apalagi mbokep. Ini saja sudah memuaskan rakyat, minimal bukan pemalas, soal hasil bisa menyusul, lha kalau datang saja tidak, mana bisa diharapkan hasilnya.

Agus sebagai salah satu wakil ketua menyatakan tidak akan mungkin uangnya hilang, dewan tidak akan maling, eh yang benar saja. Mana bisa, lihat saja dapil mana  bisa ngelola mana, komisi apa bicara dan terima suap dari bidang apa, lha kacau begitu kog bisa sangat PDmenyatakan tidak akan maling, atau tidak mungkin tidak dimaling, seperti semboyan partainya? Apa belum dengar seluruh komisi yang berjumlah lebih dari 50 itu menerima suap alias maling? Apalagi ini hak atas keanggotaan. Lha inventaris rumah saja dimaling, apalagi yang bisa dikatakan melekat seperti ini. Sangat susah diyakini benar-benar untuk membangun demi daerah pemilihan secara umum, paling untuk pemilihnya saja.

Pemerintah sedang pusing karena dananya cumpen, eh malah mereka minta. Punya rasa krisis tidak to mereka ini? Tidak ada bedanya denga anak TK yang pokoknya harus dibelikan sepeda, padahal bapaknya sedang banyak keperluan, kapan kalian dewasa? Dasar bocah TK.

Ini jelas untuk kepentingan dan keuntungan pribadi dan parpol, susah percaya kepada parpol yang memang mata doitan, kog tiba-tiba menjelma menjadi pahlawan seperti ini. jauh lebih percaya, jika mereka ini memberikan rekomendasi kepada yang berwenang, kepala daerah di daerah masing-masing. Merekomendasikan kepada kementerian dengan data-data yang valid memang daerah tersebut memerlukan untuk apa saja. Buat apa mereka reses dan menyerap aspirasi, kalau mereka pegang uang sendiri, paling amblas untuk kepentingan sendiri dan parpolnya.

Lha ini bagaimana mereka ini, mengawasi tapi juga minta uang untuk jalan sendiri, lha kinerjanya sendiri saja masih bobrok, malah melebar di mana bukan tugas mereka. Kan kementrian itu yang memang kewajibannya. Mau apa dengan ini semua coba? Benar atau tidak? Jelas tidak.

Sistem pemerintahan harus jelas. Presidensial telah dipilih, dan harus tahu diri bahwa dewan itu pengawas, bukan malah nylampari,menjadi mitra bukan malah membuat keadaan kacau dengan permintaan yang tidak jelas dan kekanak-kanakan. Eksekutif dan legeslatif itu setara dan memiliki tugas dan kewenangan masing-masing, untuk apa bersikap mengacau terus?

Jangan marah ketika mendapatkan penilaian lembaga paling tidak bisa dipercaya. Bukan ini pernyataan sewenang-wenang dan rakyat yang salah, tingkah polah dewan sendiri yang memang sangat memalukan kog. Rapat dan sidang malas, maling tidak berkurang, ide selalu saja berkaitan dengan uang, dan usang yang terus diulang.

Fokuslah dengan tanggung jawab sendiri, jika itu sudah dijalankan dengan baik dan prestasi baik, penghargaan dari rakyat akan mengalir dengan lancar. Jangan dibalik minta ini itu, dan malah abai akan kewajiban.

salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun